Mohon tunggu...
Tria Mustika Tresna
Tria Mustika Tresna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku hanya muslimah yang tengah berjuang menjadi hamba Allah yang baik dan benar!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hasbunallah... Hidup dan Cintaku

6 Maret 2013   10:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:14 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah kenapa dengan hati ini. Ada sesuatu yang terasa menyayat hati. Kenapa dengan hatiku? Seharusnya aku merasakan kebahagiaan yang sama dengan ayah dan bunda mengenai kabar ini.

“Duhai Yang Membolak-balikan hati manusia, tolonglah jaga hatiku ini dari sebuah perasaan fana. Tolong jaga keikhlasanku dari rasa yang tidak berhak termiliki.”kataku dalam hati yang kucoba dituangkan dalam seutas senyum yang terasa pilu.

“Tir, gimana menurut kamu? Aku harap kamu tidak memiliki rasa yang sama ya kepada Zahra!”kata Faris cukup menampar hatiku.

“Kesamaan rasa itu bukan aku yang menentukan tapi Allah Ris. Begitu pula dengan takdir Allah. Bukankah Hidup, mati, celaka dan keberuntungan itu telah Allah atur jauh-jauh hari sebelum ruh kita ditiupkan diusia kita empat bulan? Jika ini takdirmu untuk menjadi pendamping Zahra, aku menyambutnya dengan baik. Sungguh setiap takdir Allah pastilah akan membawa kabaikan untuk kita semua!”kataku mencoba mengobati hatiku sendiri dengan kata-kataku itu.

“Hehe…iya deh pak ustadz!”kata Faris menggodaku seperti biasa. Ayah dan bunda terbahak mendengar ngodaan Faris untukku. Aku berusaha untuk tersenyum, sekalipun itu terasa menyekat kerongkongan hingga membuat dada ini begitu sesak.

Aku jadi teringat dengan nasyid yang aku dengar disalah satu situs di dunia maya sewaktu di Jerman dulu. Nampaknya aku tidak akan menemukan event kebahagiaan itu bersama orang lain. Aku menyerah, aku mengakui bahwa, aku benar-benar mencintainya. Hasbunallah… cukuplah Allah bagi hidup dan cintaku.

Makan malam hari ini seharusnya menjadi momentum membahagiakan bagi si kembar yang salah satunya ingin menyempurnakan dien-nya. Kenapa aku malah terperosok pada lubang kesakitan atas rasaku yang tidak tertakdir menyatu dengannya.

***

Pagi yang terasa begitu berat. Berkali-kali aku beristigfar dan bertilawah, namun entah kenapa hati ini tidak mau sejenak kepambali pada fitrahnya untuk tenang seperti biasa. Aku buang perasaan mengandai-andai yang sejak tadi berkompetisi membentuk gemuruh di hatiku.

Jangan terlalu banyak mengandai-andai suatu takdir yang telah terjadi, karena dengan begitu akan mengikis kecintaanmu kepada Allah dan keimananmu kepada takdir Allah. Kesalahanmu sendiri berharap kepada makhluk Allah, maka jangan salahkan Allah jika menegurmu dengan sebuah takdir yang tidak sesuai dengan keinginanmu. Tapi ingatlah bahwa, tidak setiap rencana kita baik untuk kita dan menurut Allah, tapi setiap rencana Allah pastilah baik untuk kita.” Itulah nasehat seorang imam masjid di KBRI Jerman sana dulu.

Air mataku terurai kini, mencoba membalutkan keridhoanku untuk menerima keikhlasan Allah memberikan takdirnya kepadaku. Aku tidak ingin hati ini salah kaprah dalam pengharapannya. Aku tidak ingin hati menjadi semakin kecanduan dalam mendambakan sebuah takdir yang tidak pernah aku ketahui ujungnya. Cukuplah Allah untuk hidup dan cintaku. Tiadalah dayaku menentang takdir-Nya. Semoga kebaikan segera menyapaku setelah kepahitan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun