Liana menggelengkan kepala dengan hati tersayat perih.
"Nggak ada yang perlu disalahkan! Kamu nggak pernah salah! Ingat itu, Nak. Oh, Tuhan!" ratap Liana memeluk tubuh Alta lebih erat lagi. Dion kembali ke kamar dan memberitahu istrinya telah menelpon polisi.Â
"Bagaimana mereka akan menyelidiki sesuatu yang terjadi tadi, Di?" tanya Liana tidak yakin. Dion meremas rambutnya dengan gusar.
"Entah," jawab Dion. "Semoga CCTV kita tidak berkhianat," lanjutnya gelisah. Liana mengangguk dengan gamang.
Baru saja bernapas lega, tiba-tiba tubuh Alta seperti ditarik oleh kekuatan yang begitu kuat dan merenggutnya dari dekapan Liana.Â
"Altaaa!!" pekik Liana.Â
Alta menjerit ketakutan saat terlempar ke dinding dengan keras. Liana dan Dion yang hendak menyelamatkan Alta, terseret oleh sebuah gerakan tak kasat mata dan mengunci mereka tanpa daya di tembok dengan kedua tangan dan kaki terentang.Â
Liana dan Dion merintih dan menangis dalam kengerian yang begitu mencekam. Mereka harus menyaksikan tubuh Alta yang tergores oleh cakaran yang entah dari mana berasal.Â
"Jangan sakiti anakku!" ratap Liana tanpa daya.
Gadis kecil itu merangkak dengan tubuh penuh luka menuju balkon kamarnya. Saat mendorong pintu dengan perlahan, Alta menoleh untuk terakhir kali.
"Alta sayang Mama dan Papa. Maafin Alta ...."Â