Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lohgawe

10 Maret 2020   17:49 Diperbarui: 10 Maret 2020   18:05 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Kedatangan rombongan Ken Arok membuat beberapa orang memberikan tatapan sinis kepada mereka. Wajar saja, kami ini perompak. Lohgawe menghampiri Ken Arok. Nampaknya sang pemimpin pun terlihat kebingungan.

"Ken Arok, dimana yang lain?

"Aku pun sedang mencari mereka, brahmana. Kami sudah berjanji untuk berkumpul di samping kuil tengah kota. Namun tidak ada orang." Ken Arok menunjuk sebuah kuil tinggi menjulang yang dibatasi oleh pagar kayu. Sebuah tanah lapang luas berada di samping kuil tersebut. Beberapa orang memang berada di tanah lapang tersebut, namun tidak ada yang berpenampilan seperti perampas.

Sebuah suitan panjang terdengar dari pintu gerbang arah timur. Ken Arok mengerti. Ia lalu menghimpun anak buahnya untuk mengikutinya menuju arah timur. Sebuah gapura lebih kecil dari gerbang selatan hadir di pintu gerbang timur. Kini tidak ada Wisnu yang mengendarai sang garuda, hanya sebuah patung wanita yang membawa tempayan berada di puncaknya. 

Tanah berumput melandai naik menandai perjalanan Lohgawe. Sampai di puncak bukit ia dapat melihat perkumpulan bandit telah berkumpul di lembah hadapannya. Jumlahnya sangat banyak sehingga ia tidak dapat menghitung. Ia memperkirakan perkumpulan mencapai seribu orang. Di kejauhan ia dapat melihat laut biru membentang. Sebuah pemandangan yang indah.

Ken Arok memberikan tanda untuk turun dan bergabung bersama para bandit lainnya. Lohgawe hendak mengikuti, namun sebuah genggaman hadir pada tangannya.

"Tunggulah dulu, brahmana, kulihat kau sedang menikmati pemandangan Laut Jawa. Nikmatilah beberapa saat lagi."

Lohgawe menoleh ke samping. Norman Caraka.

"Ah, tuan Norman Caraka. Kau mengagetkanku saja. Selamat siang, tuan. Dewa memberkatimu."

Norman Caraka tersenyum. Rambut putihnya berkibar -- kibar terkena tiupan angin.  "Dewa menyertaimu juga, kawan."

"Sudahkah kau melihat patung Dewa Wisnu mengendarai garuda di dalam kota?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun