Mohon tunggu...
TONNY E. NUBATONIS
TONNY E. NUBATONIS Mohon Tunggu... Lainnya - - Visi Raja, Hati Hamba, Mental prajurit -

_MENULIS UNTUK BELAJAR DAN BERBAGI_ *Tertarik dengan Keuangan Perkoperasian, Literasi Keuangan, Bisnis, Investasi dan Financial Freedom*.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Anggota Koperasi, Kredit Lalai dan Doom Spending: Tips Terhindar Doom Spending demi Mencegah Kredit Lalai

1 November 2024   23:46 Diperbarui: 2 November 2024   06:08 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: Metro Kaltara

Sharing to Learning:

Sebagai pendahuluan dalam tulisan ini saya ingin berbagi kisah yang menjadi pengalaman kerja di lapangan saat bertemu dua orang anggota koperasi. Perbedaan dua anggota ini dalam hal mengelola uang pinjaman untuk tujuan modal usaha.

Pertama. Sebut saja namanya Om Dani, merupakan salah satu anggota koperasi yang mengajukan pinjaman pada tahun 2021 lalu dengan tujuan untuk pengembangan usaha kios. Berdasarkan akad pinjaman, jangka waktu yang diambil om Dani selama 24 bulan. Pinjaman sudah terlewat 12 bulan dari masa jatuh tempo dan tak kunjung lunas (sisa pokok pinjaman masih setengah yang terbayar).

Saat tanggal pembayaran angsuran  tiba di pertengahan oktober 2024 lalu, saya berkunjung ke rumah om Dani untuk menjemput cicilan angsurannya. Melihat data riwayat pembayaran beliau di sistim, ternyata jumlah angsurannya selalu kurang sudah sejak 3 bulan setelah waktu pencairan pinjaman.

Saya kemudian memberi penjelasan akan dampak yang kurang baik bagi keuangannya jika pembayaran sudah lewat jatuh tempo, apabila pinjaman tidak dilunasi sesegera mungkin. Om Dani pun mulai curhat bahwa pembayaran pinjaman yang kurang lancar dan tidak tepat jumlah diakibatkan oleh kelalaiannya bersama sang istri dalam mengelola uang pinjaman.

"Itu waktu ketong pake uang pinjaman sedikit sa untuk modal kios, sebagian besar ketong pake untuk belanja barang perlengkapan rumah, pake acara kumpul keluarga adik dong nikah, pake di maitua pung keluarga meninggal, deng beli hape baru kasi ana buah ma dia kas rusak, jadi terakhir barang kios mulai kurang dan keuntungan ju kurang...begitu pak...", demikian curhatan om Dani dengan wajah ajak lesu.

Ternyata oh ternyata, om Dani dan istrinya kurang bijak dalam mengelola uang pinjaman sesuai tujuan awal yang direncanakan. Mereka tidak menggunakan sebagian besar atau bahkan uang seutuhnya untuk mengembangkan usaha kios, melainkan untuk pembelian perabotan baru di rumah, keperluan nikahan saudara, keperluan duka keluarga dan membeli hp baru untuk anak yang akhirnya dibuat rusak sia-sia.

Kios sembako yang merupakan usaha utama untuk mengais rezeki,  akhirnya perlahan mulai kekurangan stok barang. Modal, omset dan laba bersih mulai  tergerus, belum lagi beban wajib angsuran pinjaman yang tak kunjung lunas dan kebutuhan rumah tangga yang harus selalu terpenuhi.

Om Dani terlihat begitu menyesal akan kelalaiannya bersama sang istri dalam mengelola uang pinjaman. Namun, apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur.

Kisah pertama ini berbanding terbalik dengan kisah kedua. Sebut saja namanya kaka Yurma, ia bersama suaminya merupakan pasangan muda. Keduanya sepakat mengajukan pinjaman di koperasi dengan sistim grace periode (pokok pinjaman dilunasi utuh saat jatuh tempo) berjangka waktu 12 bulan dengan tujuan untuk usaha penggemukan ternak sapi.

Uang hasil pinjaman yang diperoleh saat pencairan langsung digunakan keduanya untuk pembelian 4 ekor sapi seharga 5 juta per ekor. Sapi dipelihara 1 tahun kemudian dijual seharga 9 sampai 10 juta per ekor.

Saat 2 minggu sebelum tanggal jatuh tempo, saya sempat mengunjungi Kaka Yurma bersama suaminya untuk mengingatkan waktu pelunasan pinjaman akan segera tiba. Terlihat senyum sumringah di wajah keduanya sambil mengatakan bahwa keempat ekor sapi sudah laku terjual dan pinjaman bisa langsung dilunasi, bahkan sebelum tanggal jatuh tempo.

Senyum sumringah kedua pasangan muda ini bukan hanya karena pinjaman sudah akan terlunasi tepat waktu, tapi juga mendapat keuntungan tambahan yang cukup memadai.

Peran Koperasi dan Tantangan Kredit Lalai


Koperasi simpan pinjam (KSP) menjadi salah satu lembaga keuangan non perbankan yang cukup memainkan peran vital dalam  menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat, khususnya bagi para anggotanya.

Kehadiran KSP cukup menjadi angin segar bagi mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah dan cenderung masih sulit mendapatkan layanan dari bank konvensional.

Dengan menawarkan pinjaman yang cukup lebih mudah dan bunga yang relatif murah, KSP dengan upaya mensejahterakan anggota-anggotanya menjadi salah satu solusi keuangan bagi mereka yang membutuhkan modal usaha.

Walau demikian, KSP dalam proses bisnisnya untuk mewujudkan upayanya yang luhur itu tidak selalu berada di jalan yang mulus. Kredit lalai/macet (KL) menjadi tantangan yang cukup krusial yang dihadapi oleh lembaga koperasi itu sendiri dan para anggotanya.

KL ibarat penyakit yang dapat menyerang siapa saja, tergantung bagaimana melakukan upaya pencegahan dan penanganan dengan bijak dan tepat sehingga penyakit ini tidak terus menjadi masalah berkelanjutan.

Berdasarkan pengalaman menangani permasalahan KL di lapangan, pada umumnya KL lebih banyak terjadi dari pihak keanggotaan yang mengalami masalah keuangan. Hal ini terjadi tanpa disengaja/tidak terprediksi, seperti karena krisis ekonomi, mengalami bencana, usaha yang mandek, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lain-lain.

KL yang semakin merajalela akan mengancam produktifitas keuangan, bukan hanya terhadap lembaga koperasi itu sendiri tetapi juga ekonomi para anggotanya. Walau demikian, tantangan ini harus dicari akar permasalahannya sehingga dilakukan tindakan pencegahan dan penanganan yang tepat dari hulu sampai ke hilir.

Doom Spending Sebagai Penyebab Masalah KL

Istilah doom spending sudah tidak asing lagi terdengar di telinga, sebab menjadi sebuah fenomena yang sementara dihadapi oleh generasi milenial dan generasi Z. Sebuah topik yang cukup hangat diperbincangkan sejauh ini, khususnya di kompasiana.

Secara sederhana, doom spending ini merupakan salah satu istilah yang menggambarkan tentang bagaimana  sikap seseorang mengelola pengeluaran keuangan pribadinya.

Dilansir dari detikedu, Doom Spending adalah istilah untuk pengeluaran di atas rata-rata atau di luar tarif normal seseorang, meskipun ada kekhawatiran dalam ekonomi. Sederhananya, sebuah fenomena pengeluaran uang yang sia-sia.

Doom Spending berkaitan erat dengan perilaku/sikap seseorang dalam melakukan pengeluaran keuangan secara impulsif. Memiliki tujuan pembelian dan pemenuhan keinginan-keinginan lainnya secara konsumtif, yang dilakukan secara berlebihan dan tidak terkontrol.

Dalam perkembangannya, Doom Spending tidak hanya menjadi masalah generasi Z, tapi juga generasi Milenial. Kedua generasi ini hidup di zaman dimana perkembangan teknologi yang semakin masif dan mempengaruhi sikap emosional dalam mengelola finansial.

Melihat kedua contoh kasus yang dikisahkan di awal, Om Dani dan Kaka Yurma, keduanya sama-sama merupakan generasi milenial yang memiliki dua sikap berbeda terkait pengelolaan keuangan.

Om Dani bersama sang Istri yang terjerat doom spending  mengalami masalah keuangan karena kurang bijak mengelola uang pinjaman. Pinjaman yang seharusnya bertujuan untuk kebutuhan produktif yakni modal pengembangan usaha kios, malah sebagian besar digunakan untuk pengeluaran impulsif konsumtif.

