Para sahabat dan puluhan anak buah keluarga Ki Menak menyatakan diri siap membantu. Mereka selama ini merasa berhutang budi kepada keluarga tersebut.
Ki Menak Songkok, Ki Menak Simo, Ki Menak Singo dan Ki Menak Krapak, bukanlah orang sembarangan. Nama mereka selama ini cukup disegani di dunia persilatan. sejak kanak-kanak mereka digembleng sendiri oleh Ki Ageng dengan berbagai ilmu kanuragan. Setelah dewasa mereka masing-masing melanjutkan berguru kepada para pendekar yang menjadi sahabat ayahnya.
Tidak ada cahaya bulan di langit, dan awan hitam tebal mendatangkan cuaca yang menyeramkan. Kesunyian yang sangat mencekam itu kadang kala dipecahkan oleh bunyi lemah kelepak burung malam yang terbang berlalu. Suara kucing liar yang bertengkar di kejauhan menambah dalamnya kesunyian. Kesunyian yang mengingatkan orang akan sesuatu yang tidak mereka ketahui, yang menimbulkan kegelisahan.
Tantangan keluarga Menak dijawab Intijiwo dengan suasana tetap tenang. Bahkan Kanjeng Wotwesi tidak melakukan persiapan apapun untuk menghadapi tantangan itu. Pertempuran baginya adalah semacam rekreasi.
"Para bajingan busuk!" bentak Ki Songkok, "Berani juga kalian datang?"
"Kalian menjual, kami dengan senang hati membeli!" teriak Ki Dewan, berdiri di depan sekelompok pasukan.
"Hei bangsat!" balas Ki Krapak, "Jangan berlagak seolah-olah kalian itu orang yang tidak berdosa!"
"Ki Dewan!" seru Ki Songkok sambil menatap tajam ke arah lelaki tampan itu. Batinnya terasa nyeri apabila mengingat kebodohannya di awal penyebab hancurnya Gajah Unggul.
Suatu ketika istri Ki Songkok sakit aneh. Sakit mendadak seperti yang dialami Ki Ageng Menak. Ki Dewan membesuk ke rumah sambil mengatakan agar Ki Songkok fokus saja merawat si istri. Untuk sementara perusahaan akan diurus oleh lelaki yang saat itu datang berperan sebagai seorang sahabat yang sangat peduli dan murah hati. Ki Songkok merasa lega dan mempercayakan semuanya.
Ki Songkok menggenggam erat pedangnya. "Sampai hari ini aku masih sulit percaya ada manusia sejahat dan sebusuk kamu, Dewan!"
"Sudah jangan banyak omong!" teriak Ki Dewan melangkah maju, "Tunggu apa lagi?"