"Kenapa tersenyum?" tanya Ajeng penasaran.
"Nggak apa-apa!"
Tiba-tiba Ajeng melangkah maju dan duduk di samping Gandung. Ia memegang telapak tangan lelaki yang merasa betapa tangan itu agak dingin dan kemudian menggenggam tangannya erat-erat. Dia pun balas menggenggam sehingga jari-jemari tangan itu saling genggam, menyalurkan perasaan hati masing-masing.
"Ghozali, benarkah kamu mencintaiku?"
Suara Gandung alias Ghozali meluncur tanpa dia sadari lagi, "Demi Tuhan, Ajeng, aku sangat mencintaimu! Aku jatuh cinta kepadamu sejak pertama kali melihatmu!"
Ajeng menyandarkan kepala di dada pemuda itu. Gandung mengelus-elus rambut yang halus dan berbau harum itu sambil memejamkan mata.
"Inilah yang disebut cinta pada pandang pertama!"
Lalu terdengar suara Ajeng yang mengandung kerisauan. "Ghozali, kamu sudah tahu bahwa aku hanyalah seorang janda. Aku takut kalau kamu hanya mempermainkan cintaku!"
"Ajeng, bagiku kamu cantik seperti bidadari. Mana mungkin aku mempermainkan cintamu! Aku mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku!"
Ajeng mengangkat wajahnya, "Ah, mana mungkin aku percaya begitu saja? Aku percaya, kamu seorang ksatria gagah, tentu takkan menjilat ludah sendiri. Tapi maukah kamu bersumpah!"
"Baik, aku bersumpah, demi seluruh alam semesta aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku. Aku mencintaimu sampai mati! Cinta dunia akhirat!"