"Lewat jalan pintas saja, Raden!" Joko Petir mengajak menuju pematang sawah, "Biar lebih dekat!"
Setelah melewati persawahan yang cukup jauh, dan kini berada di pinggiran hutan, Raden Ghandi mulai bertanya, "Rumah Mbah masih jauhkah?"
"Sebentar lagi, Den. Agak masuk hutan, maklum Mbah orang miskin!" Dari tadi ia sengaja menghujani bocah kecil itu dengan banyak pertanyaan, agar tidak sempat memperhatikan jarak perjalanan yang mereka tempuh.
"Ini sudah sangat jauh. Maaf, saya hanya bisa mengantar sampai sini, Mbah! Saya harus pulang!"
"Ah.., baik.., baik..!" Kakek buntung itu mencoba mencari akal. "Tapi Mbah mau memberi Raden hadiah senjata pisau di rumah. Pisau kuno yang sangat bagus. Mbah sudah banyak berhutang budi sama Raden, jadi Mbah mau memberikan harta istimewa satu-satunya yang Mbah miliki itu buat Raden!"
"Tidak usah, Mbah. Terima kasih!"
"Raden lihat pohon yang paling besar itu!" Joko Petir menunjuk ke arah hutan, "Di situlah gubuk Mbah! Tidak jauh bukan?"
Ketika Ghandi mencari-cari pohon yang dimaksud kakek buntung, tiba-tiba tendangan keras dari belakang bersarang di tengkuknya. Tanpa ampun, tubuh kecil itu roboh seketika dalam keadaan pingsan. Mukanya jatuh di atas bebatuan.
Joko Petir adalah orang yang mempunyai watak aneh dan dapat berbuat kejam melebihi iblis. Penjahat dengan sejuta tipu muslihat. Ia tersenyum puas ketika melihat usahanya melumpuhkan bocah kecil itu berhasil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H