"Hei bocah lancang!" bentak lelaki brewokan dengan suaranya yang berat dan menakutkan, "Dia adalah seorang penjahat besar tahu! Minggir atau kau akan kutampar!"
"Raden Ghandi!" panggil Alya dari halaman langgar, "Kalau Raden berkelahi nanti dihukum lagi sama ayahmu!"
"Tapi aku harus membela orang yang lemah dan butuh pertolongan, Mbak!" jawab Ghandi, "Bukankah Mbak juga pernah bilang begitu?"
"Anak siapa yang sangat kurang ajar ini?" tanya lelaki brewokan sambil mengarahkan pandangannya kepada Alya dengan sorot mata tajam.
"Mohon maaf Tuan Pendekar!" kata Alya, "Ibu Raden Ghandi dikenal orang dengan julukan Pendekar Naga Jelita, sedangkan ayahnya dikenal dengan julukan Pendekar Pedang Akhirat!"
Lelaki brewokan itu seketika merasakan lututnya gemetar. Kedua orang yang namanya disebut tadi adalah tokoh papan atas di dunia persilatan. Bagaimana pun juga dia merasa khawatir kalau sampai menimbulkan bibit permusuhan dengan kedua pendekar yang sangat sakti itu.
Lelaki brewokan yang memiliki nama Arya Dewandaru itu sebetulnya adalah Komandan Pasukan Alap-alap Kerajaan Majapahit di bawah Prabu Dyah Ranawijaya. Pasukan rahasia yang terdiri dari para bayangkara muda yang punya tugas mengintai keberadaan musuh besar kerajaan. Mereka punya tugas-tugas khusus, bagian intelijen, bagian penyergapan serta penangkapan.
Yang menarik, di dalam menjalankan tugas, mereka memang selalu menyamar. Kadang menyaru sebagai pedagang sayur, petani, kusir, pedagang keliling mainan anak-anak dan bahkan menjadi gelandangan atau orang gila, dan lain sebagainya. Mereka adalah manusia bayangan yang keberadaannya tidak diketahui oleh tantara sekalipun. Agar sebuah misi berhasil, penyamaran harus sesempurna mungkin. Kerajaan mengeluarkan biaya sangat besar untuk setiap misi yang mereka lakukan dalam menumpas musuh-musuh kerajaan.
Di samping menjalankan tugas kerajaan, Dewandaru sebetulnya punya dendam pribadi kepada kakek bertangan buntung itu. Oleh karena itu, meskipun Prabu Dyah Ranawijaya telah dikalahkan oleh Kerajaan Demak dan telah lenyap dari muka bumi, namun misi untuk melampiaskan dendamnya itu belum tuntas.
Lima belas tahun yang lalu, ayah Arya Dewandaru, Juru Pangalasan, pembesar yang membawahi sebuah daerah yang bergelar Rakyan, tewas dibunuh oleh kelompok perampok Tapak Petir. Saat itu Arya baru berumur lima belas tahun.
Kakek berlengan buntung itulah Joko Petir yang dijuluki Pendekar Tapak Petir. Ia memimpin serangkaian perampokan dan pembunuhan dalam kurun waktu selama tiga puluh tahun lebih. Ia pun menjadi buronan kerajaan kelas wahid. Setelah Kerajaan Majapahit bubar, ia mengira sudah merasa aman dalam pelariannya.