"It's okay nak. Cerita aja kalau kamu mau cerita," ucap dokter muda itu hati-hati.
"Saya...." Andin tercekat. Menatap Mama yang duduk disampingnya. Mama segera memeluk Andin erat.
"It's okay sayang. Cerita aja. Kalau kamu nggak bisa sekarang. Nggak usah dipaksakan," ucap Mama menenangkan Andin.
Andin menggeleng pelan. Menghela napas panjang, mencoba untuk menguasai dirinya sendiri. Lalu mulai bercerita mengenai kejadian yang dia alami.
Andin menangis setelah mengakhiri ceritanya. Sesak di dadanya membludak. Dia benar-benar sudah tidak suci lagi. Andin tidak pantas lagi untuk hidup di dunia. Hal berharga dalam dirinya sudah direnggut. Dia benar-benar tidak berharga lagi. Tidak ada harganya lagi.
Mama memeluk erat Andin. Menenangkan anak gadis. Hatinya hancur, sehancur-hancurnya. Andin---anaknya yang paling dia jaga, dirusak oleh pria bejat.
"Andin, sekarang kamu mau gimana? Melaporkan kasus ini ke polisi? Agar kasusnya di proses lebih lanjut, bagaimana?" tanya dokter tersebut hati-hati.
Andin menunduk dalam. Memikirkan ucapan dokter tersebut.
"Kalau saya melapor ke polisi. Apakah identitas saya tidak akan terbongkar. Maksud saya... saya... takut dihujat dan dihakimi nantinya dan pastinya media berita akan langsung menyoroti kasus ini. Saya... saya takut. Rasanya sesak, sangat sesak."
Andin menutup telinganya. Tangannya bergetar hebat, membayangkan jika dirinya di hujat dan dihakimi di media sosial dan lainnya. Padahal dia sendiri nggak mau. Nggak mau ini terjadi. Andin benar-benar takut akan hal itu.
Sekali lagi Mama memeluk Andin erat. "Kamu aman kok. Tidak akan ada yang menghujat atau menghakimi kamu sayang. Kalau ada, Mama dan Papa akan berada di garda terdepan. Membela kamu, menjauhkan kamu dari orang-orang yang tidak tau bagaimana kamu mengalami hal itu," ujar Mama meyakinkan Andin.
Andin menangis sejadi-jadinya. Harusnya ini tidak terjadi. Kenapa Tuhan tega memberikan cobaan yang berat kepadanya? Rasanya Andin tidak kuat menghadapi hal ini.