Mohon tunggu...
Dewy Trinra
Dewy Trinra Mohon Tunggu... -

Belum bisa mengdeskripsikan diriku sendiri tp yg aq tahu aku bahagia dengan kehidupanku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Darahku dan Cintamu

11 November 2012   05:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:38 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Darah ku Dan Cintamu

Aku masih menelusuri hiruk pikuk toko emas, mataku melirik ke kiri dan kanan mencoba mengingat toko emas yang ku kunjungi dua bulan lalu untuk membuat cincin lamaranku ke Ocha. Toko Sinar Emas, yah ku lihat lagi toko emas itu dan meyakinkan langkahku untuk masuk kedalamnya.

Aku tarik nafas panjang dan mengeluarkan kotak cincin emas dari saku celanaku, ingatanku kembali tertampar saat membuka kotak cincin emas buat Ocha, cincin yang ku beli saat gaji pertamaku menjadi seorang pegawai negeri sipil, cincin sederana untuk melamarnya menjadi pendampingku dan calon ibu dari anak-anakku kelak bersamanya. Namun tak pernah muncul difikiranku kalau orang yang ku cintai empat tahun lamanya menolak lamaranku hanya dengan alasan belum siap berjalan beriringan melewati rumah tangga dengan penghasilanku yang pas-pas'an. Dia seperti menampar wajahku dengan bola api kehidupan yang begitu panas membakar semua harapanku lalu dia pergi meninggalkan hatiku yang remuk dan berlenggang dengan cantiknya mencari ambisinya menjadi seorang model.

Terlalu sakit saat mengingat akhir cerita dengannya dan cincin ini begitu menyesakan dadaku. kini aku kembali pada toko emas hanya untuk membuang semua harapan yang telah hangus terbakar rasa kecewa, dengan hati yang sangat berat ku jual kembali cincin cintaku selama empat tahun pada Koko Chan yang berbadan putih tambun lalu aku pergi secepat mungkin meninggalkan Toko Sinar Emas.

Belum cukup lima belas menit, otakku di gerogoti kenangan bersama Ocha. Saat dia bilang "Mas nanti kalau kita menikah aku ingin memiliki dua orang anak, aku mau anak pertama seorang pria dan anak kedua wanita. Saat mas libur kantor kita kita jalan ke kawah putih lalu traveling ke ke raja ampat" semua tawa, manja dan suaranya menggoda ingatanku dan ku putar kembali sepeda motorku menuju Toko Sinar Emas. Aku berlari secepat mungkin ke toko itu untuk mengambil kembali kenanganku yang baru ku jual, namu dadaku semakin sesak saat cincin itu sudah tidak terpajang pada etalase emas milik Koko Chan.

" Ko... Maaf cincin yang barusan aku jual itu bisa ku beli kembali ?" Tanyaku dengan nafas yang masih belum beraturan

" Haiya, kamu olang ini bagaimana, balu jual sekalang mau beli lagi, cincin kamu sudah laku" Koko Chan berbicara denganku dengan dialek aneh mengganti huruf R menjadi L

"Kalau begitu saya minta no telepon pembelinya Ko, bisakan? Aku mohon Ko"

Melihat wajahku yang penuh dengan raut nasib tak jelas dan aura kesedihan yang mungkin terpancar dan bisa dibaca oleh Koko Chan, dia memberiku nota karbones berisi nama dan no hp pembeli cincin kenanganku.

***

Otakku masih berfikir apa yang harus ku bilang pada pemilik baru cincinku itu, bagaimana kalau dia tak ingin menjualnya kembali padaku. Semua pertanya itu muncul tanpa bisa ku jawab, lalu ku beranikan diri menekan no hp yang ada pada nota pembeian yang diberikan Koko Chan padaku. Terdengar nada sambung dari balik hp ku dan tak lama kemudia suar merdu itu menyapaku.

" Hallo, Assalamu Alaikum!" suara itu menyapaku

"Walaikum salam, maaf benar ini dengan mbak Eka?" tanyaku dengan sedikit gugup

"Oh iya benar ini siapa yah, mas?"

Aku mencoba untuk menceritakan semua yang terjadi pada diriku dan cincin kenangan itu, berharap dia sedikit ibah dan mau menjual kembali cincin harapanku bersama Ocha. Aku tak tahu apa yang ada dalam fikiran Eka, ia hanya memintaku untuk datang pada perumahan Elite di kawasan Jakarta Selatan. Lalu ku pacu secepat mungkin motorku bagaikan seorang pembalap F1 yang berlaga di sirkuit. Tepat sejam aku sampai depan rumah Eka, rumah yang sangat mewah menurutku dan aku disambut dengan satpam rumah yang berwajah garang namun sangat bersahabat, mengantarku masuk menemui tuan rumahnya. Aku menunggu Eka diruang tamu yang megah, ku lihat foto keluarga yang terpajang dengan ukuran besar di dinding, terlihat seorang pria setengah baya mengenakan setelan jas begitu berwibawa sangat terlihat kalau dia seorang pemimpin dan tepat berdiri disampingnya wanita cantik mengenakan kebaya berwarna senada dengan gadis imut yang duduk sendiri pada foto mereka. aku pastikan itulah Eka gadis yang membawaku sampai dirumah ini.

" Kakak Dirhan ya? " suara lembut itu mengalihkan penglihatanku pada foto keluarganya.

" Iya" jawabku simpel dan membalas senyuman manisnya.

Aku tak berani menatap matanya yang cantik, jantungku berirama seperti gendang dangdutan. Lalu ku lihat dijari manisnya, ia memakai cincin kenanganku, cincin yang seharusnya melingkar pada jari manis ocha buka jari manis Eka. Ingin rasanya segera ku lepaskan dari jari manisnya.

"Kakak Dirhan menginginkan cincin ini kembali?" ia sambil memamerkan cincinku di jari manisnya.

" Iya, Kha. Aku kesini memang untuk cincin itu. Aku akan beli berapapun yang kamu minta, tapi kalu boleh jangan terlalu mahal ya"

"Aku tidak butuh uang kakak, aku cuma butuh waktu kakak dua minggu menemaniku kemanapun yang aku mau, setelah itu kakak Dirhan boleh mengambil kembali cincin kakak. Bagaimana?"

"Tapi aku kerja, aku punya tanggung jawab dengan pekerjaanku" pintaku sedikit menolak permintaanya yang aneh

"Seminggu kakak ambil cuti dan seminggu lagi kakak temui aku tiap pulang jam kerja"

Aku tahu Eka punya unag lebih dari yang ku miliki, dia tidak mungkin menukar cincinku dengan uang namun kenapa harus aku yang menemaninya. Permintaan yang harus ku terima dan menelannya seperti pil pahit yang dicekok kedalam mulutku secara paksa.

***

Hari pertama dengan hati setengah ikhlas, aku menjemput Eka dengan sepeda motor buntutku. Dia terlihat bahagia di atas penderitaanku, gadis imut aneh yang pernah ku temui.

"Biar aku yang menyetir mobilnya"

"Maaf kakak, Eka mau naik motor kakak saja"

Lagi dan lagi permintaan yang aneh, dia tidak memilii pergi dengan mobil mewahnya dan sekarang memilih naik motor bututku. Motor yang ku pastikan dia akan kepanasan dan tekena debu. Sungguh aku tak pernah bisa menebak jalan fikiran gadis ini. Sepanjang perjalanan dia berbicara dari saat dia kecil sampai dia duduk di atas motorku sungguh dia berkicau tanpa lelah seperti burung beo yang kegirangan dan aku hanya menjadi pendengar yang baik, membuatku merasa bosan menelusuri jalan menuju TPU jeruk purut.

Aku merasa ada yang aneh dalam fikiran gadis ini, ia mengajakku kedalam pemakaman, entah siapa yang ia kunjungin namun ku lihat raut wajahnya yang begitu bahagia saat tepat berada depan sebuah makam yang cantik. Dia mengucapkan salam dan mencium batu nisan bertuliskan nama Wendra, wafat 31 Januari 2011. Aku tak tahu makam siapa yang dikunjungi gadis aneh ini, aku tak berniat bertanya padanya dan ku lihat dia pun larut dalam doa dan mata yang sembab sangat jelas kalau yang terbaring di atas batu nisan ini adalah orang yang sangat ia sayangi. Tak lama kemudian kami melanjutkan perjalanan, aku seperti pengawal yang bodoh menemani seorang princess hanya bisa mendengar semua perintah dan mengiyakan permintaan itu hanya demi sebuah kenangan yang konyol untuk cincin yang tak mampu ku pakaiankan ke jari manis Ocha.

Aku parkirkan kembali motorku pada pusat perbelanjaan, Eka menarik tanganku tanda ia tak sabar untuk berbelanja ria, nafsu seorang wanita saat dihadapkan dengan tempat yang namanya shopping itulah surga dunia wanita. Eka memasuki brand pakain pria yang mahal, tak heran karena dia adalah seorang anak orang kaya nominal harga bukan masalah buatnya namun yang mengherankan semua belanjaannya hanya untukku, semakin aku menolak pemberiaanya semakin ia menggila berbelanja, sungguh wanita aneh yang Tuhan hadapkan padaku. Dia merubah style ku dalam jentikan jarinya, memotong rambutku dan membentuknya seperti model boy band korea untuk pertama kalinya rambutku tersentuh perawatan salon, dari ujung rambut sampai ke ujung jari telah dipoles sesuai keinginannya dan ia hanya menyuruhku diam. Saat ku temukan diriku dengan penampilan baru bagai model dadakan ia tersenyum manis dan sangat manis, ku dengar ia hanya berkata "Lumayan ganteng juga" hatiku seperti kembang kempis, Eka memang sangat aneh dan sulit ku tebak. Dia seperti gadis imut yang selalu berbalut rasa ceria, tersenyum dan senang seakan ia tak pernah dihadapkan dengan masalah yang rumit.

Tak terasa dua minggu sudah kami melewati hari-hari yang menyenangkan, waktu yang singkat namun tanpa sengaja ia perlahan berhasil membuatku lupa akan cincin buat Ocha dan rasa sakit di hati perlahan mulai terobati, ia memberi warna baru dalam warna-warni perjalananku warna yang begitu cerah. Malam ini aku kembali kerumahanya, diruang tamunya meminta kembali cincin kenanganku sebagai upah telah ku jalani permintaannya selama dua minggu namun dalam hatiku masih tetap ingin bersamanya bukan karena perjanjian kami namun ada hal yang tak ku mengerti dari mana asalnya, aku selalu ingin bersamanya.

"Kakak Dirhan!" ia menyapaku dengan senyuman khasnya, begitu manis

Dia duduk disampingku dan ku lihat ia memegang kotak merah kecil yang ku tahu itu adalah cincin kenanganku. Tiba-tiba Eka menyandarkan kepalanya pada pundakku membuat darahku seperti mengalir begitu deras, jantungku tak tahu berdetak begitu cepat, dia membuatku panas dingin.

"Apa setelah ini kakak akan pergi meninggalkan aku?" pertanyaan sederhana namun rasanya sangat sulit untuk ku jawab.

"Maksud Eka apa? "

"Aku ingin kakak Dirhan tetap disini,di samping Eka, seperti ini. Aku sayang sama kakak Dirhan, perasaan yang aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba muncul"

Dia membuatku seperti menemukan cinta baru, cinta yang muncul dengan sendirinya tanpa pernah kami sadari, ia datang saat aku terluka, memeluk luka itu dengan kapas cintanya dan perlahan luka itu kering tanpa meninggalkan bekas.

"aku juga sayang sama Eka, kakak akan selalu ada buat kamu"

***

Dengannya ku lewati hari yang menyenangkan, bersamanya waktu begitu cepat berlalu melarutkan kami dalam cumbuan panah asmara yang membuat hati kami percaya kalau dunia begitu indah dengan cinta. Dengan berjalannya waktu ku kenal dengan baik sifat Eka yang mulanya aneh namun sebenarnya dia gadis yang cerdas, kuat dan berani mengambil tantangan hidup, ia mengajarku jangan pernah puas dengan hasil yang kita peroleh, jangan berhenti pada zona nyaman, berjalan menapakai hidup selangkah demi selangkah namun walau lambat namun pasti mengantar pada zona yang ia beri nama Sukses. Kerja keras, energi dan pandai melihat peluang bisnis itu menurun pada Eka dari ayahnya yang terbukti telah menjadi pengusaha sukses. Eka memintaku melakukan pinjaman uang ke Bank dengan jaminan SK PNS yang ku miliki untuk membuka usaha kecil, awalnya aku sangat ragu karena dalam diriku tak memiliki jiwa seorang pembisnis namun sekali lagi ia mematahkan argumenku "Bukan tak memiliki namun tak ingin memiliki, katakan BISA untuk semua yang kau harapkan dalam doa dan usaha, sesulit apapun itu maka TUHAN akan membantumu memuluskan harapan mu dan kau akan memiliki apa yang kau bilang tak ada dalam jiwamu" dia selalu membuatku kagum akan cara berfikirnya yang fantastic.

Aku membuka butik dengan menyewa ruko yang kami dekorasi menjadi butik yang sederhana namun tetap cantik, butik yang ku beri nama Dika. Dika adalah penggalan namaku dan nama Eka. Aku lihat Eka sangat bersemngat, dia yang memilih semua pakaian yang ku jual, dia juga yang mencari clain dan suplayer buat butik ku, terkadang kami harus ke luar kota untuk berburu fashion terbaru, saat ku tanya apa kau lelah maka ia hanya tersenyum dan menjawab kalau ada kakak disampingku lelah itu hilang. Pelan-pelan butik ku berkembang ditangannya, aku mulai menggambil lima orang pegawai untuk membantu kami karena orderanpun datang tidak hanya dari Jakarta namun dari luar Jakarta. Seperti kata Eka perlahan namun pasti butikku semakin mengalami kemajuan dan kali ini Eka menyarankan membuka toko sepatu yang kami desain dan produksi sendiri. Idenya seperti berlian yang berkilau, bersamanya ku mulai bisnis ini dari 0 sampai butik ku membuka cabang di luar Jakarta dan memiliki beberapa clain PH (production house) dan membuka toko sepatu dengan brand DIKA, Eka lah pintuku menuju SUKSES.

Setahun telah berlalu begitu cepat terasa waktu bergulir berganti, pundi-pundi rupiah mulai menggendutkan tabunganku. Tiap kali uang yang mengalir ke dalam tabunganku ingin ku bagi bersamanya namun ia tak pernah ingin menerima hasil dari kesuksesan kami mengelolah usaha ini, ku tahu ayahnya sanggup memberinya lebih dari apa yang ku berikan namun aku ingin dia ikut menikmati apa yang aku nikmati.

"Terima kasih kakak ku sayang, uang itu simpan saja buat anak-anak kita nanti itupun kalau kakak Dirhan ingin menjadikan Eka pendampingnya " Hanya kata-kata itu yang ia ucapakan dan aku belum mempunyai keberanian untuk melamarnya, keberaniaan yang sama saat aku melamar Ocha.

Saat usaha yang kami bangun berada pada puncak, aku sering mendapati Eka pingsan mendadak. Saat ia sadar, ku ajak dia ke dokter namun ia memeluk ku begitu erat dan menangis seperti anak kecil yang begitu takut bertemu dengan dokter. Aku ikuti semua keinginannya dan melarangnya untuk terlalu aktif di butik, lalu tiba-tiba ia meminta izin ingin ke Canada selama sebulan menemui ayah ibunya karena rindu, padahal ku tahu ayah ibunya hampir tiap bulan datang mengunjunginya. Namun ku tepis rasa curiga itu karena aku sangat mengenal pribadinya. Tak pernah ku temuka kebohongan dalam hubungan yang ia ciptakan untuk cinta kami.

Berat sekali rasanya harus berpisah jauh dengannya dengan waktu yang cukup lama buatku. Dia memelukku sangat erat dan menangis seakan ia begitu takut kehilanganku, ku kuatkan dirinya kalau aku akan menunggunya pulang membawa segudang cerita bahagia dan setumpuk rindu terus ku bisik dengan lembut ditelingannya kalau aku sangat takut kehilangannya.

***

Baru dua hari yang lalu ku antar dia ke bandara namun hatiku sangat merindukan gadis imut yang membuatku semangat, ku pandangi fotonya yang terpajang begitu cantik di atas meja kerjaku. Terdengar suara ketukan dari balik pintu ruang kerjaku dan seorang pelayan toko sepatu menyampaikan diluar sana ada pelanggan kami yang complain. Aku temui pelanggan kami untuk mengajaknya berbicara keluhannya berbelanja di toko kami.

"Maaf bu, ada yang bisa saya bantu?" ku sapa wanita bertubuh tinggi langsing dan seksi yang berdiri membelakangi dengan amarahnya yang meledak dengan seorang pegawaiku.

"Mas Dirhan!"

Wajah itu sangat kuat dalam ingatanku, wajah yang dulu tak mampu membuat otakku berfikir dengan jernih, wajah yang seakan mematahkan persendiaku hingga rasanya aku sangat sulit untuk berjalan melawan geseran waktu. Yah, wajah itu adalah kenanganku hampir dua tahun yang lalu, dia Ocha. Entah aku harus kegirangan atau benci melihatnya namun tak bisa ku pungkiri kalau benci itu tak pernah datang dalam hatiku untuknya, wajah itu selalu membuatku luluh dan tak berdaya dihadapannya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik mas, aku sudah jadi model. Sekarang aku juga kuliah di fakultas kedokteran UI" jawabnya dengan kegirangan memamerkan profesi yang sangat ia banggakan.

"Ooh, selamat ya kalau begitu"

"Mas Dirhan Manager toko ini?" selidiknya bagai detektif

"Bisa dibilang seperti itu Cha, aku pemilik toko ini"

"Jadi termasuk sama butik Dika yang terkenal itu, mas?"

'Iya Cha, termasuk itu juga"

Spontan ia memelukku dengan kegirangan begitu erat, dan secepat mungkin ku lepaskan tak ingin semua pegawaiku menyaksikan adegan tidak mengenakkan itu lalu ku ajak Ocha ke ruangan meeting. Dia banyak bercerita tentang apa yang telah dia lewati selama hampir dua tahun tanpa ku, ia juga meminta maaf saat meninggalkanku dengan alasan yang tak jelas. Aku hanya jadi pendengar yang baik dan berusaha untuk menahan rinduku dengannya, tak bisa ku pungkirin kalau cinta buatnya belum mampu ku padamkan meski ada Eka dalam hidupku saat ini. Aku mencintai Ocha dan aku sayang Eka.

Ocha datang saat aku memiliki Eka sungguh situasi ini sangat membingungkan hidupku, Ocha ingin mengulang apa yang telah terjadi dengan kami selama empat tahun yang lalu, penawaran yang sangat menyesakkan dada dan sulit untuk ku tolak karena aku mencintainya. Yah, ku ulang sekali lagi apa yang telah putus antara aku dan Ocha dan tanpa sadar ku tikam Eka dari belakang. Saat bersama Ocha, ku simpan semua jalur akses untuk Eka dan ku nikmati saat-saat bersama Ocha.

Kini tepat satu bulan setelah Eka pergi aku berharap agar ia tetap ingin berlama-lama bersama ibunya di Canada namun ia memintaku menjemputnya di bandara malam ini, segera ku tolak permintaannya dengan alasan kalau saat ini, aku ada meeting dengan clain dan ku tahu Eka sangat percaya tiap kata yang keluar dari mulutku. Aku menemui Ocha di depan monas dan ia mengajakku naik ke atas monas, ku ikuti semua permintaannya sekali lagi karena Ocha selalu membuatku tak berdaya saat dihadapannya.

"Mas, apa permintaan dua tahun lalu mas sama aku itu masih berlaku?"

"Permintaan yang mana?"

"Permintaan buat menjadi istri mas Dirhan dan menjadi ibu dari anak-anak mas Dirhan kelak"

Aku peluk tubuh Ocha dengan erat sangat erat, permintaannya itu membuatku sangat bahagia, permintaan yang dari dulu ku harapkan.

"Iya sayang, masih berlaku dan selamanya akan berlaku"

Aku jawab pertanyaan itu dengan hati yang sangat plong seperti telah lama hatiku terpenjara dan kini bebas. Aku lupa kalau saat ini ada Eka dalam hidupku.

***

Diam-diam ku atur persiapan pertunanganku dengan Ocha dan kini otakku mulai berfikir bagaimana cara menjelaskan semua ini dengan Eka. Aku ajak dia makan tak jauh dari butikku, wajahnya sangat ceria masih seperti saat pertama kali bertemu dirumahnya untuk meminta kembali cincin kenanganku.

"Kakak sibuk banget, sudah seminggu Eka pulang ke Indonesia baru bisa ketemu hari ini. Apa kakak tidak kangen sama Eka? "

Aku jawab pertanyaannya dengan senyuman, entah bagaimana harus ku mulai pembicaraan tentang niatku menikah dengan Ocha yang kini telah kembali denganku.

"Kha, bagaimana kalau kakak bukan jodoh kamu?" tanyaku perlahan dengan Eka

"Kenapa kakak bertanya seperti itu ke Eka?"

"Saat kau pergi kakak tanpa sengaja ketemu kembali dengan Ocha, kamu ingatkan? Dia yang ingin ku lamar dengan cincin yang dulu kau beli. Dia mengajak kakak untuk kembali dan sekarang dia sudah siap menjadi istri kakak. Kakak masih sangat mencintainya, Kha"

Aku jelaskan bagaimana perasaanku dengannya yang hanya sebatas sayang dan bagaimana bahagianya aku saat Ocha ingin kembali bersamaku. Aku tahu semua ini akan melukai hatinya namun aku tidak ingin terus membohonginya dan memberi harapan palsu, lalu ku tanya apa yang harus ku lakukan saat ini, saat Ocha datang pada hidupku kembali menawarkan cinta dan aku telah memilki orang lain yang aku hanya sayang. Aku tahu Eka gadis yang sangat kuat tak ku lihat tangis itu jatuh dipipinya dan ia mendengarkan kebingunganku seperti sahabat yang mendengarkan curahan hati sahabatnya. Lama sekali kami terdiam larut dalam fikiran masing-masing hingga akhirnya Eka menarik nafas yang panjang dan melepasnya agar bercampur dengan udara pada restoran.

"Apa kakak bahagia dengannya?" pertanyaan Eka mencirkan kebisuan kami

"Iya Kha, kakak bahagia saat bersamanya, sangat bahagia"

Dia menarik kedua tanganku dalam genggamannya, dan tersenyum begitu indah sekan tak ada yang terjadi dalam hidupnya.

"Kalau kakak bahagia, pergilah kak aku tak punya alasan untuk menahan kakak disini, kejar kebahgianmu jangan buat Ocha menunggu lagi terlalu lama. Doa ku bersamamu kak, percayalah aku akan baik-baik saja" lalu ia tersenyum lagi denganku.

