Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kejatuhan Medang [Novel Nusa Antara]

13 Mei 2020   08:44 Diperbarui: 13 Mei 2020   08:44 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Joko Wangkir menggenggam tangannya dan menggebrak lantai, "Aku sama sekali tidak ingin memberikan imbalan bagi kalian, para bandit pasar! Kalian hanya menyusahkan warga saja. Siapa yang tahu kalian berlaku baik kepada para warga? Terlebih, bukan akibat peran kalianlah pertarungan ini dapat dimenangkan, melainkan para dewa! Mereka mengirimkan Dewa Agni untuk meledakkan Gunung Merapi."

 Lohgawe terkejut mendengar jawaban Joko Wangkir. Ia tertunduk lesu dan menghadap Ken Arok yang sedari tadi menatap sang panglima penuh perhatian. Mereka bertukar ujaran, sebelum Ken Arok menghimpun seluruh anak buahnya meninggalkan tempat sang panglima. Joko Wangkir merenung. Di dalam pikirannya, ia merasa kasihan terhadap Ken Arok dan kelompoknya.

"Brahmana," sang panglima berkata lirih, disambut dengan tolehan Lohgawe.

"Kita bicarakan ini nanti, ketika tatanan sudah pulih. Jangan pergi dahulu dari tanah Medang."

Lohgawe dan Ken Arok tersenyum dan memberikan salam kepada sang panglima, sebelum memohon diri. Joko Wangkir menggeleng pelan dan menengadahkan wajahnya ke langit -- langit pendopo istana Medang. Kayu -- kayu penyangga berseberangan di belakang lampu lentera utama ruangan yang memberikan pencahayaan. Ornamen -- ornamen terukir di sisi -- sisi kayu itu, memberikan keindahan dari sisi seni. Beberapa debu berhasil memasuki ruangan, membuatnya tambah temaram. Sang panglima menghela napas panjang -- panjang, sebelum akhirnya ia tidak lagi bisa menahan kantuk yang menguasai.

***

Isak tangis yang meraung -- raung dan teriakan -- teriakan memekakkan telinga membangunkan Joko Wangkir. Ia tidak mengetahui waktu, apakah hari menunjukkan tengah malam atau pagi subuh. Kokokkan ayam pun tidak terdengar. Kepalanya pusing akibat luka -- luka sepanjang pertempuran. Butuh beberapa hitungan baginya untuk memperoleh kesadaran kembali, membuatnya terjaga secara penuh. Ia menyadari bahwa isak tangis dan teriakan -- teriakan tidak hadir di mimpinya, melainkan di kehidupan nyata.

Manusia bergerombol mengelilingi sebuah sudut di ujung ruangan. Ia melihat Ratu Dewi Taradyahwardhani sedang dikelilingi dayang -- dayang yang mengipasinya. Sang ratu terbaring tak sadarkan diri.

Unggun Krama yang berada sampingnya menatap penuh perhatian kepada Joko Wangkir. Ia menggenggam lengan sang panglima.

"Tuan panglima, aku mohon maaf sebelumnya. Tolong jangan lakukan hal yang tidak diinginkan. Kuasai dirimu, wahai panglima."

"Ada apa, Krama?" Perkataan ksatrianya justru membuatnya bertambah gusar. Unggun Krama menundukkan kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun