"Bersiaplah. Mohon doa restu dari ibumu!" kata Ki Demang lalu bergegas ke pendapa.
"Nyi." Aku pamit akan ke Demak bersama Linggar. Jagalah anak perempuan kita itu satu-satunya."
"Kau akan kembali bukan?" tanya Nyi Demang dengan air mata yang berjatuhan.
Ki Demang tidak menjawab, ia hanya mengelus rambut istrinya yang bersimpuh dilututnya. Tetapi kemudian anak perempuannya pun meloncat memeluk tubuhnya. Makin berat rasanya hati Ki Demang untuk meninggalkan keduanya. Walaupun ditahannya air matanya, tetapi kesedihan yang mendalam membuat matanya berkaca-kaca pula.
"Jagalah ibumu Anggit," kata Ki Demang dengan suara berat.
Ki Demang langsung melepaskan pelukan anak dan istrinya, lalu menuju pringitan untuk berkemas.
"Kakang...!" pekik Nyi Demang dengan suara serak. Diiringi tangis anak perempuannya yang memilukan.
Linggar yang sedari tadi berdiri mematung dengan kepala tertunduk pun, langsung menabrak dan bersimpuh di kaki ibunya.
"Aku minta restumu ibu," katanya dengan nada parau.
"Kau akan pergi juga ngger?"
"Apa boleh buat ibu, mereka telah menyeretku dalam masalah ini!"