Aku jawab pertanyaan itu dengan hati yang sangat plong seperti telah lama hatiku terpenjara dan kini bebas. Aku lupa kalau saat ini ada Eka dalam hidupku.
***
Diam-diam ku atur persiapan pertunanganku dengan Ocha dan kini otakku mulai berfikir bagaimana cara menjelaskan semua ini dengan Eka. Aku ajak dia makan tak jauh dari butikku, wajahnya sangat ceria masih seperti saat pertama kali bertemu dirumahnya untuk meminta kembali cincin kenanganku.
"Kakak sibuk banget, sudah seminggu Eka pulang ke Indonesia baru bisa ketemu hari ini. Apa kakak tidak kangen sama Eka? "
Aku jawab pertanyaannya dengan senyuman, entah bagaimana harus ku mulai pembicaraan tentang niatku menikah dengan Ocha yang kini telah kembali denganku.
"Kha, bagaimana kalau kakak bukan jodoh kamu?" tanyaku perlahan dengan Eka
"Kenapa kakak bertanya seperti itu ke Eka?"
"Saat kau pergi kakak tanpa sengaja ketemu kembali dengan Ocha, kamu ingatkan? Dia yang ingin ku lamar dengan cincin yang dulu kau beli. Dia mengajak kakak untuk kembali dan sekarang dia sudah siap menjadi istri kakak. Kakak masih sangat mencintainya, Kha"
Aku jelaskan bagaimana perasaanku dengannya yang hanya sebatas sayang dan bagaimana bahagianya aku saat Ocha ingin kembali bersamaku. Aku tahu semua ini akan melukai hatinya namun aku tidak ingin terus membohonginya dan memberi harapan palsu, lalu ku tanya apa yang harus ku lakukan saat ini, saat Ocha datang pada hidupku kembali menawarkan cinta dan aku telah memilki orang lain yang aku hanya sayang. Aku tahu Eka gadis yang sangat kuat tak ku lihat tangis itu jatuh dipipinya dan ia mendengarkan kebingunganku seperti sahabat yang mendengarkan curahan hati sahabatnya. Lama sekali kami terdiam larut dalam fikiran masing-masing hingga akhirnya Eka menarik nafas yang panjang dan melepasnya agar bercampur dengan udara pada restoran.
"Apa kakak bahagia dengannya?" pertanyaan Eka mencirkan kebisuan kami
"Iya Kha, kakak bahagia saat bersamanya, sangat bahagia"