"Ada apa?"
"Kamu panggil aku Arum! Nah begitu!" serunya sambil mengangkat ibu jari.
Cahaya dari lampu minyak di ruang tamu itu membuat tubuh yang membayang di balik baju longgar tipis itu seolah-olah tampak jelas di mata Lintang. Dapat dibayangkan betapa tersiksa hati seorang pemuda yang sudah menjadi lemah karena dikuasai nafsu birahi, menghadapi Arum yang tanpa disengaja telah menimbulkan godaan yang demikian hebat. Namun tentu saja Lintang tidak berani bertindak kurang ajar. Sambil menguatkan hatinya dan memejamkan mata, menyembunyikan isi dadanya yang bergelombang dasyat.
"Hei.., bagaiamana?" tanya Arum masih berdiri menunggu jawaban.
"Apanya yang bagaimana?"
"Kalau besok kita mencari kitab itu? Kok sepertinya kamu gak konsentrasi, apa kamu sudah ngantuk?"
"Oh.., mencari kitab. Baik, iya siap Tuan Putri!" jawab Lintang sambil kedua tangannya mengusap rambutnya dan matanya terpejam.
Sebutan tuan putri itu mengingatkan Arum kepada Tulus. Sekarang gilirannya menatap wajah Lintang yang tampan, seperti orang termenung. Kebetulan Lintang membuka matanya, dua pasang mata itu lalu bertemu pandang. Jelas ada sinyal cinta yang tertangkap oleh mata Lintang.
Mata wanita muda itu setengah dikatupkan, bibirnya merekah dan setelah beberapa lama baru dia sadar, sehingga mukanya menjadi kemerah-merahan. Arum kemudian berusaha membuang muka dan berjalan cepat menuju kamarnya. "Selamat malam, Gembul!" ucapnya lirih, "Eh, Lintang!"
"Selamat malam, Arum!" balas Lintang lirih pula, "Semoga mimpi indah!"
"Kamu juga!"