"Terima kasih. Maaf, saya Klebat!" Ia memperkenalkan diri ke semua orang dan kemudian berpaling ke Ki Songkok. "Saya dengar Ki sanak sedang mencari Mbah Kucing!"
"Benar! Apakah Ki sanak tahu di mana tempat beliau?"
"Saya sebetulnya juga ingin menemui beliau! Tapi rupanya kita sama-sama tidak beruntung. Maaf, kalau boleh tahu ada maksud apa anda mencari beliau?"
Sejenak Ki Menak Songkok tampak meringis saat menggeser pahanya. Luka di beberapa bagian tubuhnya belum sepenuhnya kering. "Saya ingin minta tolong sama beliau!"
"Minta tolong?"
"Benar!" Ki Songkok pun akhirnya menceritakan peristiwa yang telah menimpahnya. "Saya adalah salah seorang pengagum Kanjeng Wotwesi. Saya sering berdoa agar diberikan petunjuk supaya bisa sukses seperti beliau!" tuturnya mengawali cerita.
Suatu saat, melalui cara yang sama sekali tidak terduga, dia bertemu dengan Ki Dewan, seorang kepercayaan Kanjeng Wotwesi. Ki Dewan menyampaikan bahwa Intijiwo berniat menjalin kerja sama bisnis dengan Gajah Unggul, perusahaan milik keluarga Ki Ageng Menak.
Ki Songkok yakin bahwa doanya telah dijawab oleh Tuhan. Seorang pendekar dan pengusaha besar yang sangat sukses menawarkan kerja sama. Suatu peluang emas yang sangat langka.
Ki Songkok dan ketiga saudaranya sangat gembira mendengar kabar itu. Hampir setiap hari mereka membanggakannya pada ayahnya, Ki Ageng Menak, orang yang justru menentang keras rencana itu. Sampai akhirnya Ki Ageng sakit parah dan sampai meninggal dunia.
Tibalah saat yang dinantikan, mereka diundang oleh Kanjeng Wotwesi untuk bertemu dan menandatangani surat perjanjian.
"Awalnya semua berjalan baik-baik saja," papar Ki Songkok, "Tapi tidak lama kemudian mereka menampakan wajah aslinya. Saya baru sadar seperti apa teknik bisnis Intijiwo yang sesungguhnya. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mengetahui tehnik bisnis yang begitu licik dan kejam!"