"Terima kasih sayang, berjanjilah jangan menangis" ia hanya tersenyum dan ku cium tangannya dan pergi meninggalkannya sendiri di restoran itu.

Itulah terakhir kali ku lihat Eka setelah enam bulan lalu sejak aku pamit untuk keluar dari kehidupannya. Aku sibuk mengurus persiapan pernikahanku dengan Ocha setelah kami bertunangan dan sejak hari itu juga Eka tak pernah lagi muncul di butik atau di toko sepatuku. Akupun tak berniat untuk mencarinya lagi ku fikir itu jauh lebih baik untuk menjaga hubunganku dengan Ocha.

Detik-detik mendekati hari pernikahanku, hatiku begitu bahagia akhirnya terjawab semua mimpi dan harapan itu. Aku telah membeli rumah yang cukup mewah untuk Ocha dari hasil keringatku, rumah yang ku beri nama love house dirumah itu nanti akan ku bangun keluarga kecilku bersama calon ibu dari anak-anakku, calon pendampingku di surga. Ocha ya Ocha dialah cinta pertamaku. Hari ini, sengaja aku tak mengajaknya pergi bersamaku karena telah ku persiapkan kado istimewa untuknya disaat hari pernikahan kami yang sisa menghitung hari. Aku membelikannya sebuah mobil sedan mewah agar ia tak merasakan panas saat keluar dari istana kami, ku bawa mobil itu melenggang dengan elegan menuju Love house dan aku dikejutkan saat digarasi love houseku terparkir mobil sedan hitam dan yang ku tahu Ocha tak memberiku kabar kalau dia akan bermain kerumah ini bersama temannya. Aku bergegas memasuki love house dengan jutaan rasa penasaran, ku buka pelan-pelan kunci duplikat love houseku dan ku temukan Ocha dengan teman prianya bercumbu dan berpelukan dengan mesranya, bagaimana bisa ia melakukan itu saat pernikahan kami telah menuju titik akhir. Aku rasakan hatiku begitu hancur, tubuhku di kuasai amarah dan kebencian, untuk pertama kalinya tanganku memukul orang lain dan mulutku berbicara kasar dengan seorang wanita, wanita yang sangat ku cinta dengan segenap hatiku dan dengan sekuat tenaganya ia menghancurkan semuanya. Aku usir mereka keluar dari love houseku dan memintanya jangan pernah muncul dihadapanku lagi. Aku bagai tersambar petir yang menghanguskan tubuhku sampai bau hangusnya masih dapat ku cium. Sakit sangat sakit.

Aku bawah pulang mobil kado pernikahanku buat Ocha pergi menjauh dari love houseku, tak percaya kalau untuk kedua kalinya ia telah meluluh lantakkan kehidupanku hingga hancur berkeping-keping. Unuk pertama kalinya aku harus menagis karena cinta, ku laju mobil ku dengan kecepatan yang sangat tinggi pada jalan tol hingga akhirnya aku kehilangan kendali dan menghantam sebuah truk, mobil baru yang ku belikan buat Ocha terpental begitu jauh, ku rasakan darah segar bercucuran di kepalaku dan penglihatanku mulai gelap hingga aku tak tahu lagi.

***

Saat tersadar ku temukan tubuhku telah terbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit, sekujur tubuhku begitu sakit dan ngilu, rasanya telah lama sekali tubuhku terbaring di atas tempat tidur ini. Aku pandangi satu persatu orang yang menungguiku, ku lihat mata Ummiku yang begitu bengkak karena menangis dan ditangannya tergantung tasbih yang ia beli saat pulang menunaikan ibadah Hajinya dan Abhiku yang terus menguatkan ummi lalu ku lihat dua wajah yang sangat tidak asing dalam ingatanku, aku berusaha mengingatnya dan aku tersadar dengan wajah dua orang itu, wajah itu yang pertama kali ku lihat saat memasuki rumah Eka. Sekuat tenaga ku panggil nama Eka, entah kenapa saat terluka seperti ini hanya dia yang mampu membuatku kembali berdiri.

"Istirahatlah dulu nak, kamu baru sadar dari koma hampir dua minggu. Eka nanti akan datang menemuimu. Cepatlah sembuh maka om dan tante akan mengantar Eka kesini" tebakanku benar meraka ayah dan ibu Eka.

Aku percaya Eka sulit untuk memaafkanku, ku rasa itu sangat wajar aku telah meninggalkannya demi Ocha, demi cinta pertamaku, demi seorang penghianat. Sampai saat kondisiku membaik Eka tak pernah mengunjungiku di rumah sakit ini, aku sangat merindukannya bahkan sangat membutuhkannya untuk menguatkanku kembali. Aku butuh semangatnya, butuh canda tawanya dan butuh senyuman imutnya. Aku sangat membutuhkannya berada disampingku.

