"Sudahlah, saya tidak berniat berdebat! Selama ini kita memang tidak pernah cocok. Semoga Mbakyu selalu dilingdungi oleh yang maha kuasa. Permisi!"
"Terima kasih sudah mengingatkan!" Eyang Semi tidak berusaha untuk mencegah lagi. Ia memandang punggung adiknya yang berjalan keluar dari rumah hingga menghilang di ujung jalan.
Akhirnya pernikahan antara Eyang Semi dan Kanjeng Wotwesi dilangsungkan, baik di lereng Argopuro maupun di Lembah Gunung Pegat. Perayaan pernikahan yang berlangsung sangat meriah dan dihadiri tamu-tamu terhormat.
Hanya dalam waktu tiga bulan menjadi istri kanjeng, Eyang Semi tiba-tiba mengalami sakit. Tidak lama kemudian ia meninggal dunia. Pendekar perempuan yang kaya raya itu adalah tumbal terbaik bagi Intijiwo. Saat itu, peristiwa yang dikenal dengan kasus Kopi Argopuro adalah kasus terlicin dan tercanggih yang pernah ada di Nusantara.
***
Renggo Atmonegoro, lahir di kaki Gunung Argopuro lima puluh lima tahun yang lalu, adalah mantan pegawai kademangan yang menjabat hanya selama seratus hari. Paling singkat. Ia dipecat gara-gara berani membongkar korupsi atasannya, seorang demang.
Pada saat diberhentikan, dia telah menemukan bukti-bukti yang kemudian ia laporkan kepada tumenggung. Anehnya, beberapa hari setelah itu ia justru dipecat oleh tumenggung. Sebagai seorang pegawai baru, ia dianggap terlampau berani dan sudah melangkah terlalu jauh.
Waktu dipecat, dengan sikap tenang Ki Renggo bertanya kepada tumenggung, "Saya ini seorang abdi negara apa bukan?"
"Memang kenapa?"
"Kalau abdi negara, mestinya kewajiban saya adalah mewakili kepentingan rakyat, bukan mewakili kepentingan seorang demang!" Setelah berkata demikian ia langsung keluar ruangan, meninggalkan tumenggung yang masih membisu seriba bahasa.
Setelah dipecat, ia tetap melanjutkan perjuangan untuk membela kepentingan rakyat. Hingga akhirnya, berbagai fitnah disebar agar semua orang menganggapnya sebagai penjahat, yang semua ucapannya tidak pantas untuk dipercaya.