Ajeng bahagia mendengar itu. "Tapi.., kapan kamu mengajak orang tuamu datang untuk melamarku?"
"Sabar!"
"Jangan terlalu lama!"
"Jangan kuatir, aku sudah memikirkan itu, Sayang!"
"Terima kasih! Ini sudah malam, sebaiknya kamu pulang. Tidak baik kalau dilihat orang!"
"Tapi masih hujan!"
"Kalau hujannya sampai pagi, apa kamu akan tetap di sini?"
"Tapi kita di teras, di tempat terbuka, dan aku.., aku masih rindu!"
"Iya, dapat kulihat dari pandang matamu. Aku juga masih rindu. Tapi maaf, kamu harus tahu posisiku!"
Pada saat itu, Pendekar Golok Maut, Ki Bajul Brantas, Ki Wiryo dan Dewandaru sedang berdiri di pelataran rumah Roro Ajeng. Wanita itu oleh kelompok 'Wong Langit' dianggap sebagai pengkhianat yang juga harus dibinasakan gara-gara kembali bergabung dengan Ikatan Pendekar Jawa di bawah pimpinan Lintang Kejora. Ki Kalong Wesi mengawasi dari tempat agak jauh.
Dua hari sebelumnya, dalam rapat di kademangan yang membahas situasi Jombang, Ajeng sempat menyampaikan bahwa pelaku pembantaian padepokan Mahesa adalah kelompok Ki Kalong Wesi. Ia mengaku punya informasi dari orang yang punya hubungan dekat dengan mereka.