Akibatnya, produktifitas usaha kian merosot, dan akhirnya masalah keuangan mengancam dan mengganggu stabilitas ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Bukan hanya itu, kewajiban membayar angsuran pinjaman menjadi lalai (kredit lalai).

Doom Spending yang dialami generasi milenial, khususnya seperti om Dani dan sang istri umumnya disebabkan dari sisi  psikologis. Dalam artian menyebabkan seseorang tidak tahan dengan pengaruh gaya hidup FOMO dan YOLO dari luar demi memenuhi keinginan untuk diakui/dipuji oleh orang lain.

Hal ini juga senada seperti yang dikatakan oleh Riza Wahyuni, psikolog dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya. Dikutip dari detikjatim, Riza menjelaskan bahwa faktor-faktor utama yang memicu Doom Spending antara lain, kemudahan akses belanja online, promosi masif di media sosial dan kebutuhan validasi sosial yang tinggi.

Hanya demi mendapatkan validasi sosial berupa pujian/pengakuan dari orang lain (dari media sosial dan dari tetangga), seseorang tidak lagi berpikir dengan bijak, cenderung impulsif konsumtif dengan menggunakan uang yang ada, khususnya uang pinjaman.

Jika ini telah terjadi maka tindakan memenuhi kesenangan sementara mungkin akan tercapai, tetapi perlahan mulai akan timbul masalah keuangan berkelanjutan di masa yang akan datang.

Dampak Pembayaran Pinjaman Lalai dan Pinjaman Lancar Bagi Anggota Koperasi.

Pengelolaan uang pinjaman dengan baik sudah tentu menciptakan prestasi pembayaran yang baik/lancar, begitupun sebaliknya.  Dari sisi keanggotaan koperasi, terdapat sejumlah dampak  bagi anggota jika mengalami masalah kelalaian pembayaran pinjaman dan pembayaran yang lancar.

Berkaca dari kedua kisah diawal, bisa dilihat dua perbedaan dalam mengelola keuangan dan memiliki dampak masing-masing.

Jika kita berada di posisi om Dani dan sang istri yang kurang bijak mengelola keuangan akibat Doom spending, maka dampaknya:

1). Nama baik tercoreng. Pinjaman yang lalai membuat petugas akan sering berkunjung untuk melakukan penagihan. Hal ini akan menciptakan stigma yang buruk dari orang lain (khususnya tetangga) terhadap sang anggota itu sendiri. 

2). Semakin menambah beban pembayaran denda pinjaman jika pinjamannya macet/bolong pembayaran di bulan berjalan.

3). Semakin menumpuk beban pembayaran karena akumulasi tunggakan bunga yang semakin tinggi, apalagi pinjaman telah jatuh tempo.

Bila pembayaran bunga pun kurang atau macet bayar, tentu akan membuat pinjaman sulit terlunasi sehingga semakin menambah beban tunggakan bunga. Jika setiap bulan sang anggota hanya membayar bunga pinjamannya saja maka hal ini tentu lebih menguntungkan pihak koperasi, dan beban pembayaran bunga akan terus menjadi tanggung jawab anggota secara berkepanjangan. Jika pokok pinjaman tidak dibayar maka beban pokok hutang akan tetap ada.

4. Kehilangan kepercayaan dari pihak lembaga koperasi karena menciptakan track record pembayaran pinjaman yang kurang baik. Akibatnya, besar kemungkinan pengajuan pinjaman berikut tidak disetujui sesuai permohonan, bahkan dibatalkan.

5. Kemungkinan besar sulit mengajukan kredit di tampat lain. Walaupun sistim koperasi belum masuk BI Checking/ tidak di bawah pengawasan OJK tetapi tidak menutup  kemungkinan informasi kredit lalai terdeteksi oleh pihak bank atau leasing jika sang anggota ingin mengajukan kredit. Hal ini menyebabkan sang anggota akan kesulitan/tidak terlayani saat mengajukan kredit di bank dan leasing.

6. Tidak mendapatkan reward dari koperasi dan hanya mendapat bonus sisa hasil usaha yang minim.

Sedangkan dampak bagi Kaka Yurna yang telah menjalankan kewajiban dengan baik:

1). Reputasi peminjam dan keluarga terjaga dengan baik. Terciptanya hubungan baik dengan pihak koperasi.

2). Kondisi keuangan tetap terjaga dengan baik karena lebih menguntungkan mereka sebagai anggota. Jika pinjaman dilunasi tepat waktu, atau bahkan sebelum waktu jatuh tempo maka para anggota tidak terbeban dengan bunga pinjaman berjalan lagi.

3). Mempermudah proses pengajuan pinjaman selanjutnya.

4). Kemungkinan besar mendapat reward dan jumlah sisa hasil usaha yang cukup memadai dari pihak koperasi.

5). Selain kondisi keuangan yang terkendali, tidak ada beban psikologi akibat stres atau depresi karena masalah keuangan. Dalam artian ekonomi rumah tangga lebih sejahtera dan kehidupan menjadi lebih bahagia.

Tips Menghindari Doom Spending Agar Mencegah Kredit Lalai

Doom Spending mengakibatkan masalah keuangan yang sangat signifikan. Mempengaruhi produktifitas usaha, mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangga dan kewajiban membayar angsuran pinjaman.

Berikut beberapa tips yang dapat dilakukan, baik dari pihak lembaga koperasi maupun anggotanya sehingga menghindari terjadinya Doom spending demi mencegah kredit lalai.

A. Dari Pihak Lembaga Koperasi 

1). Perlu melakukan upaya sosialisasi secara masif dan intensif dalam kegiatan bersama hingga sosialisasi secara eksklusif ketika bertemu dengan anggota.

Sosialisasi yang singkat, padat dan jelas (to the point) secara ekslusif kepada anggota akan lebih efektif karena bersifat kontekstual. Upaya ini dapat dilakukan oleh petugas lapangan saat melakukan survey pinjaman di lapangan dan juga ketika wawancara tambahan di kantor oleh pimpinan/analis kredit untuk proses pencairan pinjaman.

Hal ini penting untuk memberi bekal bagi anggota ketika akan membawa pulang uang pinjaman untuk dikelola.

2). Mentoring/Pengontrolan secara kontinu. Hal ini membuat para anggota merasa terawasi dan terdampingi sehingga mereka lebih berpikir 2 kali jika akan menggunakan uang pinjaman untuk kepentingan lain/ tidak sesuai tujuan awal.

3). Pemberian materi pendidikan dasar berkoperasi dan pendidikan literasi keuangan dengan lebih komprehensif kepada anggota yang baru bergabung atau yang baru mengajukan pinjaman.

B). Dari Pihak Anggota Koperasi : 

1). Rencanakan dan tetapkan tujuan yang matang sebelum mengajukan  pinjaman.

2). Analisa segala resiko dan peluang-peluang yang ada dengan cermat dan akurat untuk kebutuhan penggunaan uang yang akan dikelola.

3). Ajukan pinjaman harus sesuaikan dengan kemampuan pengembalian. Ini bertujuan jumlah angsuran tidak menjadi beban dikemudian hari saat pembayaran. Diusahakan alokasi pembayaran angsuran pinjaman sebesar 30% dari total penghasilan/pendapatan gaji atau bisnis.

4). Jangan menunda-nunda pengelolaan uang sesuai tujuan yang telah ditetapkan di awal. Uang pinjaman yang telah diperoleh harus langsung dikelola sesuai tujuan. Hal ini demi mencegah godaan keinginan mengambil sedikit demi sedikit untuk keperluan lain.

Belajar dari kaka Yurma dan sang suami yang meminjam untuk membeli ternak sapi. Uang pinjaman yang telah diperoleh langsung dikelola sesuai tujuan, akhirnya mendapat hasil yang baik dikemudian hari.

5). Jangan mudah terpengaruh dengan  godaan konsumtif dari luar. Usahakan untuk berpikir dengan bijak dan tidak bersikap impulsif. Utamakan pengeluaran keuangan untuk kebutuhan, khususnya kebutuhan yang menghasilkan income/pendapatan. Kurangi, atau bahkan lebih baik hentikan pengeluaran yang hanya bertujuan memenuhi keinginan semata.

6). Jika menemui kendala dalam pengelolaan uang pinjaman, sebaiknya koordinasi secepat mungkin dengan petugas di lapangan atau di kantor. Hal ini demi meminimalisir risiko dengan upaya preventif sebelum terjadi masalah yang lebih besar.

Semoga tips ini menjadi bekal yang baik agar kita lebih bijak dalam mengelola keuangan pribadi, apalagi uang pinjaman. Belajar dari pengalaman om Dani dan Kaka Yurna yang telah terjadi, pilihan ada pada diri kita masing-masing.

Salam literasi keuangan.

Oebesi-Amarasi Timur-NTT

Tonny E. N

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun