Mohon tunggu...
Tiara Aisyah
Tiara Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Mercu Buana

Nama: Tiara Aisyah Shafarina NIM: 43222010036 Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik Dosen: Prof.Dr.Apollo , Ak , M. Si. Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   13:57 Diperbarui: 11 November 2023   14:23 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah dalam pencegahan korupsi terdapat hambatan yang menghalangi pencegahan atau pemberantasan korupsi? 

Dalam upaya pencegahan korupsi tentu ada hambatan yang menghambat aktivitas pencegahan korupsi. kendala pada pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan menjadi berikut:

1. Kendala Struktural, yaitu kendala yang berasal dari praktik-praktik penyelenggaraan negara dan  pemerintahan yang membentuk penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sesuai dengan rencana. Adapun yang terdapat dari jenis kendala ini seperti egoisme sektoral dan  institusional yang menjurus pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional secara keseluruhan, kurang berfungsinya pengawasan secara efektif,  lemahnya koordinasi antara aparat supervisi dan  aparat penegak aturan, dan  lemahnya sistem pengendalian intern yang mempunyai korelasi positif dengan aneka macam penyimpangan dan  inefesiensi dalam pengelolaan kekayaan negara serta rendahnya kualitas pelayanan publik.

2. Kendala Kultural, yaitu kendala yang bersumber dari norma negatif yang berkembang pada rakyat, yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya , yaitu masih adanya "perilaku sungkan" serta toleran di antara aparatur pemerintah yang dapat menghambat penanganan tindak pidana korupsi, kurang terbukanya pimpinan instansi sebagai akibatnya tak jarang terkesan toleran dan  melindungi pelaku korupsi, campur tangan eksekutif, legislatif serta yudikatif dalam penanganan tindak pidana korupsi, rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan  tuntas, serta sikap permisif (tidak peduli) sebagian besar  masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi.

3. Kendala instrumental, yaitu kendala yang berasal dari kurangnya instrumen pendukung pada bentuk peraturan perundang-undangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sesuai dengan rencana yang telah diputuskan, yang termasuk dalam gerombolan  ini di antaranya, yaitu masih terdapat peraturan perundang-undangan yang bertolak belakang sebagai akibatnya mengakibatkan tindakan koruptif berupa penggelembungan dana pada lingkungan instansi pemerintah, belum adanya "single identification number" atau suatu identifikasi yang berlaku buat seluruh keperluan warga, yang mampu mengurangi peluang penyalahgunaan oleh setiap anggota rakyat, dan lemahnya penegakan aturan penanganan korupsi, serta tumpulnya penegakan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Kendala Manajemen, yaitu kendala yang berasal dari dilalaikan atau dilupakannya dan tidak mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen yang baik seperti komitmen yang tinggi yang dilakukan secara adil, transparan dan  akuntabel yang dimana menghasilkan penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sesuai dengan rencana yang telah diputuskan, yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya yaitu, kurang komitmennya manajemen (Pemerintah) dalam menindaklanjuti hasil pengawasan, lemahnya koordinasi baik di antara aparat pengawasan maupun antara aparat pengawasan serta aparat penegak aturan, kurangnya dukungan teknologi informasi pada penyelenggaraan pemerintahan, tidak independennya organisasi pengawasan, kurang profesionalnya sebagian besar  aparat pengawasan, kurang adanya dukungan sistem dan  mekanisme pengawasan pada penanganan korupsi, dan  tidak memadainya system kepegawaian di antaranya sistem rekrutmen, rendahnya "honor  formal" PNS, evaluasi kinerja serta reward and punishment.

SIAPA ITU SEMAR?

Gambar dibuat sendiri
Gambar dibuat sendiri

Dalam upaya pencegahan atau pemberantasan korupsi perlu pemimpin yang tegas di dalam suatu negara khususnya negara Indonesia. Jiwa pemimpin yang tegas, arif dan bijaksana, serta berwibawa sangat diperlukan di Indonesia. Karakter dari seorang pemimpin merupakan kunci penentu dalam keberhasilan suatu organisasi. Pemimpin tentu harus memiliki rasa asah, asih, asuh, ngopeni (memelihara) dan ngayemi (memakmurkan) agar dapat menciptakan negeri yang makmur, adil, sejahtera, dan sentosa, gemah ripah no jinawi. Sebagai contoh yaitu karakter kearifan lokal di Indonesia yang berasal dari Jawa yaitu wayang yang bernama Semar (dalam bahasa Jawa, yaitu haseming samar-samar) atau dengan nama lengkap Batara Iswara Jurudyah Punta Prasanta Semar. Berikut adalah nama lain semar dan maknanya:

  • Semar hseming samar-samar (sang penuntun makna kehidupan).
  • Badranaya, yang berarti sifat membangun, menciptakan dan melaksanakan perintah Yang Maha Kuasa demi kesejahteraan setiap umat insan.
  • Nayantaka, yaitu wajah pucat pasi seperti layaknya mayat.
  • Saronsari, yaitu seluruh tingkah lakunya yang membuat siapapun melihatnya menjadi terpikat.
  • Dhudha Manang Munung, yang berarti ia bukanlah laki-laki dan juga bukan perempuan, serta pula bukan bencong.
  • Juru Dyah Punta Prasanta, yaitu penjaga atau pelindung (Pamomong) bagi para satria.
  • Janggan Smara Santa, yaitu menjadi guru setiap orang yang getol atau suka bertapa, sabar, dan lapang dada akan sesuatu.
  • Wong Boga Sampir, artinya manusia yang merdeka lahir dan batin.
  • Bojogati, ia adalah pengasuh yang sangat setia dan bertanggung jawab terhadap kewajibannya,

Wayang Semar diceritakan sebagai pengasuh dan juga sebagai penasihat dari para ksatria dalam persembahan wiracarita Mahabrata serta Ramayana. eksistensi sosok Semar secara simbolis sangat berpengaruh pada suasana kebatinan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. 

Semar artinya simbolisasi dari karakter insan (manusia). banyak ajaran dan pelajaran yang dapat digali dari tokoh punakawan ini. Hal ini sesuai dengan ciri orang Jawa yang selalu mengajarkan segala sesuatu secara simbolis, terdapat ungkapan Jawa klasik yang dengan jelas menunjukkan hal tersebut, yaitu "Wong Jawa iku nggoning semu,sinamun ing samudana, sesadone ingadu manis" yang dimana orang Jawa itu tempatnya segala pasemon (perlambang/simbol), segala sesuatunya disamar-samarkan dengan maksud agar tampak indah serta anggun (manis/cantik). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun