Penulis : T.R Sue
Berulang kali ibunya melarang Katya mendekati hutan di sebelah utara padang peternakan mereka.Â
"Banyak hewan buas dan mustahil ada yang mendengarmu jika diserang!" seru ibunya sekali lagi.Â
Katya hanya mendengarkan dalam diam. Mereka tinggal di lereng pegunungan daerah Serbia Timur untuk menghindari trauma akibat peperangan lampau.Â
Kondisi negara mereka saat ini krisis dan cukup mencekam sejak memisahkan diri dari Rusia, beberapa dekade silam.
Mereka beternak dan mengandalkan hasil kebun untuk bertahan hidup. Hidup dalam kesederhanaan dan peradaban modern jauh meninggalkan mereka.Â
Tidak ada sekolah, tidak ada kehidupan seperti di luar sana. Ayahnya, Bojan Baskin, dan ibunya, Djana Bsoich, adalah dua penyintas yang selamat. Seluruh keluarga mereka telah binasa akibat kekejian tentara komunis yang tidak menyetujui Serbia merdeka kala itu.Â
"Katya, dengarkan ibumu. Setiap menggembala domba-domba, kau selalu membawa mereka ke tepi hutan," ucap ayahnya lembut. Bojan tidak pernah marah pada putrinya. Katya adalah kesayangannya.
"Aku hanya mencari buah berry liar, Papa. Di pinggir hutan sangat banyak dan berlimpah," sahut Katya akhirnya memberi alasan.
"Dua keluarga terbantai sejak ayah mereka kembali dari hutan, Kat. Entah apa yang para tentara laknat itu tinggalkan di hutan, tapi pastinya bukan hal yang baik," tandas ayahnya pelan, namun terdengar menakutkan. Katya merasakan nyalinya menciut.
"Tidak seharusnya kau katakan hal seperti itu," protes ibunya tidak menyukai ucapan tersebut.
"Djana, kita harus berhenti menyembunyikan ini dari anak-anak. Mereka berhak mengetahui dan waspada," tukas Bojan menentang istrinya.
"Belum waktunya!" sanggah Djana tegas.Â
Ibunya memang jauh lebih tangguh dan keras dibandingkan ayahnya. Bojan menggerutu dan memilih meneguk whisky buatan sendiri serta tenggelam dalam angan-angan indah di kursi malasnya.
***
Adiknya, Petro dan si bungsu Rein berlari saling mendahului menuju rumah.
"Hei! Berhenti berlarian dalam rumah!" teriak Katya marah.
"Engkau bukan mama, Katya. Jangan berlagak mengatur!" cibir Petro tengil. Katya melayangkan telapaknya namun Petro berkelit dengan gesit.
"Awas, ya! Papa dan mama akan tahu tentang semua kenakalan kalian!" ancam Katya.Â
Gadis berusia empat belas tahun itu harus menjaga adiknya sementara kedua orang tua mereka pergi ke pusat kota menjual hasil pertanian.
"Petro mengajakku ke hutan hari ini," adu Rein yang berusia sepuluh tahun.Â
Petro yang hanya setahun lebih muda dari Katya memang tidak pernah mendengar segala larangan. Seharusnya dialah yang menerima peringatan keras dari mama dan papanya.
"Petro! Benarkah itu?" tanya Katya tajam.
"Jangan terlalu berpikir jauh! Aku hanya mengunjungi bunker yang dulu menjadi persembunyian tentara saja kok," tangkis Petro menyatakan alasannya.
"Tetap saja berbahaya!" bentak Katya mulai hilang kesabaran.
"Banyak senjata di sana, Kat. Mungkin berguna untuk papa berburu!" Adiknya masih bersikeras.
"Entah apa yang di dalam otakmu, tapi jika bawa Rein lagi, kau akan dalam masalah besar!" tandas Katya.Â
Petro mendengus kesal dan meninggalkan ruang makan sederhana mereka dengan langkah cepat yang aneh.
***
Malam itu Katya tidak tenang memikirkan Petro. Kata-kata ayahnya tentang keluarga yang terbantai terngiang. Katya dan ibunya sempat melihat bagaimana keluarga tersebut dinaikkan ke atas truk dengan kondisi terbungkus kain sprei putih kusam yang penuh bercak darah.Â
"Kat," panggil Rein dari balik selimutnya.
"Ya," jawab Katya dari tempat tidur seberang. Keduanya harus berbagi kamar tidur sementara Petro memiliki kamar sendiri di atas.
"Petro tadi diserang hewan aneh yang berlendir," ucap Rein pelan namun ketakutan.
"Maksudmu?"
"Dia digigit lehernya. Aku berlari dan takut."
"Sudahlah, paling hanya kelelawar atau tikus tanah. Jangan ikuti dia lagi Rein. Jika serigala yang menyerang kalian, tidak ada kesempatan hidup. Kamu dengar laranganku Rein?"
"Ya, serigala. Aku tahu, Kat."
"Sudah tidurlah." Katya menarik selimut tinggi-tinggi dan terlelap. Rein melakukan hal yang sama. Orang tua mereka akan kembali esok dan semuanya akan baik-baik saja.
***
Keesokan paginya Katya bangun dan tidak menemukan Petro. Usai memberi makan ayam dan babi, orang tuanya kembali. Rein memeluk ibunya kuat-kuat.Â
"Kami membawa gula-gula untuk kalian," seru ibunya dengan senyum bangga. Ayahnya langsung menghilang untuk melihat domba-domba mereka.
"Mama, Petro pergi ke hutan," ucap Rein mengadu pada ibunya. Djana menoleh pada Katya.
"Betul itu, Kat?" tanya ibunya. Katya menyesal karena tidak memberitahu Rein untuk menutup mulut.
"Iya, Mama," sahut Katya pelan sembari menunduk.
"Mana Petro?" tanya ibunya kembali.Â
Katya menggeleng. Belum sempat Djana memanggil Petro, ayahnya berteriak dari arah padang. Djana bergegas berlari diikuti Katya dan Rein.
"Domba kita dua ekor mati!" seru ayahnya geram.Â
Katya hampir muntah melihat dua domba yang tergeletak dengan usus terburai.
"Jika serigala, kenapa meninggalkan sisa? Binatang rakus itu hampir tidak pernah membiarkan buruannya kecuali tulang belulang," desis Djana. Ayahnya masih memeriksa pagar dengan teliti.
"Entahlah, Djana. Pagar ini juga tidak ada yang rusak ...," gumam Bojan.Â
Katya memilih pergi dan menarik Rein menjauh. Ayahnya terlihat menyeret domba untuk dibakar. Ibunya menyusul Katya dan menyiapkan makan malam.
***
Helaan napas berat terdengar dari Bojan yang sudah duduk di kursi malasnya.Â
"Anak keparat itu kemana? Masih banyak pekerjaan di ladang dan dia pergi seenaknya," umpat Bojan menggerutu atas kepergian Petro.
"Aku sudah meminta Hugo untuk memberi kabar jika melihat Petro," ucap Djana sambil mengangsurkan pie apel yang masih hangat.
Tidak mungkin Petro kabur bersama para pemuda berandalan. Walaupun termasuk tinggi untuk anak seusianya, namun Petro masih dianggap anak kecil oleh mereka. Seketika Katya teringat akan kepergian Petro ke bunker. Mungkinkah dia berada di sana? Katya ingin menyampaikan pada ibunya namun ragu. Rein menguap beberapa kali dan akhirnya gadis itu memutuskan untuk masuk dan menemani adiknya tidur.
***
Katya terjaga dan menajamkan pendengaran. Suara tembakan itu terdengar dengan jelas walau jauh. Rein masih pulas.Â
Katya beringsut bangun dan menyambar jubah panjangnya  buru-buru. Begitu keluar, pintu ruang tamu sudah terbuka. Hati Katya berdebar kencang. Apa yang terjadi? Rasa penasaran mengalahkan takutnya.Â
Tangannya mengambil lampu minyak yang tergantung di teras dan berjalan menuju samping rumah. Katya mendengar suara ibunya dari arah kandang domba. Katya melangkah cepat.Â
"Bojan, kita harus cari bantuan!" seru ibunya.
"Aku pikir peluruku berhasil melukai keparat itu," sahut ayahnya.
"Mama! Papa!" panggil Katya. Djana keluar dari kandang dan heran melihat putrinya keluar.
"Kenapa, Kat?"
"Aku dengar suara tembakan, Mama."
"Kami pikir suara ayam ribut karena musang. Tapi setelah memeriksa, ternyata ada empat domba sudah mati dengan kondisi yang sama," terang ibunya seraya menggandeng tangan Katya untuk kembali ke rumah.
"Apakah serigala menyerang lagi, Mama?" tanya Katya penasaran.
"Mama tidak yakin. Peluru senapan berhasil mengenainya dan binatang itu sempat tersungkur. Tapi karena gelap, sulit mengenali bentuk binatang itu," jawab ibunya dengan kesal.
"Aku buatkan teh untuk kalian," ucap Katya dan mendahului masuk serta mulai menyalakan tungku.
Ibunya mengiyakan dan menutup pintu depan. Ayahnya muncul dari pintu dapur dengan wajah terengah.
"Aku akan mendatangi Hugo, malam ini kami harus memburu makhluk sialan itu sementara ia terluka dan tidak bisa lari jauh," ucap Bojan meraih kunci truk dan berpamitan pada keduanya. Ayahnya pergi dengan tergesa dan tak lama terdengar suara truk menjauh.
"Mama, ada yang belum aku ceritakan tadi," cetus Katya lirih sembari meletakkan cangkir teh.
"Tentang Petro pergi ke hutan?" tebak ibunya.
"Bukan hanya ke hutan, Mama," tukas Katya cepat dan duduk di hadapan ibunya.
"Petro pergi kemana, Katya?" tanya Djana penuh selidik dan tampak tidak sabar. Katya terlihat gemetar.
"Ke bunker ...," jawab Katya.Â
Wajah ibunya mendadak pucat. Katya menatap perubahan pada ibunya dengan gugup. Tubuh Djana tampak tertegun dan tidak bergerak sedikit pun.Â
"Petro ke bunker?" tanya Djana kembali lirih. Putrinya makin terlihat gelisah.
"Rein mengatakan jika sesuatu menggigit lehernya," jawab Katya.Â
Djana mengeraskan rahang dan berjalan menuju kamar tanpa mengatakan apa pun. Ibunya kembali dengan pistol di tangan. Katya tidak pernah tahu jika ibunya menyimpan senjata tersebut.Â
"Kunci semua pintu, dan pastikan jendela juga!" perintah ibunya.Â
Katya segera melesat dan melakukan perintah ibunya. Katya juga baru sadar jika ibunya mengganti baju dengan celana panjang cargo dan kaos besar. Kenapa ibunya berpenampilan seperti lelaki?Â
"Cek adikmu di kamar," pinta Djana sementara memeriksa magasinnya.Â
Katya berbalik dan menuju kamarnya yang berada paling ujung. Katya membuka pintu dan mengintip ke dalam. Rein masih terlelap. Katya menutup kembali pintu dan melangkah kembali ke ruang tamu.
"Mama, ada apa dengan bunker itu? Kenapa terdengar sangat menyeramkan?" tanya Katya. Djana masih mengintip di jendela dan menebarkan pandangannya keluar. Akhirnya wanita itu berbalik dan mengambil cangkir teh di ruang makan.Â
"Ada hal yang belum pernah kami ceritakan padamu," ucap Djana kembali dan memulai ceritanya. "Dulu, Mama adalah anggota tentara yang menghuni bunker tersebut. Setelah satu kejadian menimpa kami, pasukan tercerai berai dan Mama berhasil selamat. Semua laporan mengatakan jika seluruh pasukan mati. Padahal yang terjadi malam itu, bukan hanya kematian saja. Melainkan sebuah teror mengerikan yang tidak akan pernah kami lupakan." Djana meminum tehnya untuk mengurangi ketegangan saat membayangkan masa lalu.Â
"A-apakah itu, Mama?" tanya Katya merapatkan tubuh di sofa.Â
"Entah apa namanya, tapi sosok itu mirip binatang kecil berlendir dan kemudian menginfeksi hampir separuh dari pasukan. Satu persatu berubah menjadi gila dan ketika lepas kontrol, mereka menyerang kami dan memakan hidup-hidup," ungkap ibunya sendu. Katya mulai menangis.Â
"Maksud Mama, apakah Petro berubah menjadi makhluk itu?" tanya Katya gemetar.
"Entahlah, Kat. Entahlah ...," jawab Djana tergagap.Â
Membayangkan putranya berubah menjadi sosok yang mengerikan seperti malam itu. Djana merasakan mimpi buruknya telah kembali.Â
Bunker itu satu-satunya yang dibangun masa dulu.Â
Tempat untuk menyimpan senjata dan markas mereka. Djana tidak pernah mengingat di mana letak bunker tersebut. Lahan yang mereka buka tidak menimbulkan kenangan sedikit pun padanya karena kondisinya sangat jauh berbeda.Â
"Apakah papa akan baik-baik saja?" tanya Katya setengah berbisik. Djana meminta Katya mendekat dan kemudian mencium rambut anaknya dalam-dalam.
"Semoga. Berdoalah terus," jawab Djana.Â
Entah berapa jam keduanya berdiam menunggu, hingga akhirnya suara truk terdengar di luar. Katya segera bangkit.
"Jangan dibuka dulu!" seru ibunya. Katya urung bergerak.
"Papa datang, Mama," balas Katya heran.
"Tunggu dulu," tahan Djana. Bojan mengetuk dan berteriak dengan suara biasa. Djana membuka pintu sembari mengacungkan senjata.
"Buka bajumu!" todong ibunya tegas.Â
Bojan terkesiap, namun mengikuti semua permintaan istrinya. Setelah membuka pakaian dan menyisakan celana dalam, Djana menurunkan pistolnya.Â
"Apa-apaan ini?" tanya Bojan.Â
Djana menarik suaminya dan menceritakan tentang bunker tersebut. Bojan terpana.
"Bunker itu sangat jauh dari lokasi kita, Djana. Bagaimana mungkin Petro mencapainya?" sanggah Bojan masih mencoba mencari titik mustahil.
"Rein saksinya! Yang terjadi pada ternak kita adalah misteri. Tapi itu bukan perbuatan serigala. Itu ...."Â
Teriakan Rein menghentikan debat mereka. Bojan meraih senapan kembali dan istrinya mengikuti dari belakang.
"Sembunyi, Katya!" pesan ibunya.Â
Katya gugup dan berbalik lari menuju dapur. Ia masuk ke lemari penyimpanan minuman ayahnya yang cukup besar. Tangan meraih pisau dapur dan segera bersembunyi serta mengunci lemari dari dalam.Â
Katya masih bisa melihat luar melalui celah papan kayu mahoni yang tebal. Tubuhnya menggigil saat mendengar tembakan juga teriakan ayah serta ibunya. Suasana kemudian senyap.Â
Katya membekap mulutnya kuat-kuat menahan isakan. Malam itu cukup dingin dan beku. Namun Katya merasakan bulir keringat mengalir di punggungnya. Beberapa menit berlalu. Katya tidak mendengar suara apa pun.Â
Keheningan melanda. Ketika tangannya menyentuh gerendel untuk membuka, sosok yang ia kenal muncul dan berjalan dengan cara aneh. Petro! Mulutnya penuh dengan darah sementara lidahnya terjulur panjang seperti ular.Â
Katya menutup mulutnya dengan tangan sekuatnya. Jeritan histeris hampir terlontar. Makhluk apakah yang telah merasuki adiknya?Â
Petro berjalan dengan kaki mengangkang dan kepala bergerak kanan kiri. Ketika tidak menemukan apa pun di dapur, sosok itu berbalik pergi. Katya merasakan tubuhnya gemetar tidak terkendali.Â
Bagaimana nasib Rein, ayah dan ibunya? Katya memejamkan mata kuat-kuat dan menahan tangis dalam kepiluan. Makhluk yang menggigit adiknya berubah menjadi parasit yang mengontrol tubuh Petro sepenuhnya!
***
Hugo mengangkut jenazah satu persatu dari rumah Baskin dan membawa dengan truknya. Satu keluarga terbantai lagi dengan kondisi mengenaskan. Petro menghilang dan Katya dalam kondisi syok.Â
"Sebarkan berita mengenai makhluk parasit yang bisa merubah manusia menjadi sosok monster! Tingkatkan penjagaan di sekitar hutan!" seru Hugo pada sekumpulan warga.
***
Sepuluh tahun kemudian ....
Katya berdiri di tepi hutan. Tatapan matanya terlihat dingin dan tajam. Ia telah membekali diri dengan granat dan senjata, menempa ketangkasan tiada henti demi sebuah tujuan.Â
Kakinya mengayun, memasuki rimba yang hingga sekarang ditakuti karena misterinya. Sepatu botnya menginjak rantai lembab, aroma apak lumut tercium. Katya berhenti sejenak, ia tidak lupa bagaimana bau amis makhluk yang muncul malam itu.
'Dia ada di sekitar sini ....' Membatin sambil tersenyum, Katya kembali melangkah.
Ini saat tepat melaksanakan dendam. Menghancurkan sumber teror warga dan penyebab dirinya yatim piatu juga kehilangan Petro hingga detik ini.Â
Misinya adalah menghancurkan bunker!
T A M A T
--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H