"Kalau Alta terus begini, bagaimana mama sama papa tahu?" keluh Liana dan akhirnya menangis lebih kuat.Â
Hatinya begitu pedih oleh sedu sedan tangis Alta, yang tampak begitu ketakutan memandang dirinya. Ada raut sayang juga sesal yang terpancar sekaligus dari mata yang bulat dan jernih tersebut. Alta menggelengkan kepala kuat-kuat. Dion muncul dan tampak khawatir.
"Alta mengigau, mungkin mimpi buruk," terang Liana sambil menyusut air matanya. Dion paham. Ada penolakan Alta yang membuat Liana terluka dan kecewa.Â
"Alta ganti baju dulu, ya?" ucap Dion.Â
Alta mengangguk dengan pelan. Tangisnya mulai mereda. Liana bangkit dan mengambil baju ganti di lemari. Begitu selesai bertukar pakaian, Alta kembali berbaring. Liana memutuskan untuk tidur di kamar tersebut karena suhu badan Alta kembali menghangat. Bibirnya tampak kering dan merah.
"Besok kita bawa ke dokter," pesan Dion sebelum kembali ke kamar.Â
Liana mengangguk. Dengan sabar dan telaten, ia mengompres kening Alta. Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Karena lelah, Liana memutuskan tidur di karpet, dalam kamar Alta.
***
Alta terbangun dengan tubuh lebih segar. Gadis kecil itu memegang dahinya sendiri dan panas tubuhnya sudah turun. Ketika hendak beringsut dari tempat tidur, Alta melihat Liana yang masih terlelap dengan pulas.Â
Ia berjingkat dan mendekati wanita yang begitu baik padanya. Melimpahi dirinya dengan perhatian dan kasih sayang. Jarinya yang kecil menyingkirkan rambut yang terjuntai di dahi Liana.Â
Alta mengambil selimut kecilnya dan menyelubungi tubuh Liana. Sebelum keluar, ia menunduk dan mencium lengan Liana.