Hari demi hari kondisiku makin membaik, dokter telah membolehkankaku untuk pulang kerumah besok dengan syarat aku tetap harus menjalanin pengobatan jalan. Ummi dan Abhi memeluk tubuhku, ku tahu hampir sebulan ini mereka lelah untuk menjagaku dan aku telah membuat mereka khawatir, membuat ummi menangis.

"Selamat ya Dirhan, mulai sekarang kamu harus jaga dirimu baik-baik" ibu Eka memberiku nasehatnya dengan lembut

"Kami juga ingin pamit kembali ke Canada"

"Tapi om dan tante janji membawa Eka kesini, sekarang aku telah sembuh om, tolong antar Eka kesini aku ingin minta maaf dengannya, om"

"Tenang saja om dan tante tak pernah lupa janji itu Dir ' lalu ayah Eka menyodorkan sebuah hand cam milik Eka yang sering dibawahnya kemana-kemana dan sebuah diary ungu dan selembar surat bersampul ungu.

Aku tak mengerti kenapa ayahnya memberiku barang-barang Eka padahal yang ku butuhkan adalah Eka bukan barang-barang ini, lalu seperti di komandoi ummi, abhi orang tua Eka keluar dari ruang kamar perawatanku meninggalkanku sendiri. Aku putar video dari hand cam Eka, disana ia merekam semua gerakanku dari sejak pertama kali aku berkenalan dengannya dari saat aku masih menganggapnya gadis imut yang aneh, sampai saat kami buka butik dan toko sepatu, dia juga merekam saat aku tertidur mendengkur karena kelelahan, dia memberi nama folder diriku my love my life video itu membuatku tersenyum kegelian, Eka memang gadis yang mampu membeli semua rasa sakitku. Lalu ku buka buku diarynya tiap lembar ia memasang foto kami dan semua kejadian yang aku dan dia lewati semuanya tertulis dengan rapi di diary Ungu itu. Dan terakhir ku buka surat darinya bersampul ungu yang ku tahu memang dia sangat menggilai warna violet.

Dear kakak Dirhan ku sayaaang....

Bagaimana keadaanmu kak saat membaca surat ini? Aku harap kau telah berhasil melawan sakitmu. Berjanjilah padaku akan menjaga tubuhmu karena hidup hanya sekali kak dan nyawa tak dapat kau beli, apa kau ingat saat pertama kali ku ajak kau ke pemakaman jeruk purut? Makam itu milik Wendra, dia adalah orang yang dulu Eka sangat sayang namun dia pergi meninggalkan ku sendiri bersama dengan hobbynya balapan motor. Saat kau datang padaku hanya meminta cincin kenanganmu itu, aku melihat Wendra dalam caramu mencinta seseorang, itulah alasan kenapa aku menukar cincin kakak dengan kebersamaan kita karena aku ingin belajar mencinta kakak sama seperti aku mencintai Wendra dulu. Ayah ibuku mengajaku untuk menetap di Canada karena dalam otakku terdapat kanker, namun aku tak ingin meninggalkan Wendra sendiri disni kakak sampai saat aku menemukan kakak Dirhan. Aku menemukan semangat hidup, aku ingin hidup lebih lama untuk bersamamu kak, tiap butir pil yang harus ku paksa masuk dalam mulutku itu ku sertakan cintamu agar aku mampu menelannya. Saat tubuhku sakit aku sembunyikan itu agar tak ku lihat raut wajah sedihmu, saat kita sibuk dengan pengembangan butik dan toko sepatu aku sering lupa meminum obat rutinku membuat tubuhku pingsan dengan sendirinya, saat kau ingin membawaku kerumah sakit aku sangat ketakutan, aku takut kau sedih kak dan menjadi beban fikiranmu. Saat aku terbang ke Canada untuk cek up kondisi otakku dokter memintaku menjalani perawatan insentif, aku pulang ke Indonesia untuk memintamu menemaniku melewati perawatan itu karena aku mulai takut saat dokter memberi tahu kalau status kankerku memasuki stadium 3, namun belum sempat ku cerita itu padamu kau meminta izin untuk menikahi Ocha mantan pacarmu dulu. Ingin rasanya mendengar jawabanmu kalau kau tidak bahagia dengan kehadiranya namun yang ku dengar itu berbeda. Saat itu aku sadar kak aku tak pernah mampu membuatmu jatuh cinta padaku, hatiku hancur kak namun aku tetap harus tersenyum agar kau tak berat pergi meninggalkanku, saat kakak pergi aku hanya bisa berlari ke toilet restoran hanya untu menangis kegagalanku membuatmu jatuh cinta padaku.

Kini saat ku tahu dari karywan butik kita kau berjuang dengan maut, aku kabur dari rumah sakit dan terbang ke Indonesia. Hatiku sangat remuk saat ku lihat sekujur tubuhmu terluka, memar dan membutuhkan transfusi darah secepat mungkin. Aku memberikan darahku untuk tubuhmu, meski aku harus menandatangi surat pernyataan akan menanggung semua resiko mengingat saat itu tubuhku pun lagi berjuang melawan penyakitku namun apapun itu kak, akan ku lakukan buatmu. Aku ingin darahku yang mengalir dalam tubuhmu bukan darah orang yang tak kau kenal, aku ingin cintaku tetap mengalir dalam tubuhmu meski kau tak mampu mencintaiku kak. setalah tim dokter berjuang menyelamatkan dirimu, samar-samar ku dengar mereka bilang pada ayah ibuku, abhi ummi mu kalau kedua kornea matamu rusak, dalam kondisiku yang lemah dan nafasku pun rasanya hampir putus ku berusaha menulis surat cinta pertamaku untukmu yang mungkin akan jadi yang terakhir pula, tak tahu sampai kapan aku masih bisa menjaga cintaku untukmu kak, cinta yang tak pernah kau balas, cinta yang ku berikan lebih besar dari yang kau tahu. aku meminta ayah ibuku untuk memberi mataku untukmu saat Tuhan tak memberiku kesempatan lagi untuk menjagamu. Berjanjilah padaku kak, kau akan menjaga tubuhmu demi darahku yang mengalir dalam tubuhmu, demi kedua kornea mataku yang kini kau pakai untuk meyakinkanmu kalau indah itu masih ada dan terus tersenyum apapun yang terjadi, jangan bilang pada Tuhan kau punya masalah namun bilanglah pada masalah kau punya Tuhan dan ucapkan dalam hatimu semuanya akan baik-baik saja aku yakin mampu melewatinya. Aku mohon berjanjilah buatku, kau akan bahagia karena bahagiamu itu yang ku butuhkan.

Terima kasih kak, telah memberiku kesempatan walau sangat singkat namun bersamamu itu membuatku bahagia. Memberiku true story love. Aku mencintaimu kakak Dirhan.

RS. Pertamina

Jakarta, 23 Oktober 2012

Eka Putri Pradipta

Aku peluk tubuhku yang menggigil, tangisku pecah di kamar VIP ruang perawatanku. Aku larut dalam kecantikan Ocha tanpa pernah menyadari kalau Tuhan telah mengirimkan malaikatnya untuk menemani hari-hariku, dengan kebodohanku ku buang semua kesempatan itu begitu saja dan kini Tuhan mengambil kembali malaikatnya.

Aku tak pernah menjaga apa yang aku miliki, aku silau dengan tampilan luar yang dikemas begitu cantik. Aku tak sadar kalau saja terkadang mata selalu menipu. Saat kehilangan aku baru merasakan rindu dan saat aku sadar semuanya telah pergi, rasanya ingin berlari mengejar keterlambatan itu tapi semuanya tak mungkin. Dia membuatku menangis karena kebodohanku menyia-nyiakan cinta yang sekarang Tuhan membuatku mencintai setengah mati saat dimensi kami berbeda. Aku percaya dimanapun dia saat ini, dia tersenyum bahagia karena dia telah membuatku jatuh cinta bahkan sangat cinta, aku percaya dia hidup dalam tubuhku, mengalir dalam darahku dan saat aku rindu kapan saja aku bisa memejamkan mataku yang dulu miliknya maka akan ku temui dia dalam cintaku.

Hari ini, aku duduk tepat di depan batu nisannya, membawakannya warna-warni bunga yang cantik dan mengirmkannya ribuan doa. Dia telah memberiku cinta yang tak pernah ku sadari, dia selalu membuatku bangkit dan tetap berdiri dengan tegar mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja, dan karena dia aku percaya kalau kecantikan fisik tak pernah menjamin kecantikan hati, kalau hubungan yang telah lama dilewati tak berarti mampu menciptakan rasa tulus.

Eka mengajarku untuk tetap hidup sederhana agar saat berada di atas aku tak pernah lupa kalau semuanya di awali dari nol. Aku jual rumah love house yang dulu ku beli buat Ocha dan hasil penjualan itu ku bangun pasantren dan mesjid agar tiap harinya dia menerima kiriman kado terindah dari para santri dan jamaah mesjid. Pasantren dan mesjid yang ku beri nama Nur Eka Putri Pradipta.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun