"Anak kita, Si Viko dari Pongok, barusan ditabrak di dekat rumah saya. Bisakah Kak Hengky menyusul ke Pangkal Pinang?"
"Astagfirullah! Baik..baik.. saya segera berangkat!"
Kak Hengky pun bergegas menuju Pangkal Pinang dari Toboali. Hampir jam 10 malam, Kak Hengky tiba di rumah sakit dan suasana sudah penuh duka. Viko, si anak manis dan bersuara merdu dari Pongok itu, sudah menghembuskan nafas terakhir. Kak Eddy terlihat lemas tidak berdaya dengan mata sayu. Â Safei menangis hingga tiada suara lagi. Dia meringkuk dalam di sudut ruang tunggu. OH, Tuhan... mengapa ini harus terjadi?
"Kita harus membawa pulang jenazahnya ke Pongok, Kak! Teman-temannya juga harus kita pulangkan. Aku sudah tidak sanggup lagi berkendaraan."
Suara Kak Eddy begitu pelan, bergetar menahan tangis.
"Baiklah, aku akan mencari bantuan. Minumlah dulu!"
Kak Hengky menyodorkan sebotol air mineral. Kak Eddy hanya meneguknya sekali saja. Kak Hengky mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya.
"Assalamualaikum! Holidin, sudah tidur, ya?
"Waalaikumsalam, Kak! Iya, Kak, tadi sudah tidur. Ada apa, Kak?"
"Bisakah ke Pangkal Pinang sekarang?"
"Siap, Kak!"