***
Papa menunggu diruangan. Setelah melapor ke polisi dan mendesak polisi agar dapat menemukan pelaku. Papa kembali ke rumah sakit. Menunggu Andin dan Mama yang sedang konsultasi dengan psikiater.
Pintu terbuka. Menampakkan sosok Andin yang lemah. Tubuh rapuh itu dipapah oleh Mama hingga benar-benar keluar dari ruangan itu.
Andin terdiam saat melihat Papa yang berdiri tepat di depannya. Dia sadar akan tindakannya tadi. Tapi naluri Andin mengatakan, bahwa semua laki-laki itu sama bejatnya. Andin gemetar, berjalan mundur ke belakang hingga jatuh ke lantai karena tak kuasa menahan tubuhnya untuk tetap berdiri.
"Andin, sayang. Ini Papa nak." Papa berusaha untuk menenangkan Andin, kali ini tidak mendekatinya. Hanya diam di tempat. Meyakinkan Andin, bahwa dirinya adalah Papa Andin. Bukan pria bejat itu.
"Enggak! Enggak! Laki-laki itu sama bejatnya! Laki-laki itu telah mengambil hal berharga di diri Andin. Andin nggak ada harga nya lagi! Andin sudah tidak suci lagi. "
Andin menangis histeris. Kejadian mengerikan itu terus berputar di benak Andin, hingga Andin rasanya ingin muntah.
"Andin jijik! Andin jijik sama diri Andin sendiri."
Mama menangis, memeluk Andin erat. Andin trauma, takut, cemas, seluruh emosionalnya membludak hingga tak bisa dia kendalikan. Bahkan melihat Papa nya saja, Andin tidak mau.
***
Satu bulan berlalu semenjak kejadian itu. Andin tidak lagi bersekolah, dirinya lebih memilih untuk berdiam diri dirumah. Tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Untuk dengan Papa nya, Andin sebisa mungkin untuk terlihat biasa saja, tidak ingin histeris. Luka dan lebam yang ada di tubuh Andin sudah mulai sembuh. Hanya saja saat ini, Andin sedang mengandung anak dari pelaku yang tidak dia inginkan.