Uang hasil pinjaman yang diperoleh saat pencairan langsung digunakan keduanya untuk pembelian 4 ekor sapi seharga 5 juta per ekor. Sapi dipelihara 1 tahun kemudian dijual seharga 9 sampai 10 juta per ekor.
Saat 2 minggu sebelum tanggal jatuh tempo, saya sempat mengunjungi Kaka Yurma bersama suaminya untuk mengingatkan waktu pelunasan pinjaman akan segera tiba. Terlihat senyum sumringah di wajah keduanya sambil mengatakan bahwa keempat ekor sapi sudah laku terjual dan pinjaman bisa langsung dilunasi, bahkan sebelum tanggal jatuh tempo.
Senyum sumringah kedua pasangan muda ini bukan hanya karena pinjaman sudah akan terlunasi tepat waktu, tapi juga mendapat keuntungan tambahan yang cukup memadai.
Peran Koperasi dan Tantangan Kredit Lalai
Koperasi simpan pinjam (KSP) menjadi salah satu lembaga keuangan non perbankan yang cukup memainkan peran vital dalam  menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat, khususnya bagi para anggotanya.
Kehadiran KSP cukup menjadi angin segar bagi mereka yang berada di kelas ekonomi menengah ke bawah dan cenderung masih sulit mendapatkan layanan dari bank konvensional.
Dengan menawarkan pinjaman yang cukup lebih mudah dan bunga yang relatif murah, KSP dengan upaya mensejahterakan anggota-anggotanya menjadi salah satu solusi keuangan bagi mereka yang membutuhkan modal usaha.
Walau demikian, KSP dalam proses bisnisnya untuk mewujudkan upayanya yang luhur itu tidak selalu berada di jalan yang mulus. Kredit lalai/macet (KL) menjadi tantangan yang cukup krusial yang dihadapi oleh lembaga koperasi itu sendiri dan para anggotanya.
KL ibarat penyakit yang dapat menyerang siapa saja, tergantung bagaimana melakukan upaya pencegahan dan penanganan dengan bijak dan tepat sehingga penyakit ini tidak terus menjadi masalah berkelanjutan.
Berdasarkan pengalaman menangani permasalahan KL di lapangan, pada umumnya KL lebih banyak terjadi dari pihak keanggotaan yang mengalami masalah keuangan. Hal ini terjadi tanpa disengaja/tidak terprediksi, seperti karena krisis ekonomi, mengalami bencana, usaha yang mandek, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lain-lain.
KL yang semakin merajalela akan mengancam produktifitas keuangan, bukan hanya terhadap lembaga koperasi itu sendiri tetapi juga ekonomi para anggotanya. Walau demikian, tantangan ini harus dicari akar permasalahannya sehingga dilakukan tindakan pencegahan dan penanganan yang tepat dari hulu sampai ke hilir.