Andin diam sesaat. Mengolah kata demi kata yang diucapkan oleh Syifa. Sejujurnya tadi dia mau bertanya maksud dari kata yang terdengar ambigu diucapkan oleh Syifa, tapi Syifa lebih dulu memotongnya.
"Syif?"
"Ya?"
"Lu seriusan sama berita itu? Maksud gua, nggak mungkinlah, ini Rani lho," ucap Andin masih nggak percaya.
"Yaudahlah, terserah elu Ndin."
Syifa berbalik lagi, berpura-pura ngambek padahal dirinya tau kalau Andin pasti tidak peka sama lingkungan disekitarnya.
***
Berjalan sambil mendengarkan lagu adalah hal yang paling disukai Andin. Dirinya menyukai ketenangan dari balik berisiknya kota yang dia tinggali. Berjalan menyusuri rerumputan yang tingginya tak sampai se-mata kaki dari sekolah, membuat dia berhenti saat menemukan bunga putri malu. Gadis itu berjongkok, memainkan putri malu tersebut dengan riang hati.
"Terbuka, tertutup. Terbuka, tertutup. Terbuka, tertutup." Andin senang sekali dengan bunga itu. Bunga yang akan malu-malu bila disentuh. Walau hidup di rerumputan, bunga putri malu berusaha tetap bertahan ditengah hiruk-pikuk dunia yang berisik.
"Hai gadis cantik!"
Tanpa Andin sadari, seseorang telah berdiri di depannya. Menyapanya dengan suara yang sebisa mungkin lembut. Berharap Andin menoleh padanya. Tapi Andin sama sekali tidak mendengar. Suara musik terlalu keras di telinganya.
"Terbuka, tertutup. Terbuka, tertutup. Terbuka, tertutup." Andin asik dengan aktifitasnya sendiri. Dirinya kaget, saat seseorang tiba-tiba ikut berjongkok di depannya. Tersenyum mengerikan di mata Andin.