Mohon tunggu...
Tria Mustika Tresna
Tria Mustika Tresna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku hanya muslimah yang tengah berjuang menjadi hamba Allah yang baik dan benar!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hasbunallah... Hidup dan Cintaku

6 Maret 2013   10:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:14 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Berterima kasihlah kepada Allah karena telah menakdirkan adikmu sebagai seorang organisator hebat. Dengan relasinya yang bejibun itu, dengan cepat dia membentuk kepanitiaan dan jadilah seperti sekarang ini.”kata ayah merangkulku.

Syukurku semakin menjadi, rasa kecil dihadapan-Nya melapangkan hatiku untuk setia hanya bergantung kepada-Nya. Karena semakin setia kepada-Nya, semakin erat genggaman-Nya untuk kita.

***

Hasbunallah… cukuplah Allah untuk hidup dan cintaku. Dalam gema tasbih seusai ijab qobul ditunaikan, kusaksikan sesosok wanita bermata elok keluar dari sebuah ruangan menuju tempat ijab qobul. Begitu cantik hingga menggetarkan hati dan mengkakukan lidah ini. Aku benar-benar terpesona melihat kecantikannya. Tidak henti-henti bibir ini mengucapkan syukur kepada-Nya. Sungguh perasaanku benar-benar dalam kebahagiaan yang sulit aku definisikan. Senyumnya adalah kebahagiaan tersendiri bagiku, tatapannya adalah getaran penuh nikmat di hatiku, dan kecupan bibirnya di tanganku melahirkan desir-desir luar biasa hingga mempererat syukurku kepada-Nya.

Malam semakin larut, begitupun kebahagiaan ini semakin terlarut dalam bahasa indah yang mengeratkan antara aku dan dirinya. Semua tamu telah pulang termasuk keluarga besarku. Shalat isya malam ini menjadi begitu semakin bermakna dengan hadirnya belahan jiwa yang telah tersurat. Wajah yang putih bersih berbalut mukena itu masih tertunduk dalam doanya yang begitu khusuk. Aku halal menyaksikannya kini begitu lekat. Aku halal untuk terpesona kepadanya, dan aku halal mengenggam jari jemarinya yang lentik.

“Mas?”katanya mengagetkanku, memunculkan rona merah di pipiku.

“Maafkan aku ya de melihatmu seperti itu!”kataku malu sendiri.

“Gak apa-apa, Mas!”katanya. Semburat warna merah seketika ikut menghiasi pipinya.

“Ada yang ingin aku tanyakan sebenarnya, boleh?”kataku mencoba memberanikan diri bertanya pada sosok yang kini telah menjadi istriku.

“Iya, apa Mas?”katanya dengan suara yang begitu lembut.

“Apa yang membuatmu menerima lamaran orang tuaku untuk menjadikanku suamimu? Bukankah kita telah lama berpisah? Bagaimana kalau aku nyata telah cacat, atau tiba-tiba pas pulang ke Indonesia pesawatku jatuh dan lantas aku meninggal, tidak kecewakah kamu nantinya?”kataku begitu ingin mengetahui jawaban sejak tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun