Mohon tunggu...
Acha Khairunisa
Acha Khairunisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Indonesia

Hanya senang menulis suatu karya tulis yang berharap dapat bermanfaat bagi siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kaca yang Pecah

25 Februari 2024   17:00 Diperbarui: 25 Februari 2024   17:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa setelah Andin masuk, pelaku masuk ke dalam ruangan dengan dikawal oleh dua polisi. Mata pria itu langsung tertuju pada Andin. Pria itu berhenti, menunjuk Andin dengan sorot meremehkan. Andin menunduk dalam, menggenggam erat kedua tangannya. Berusaha untuk tidak merasa cemas dan lainnya. Berusaha untuk baik-baik saja, karena kalau dirinya terlihat lemah. Maka Andin akan kalah.

Rangkaian pengadilan itu berlangsung cukup lama. Andin dengan setia mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan oleh hakim dan lainnya. Hingga pada bagian dimana pengacara pelaku diminta untuk memberikan pernyataan. Pengacara pelaku seolah menyudutkan Andin dan keluarga.

"Saya membantah! Saudari Andin lah yang meenggoda klien saya dengan memakai pakaian yang tidak pantas. Dia juga salah Yang mulia---"

"Pakaian tidak pantas mana yang Anda maksud? Anak saya tidak pernah memakai pakaian ketat. Dia selalu memakai pakaian longgar. Tidak adanya niat bagi anak saya untuk memakai pakaian tak pantas itu. Jangan asal menuduh anda!" Papa naik pitam. Suaranya yang menggelegar mengisi ruangan. Napasnya yang menggebu, seakan siap untuk bertengkar di ruangan itu juga.

"Tapi dia yang menggoda saya lebih dulu!" Pelaku mulai melakukan pembelaan pribadi. Menunjuk Andin dengan sorot bahwa Andin tidak akan bisa menang pada sidang ini.

"Pria bejat! Anak saya tidak akan mungkin melakukan hal itu. Anda kan! Anda yang menyeret anak saya! Buktinya ada sepatu anak saya disana yang tertinggal!" Mama mulai melawan. Muak dengan tuduhan yang tidak benar dari pelaku dan pengacaranya.

"Haahhh, jadi ceritanya saya dikeroyok? Terus apa gunanya hakim kalau kita bisa berdebat dan berkelahi secara langsung biar masalahnya selesai? Nggak guna banget saya buang-buang waktu disini. Mending ke penjara." Pelaku menyorot Andin yang masih tertunduk dalam. Tersenyum remeh saat gadis itu tidak ada pembelaan dari dirinya sendiri.

"Kurang ajar!"

"DIAM!" Andin berusaha berdiri dari duduknya. Menatap balik pelaku tersebut dengan sorot marah. Tangannya terkepal kuat, berusaha untuk menahan seluruh emosionalnya. Menunjuk pelaku.

"Jangan pernah memutar balikkan fakta! Semua yang lu omongin itu tidak benar. Elu yang lebih dulu menghampiri gua. Elu yang menarik tangan gua hingga menyeret gua ke semak-semak. Elu yang maksa-maksa gua buat.... buat....." Andin merasa jijik untuk mengatakannya. Mengingat apa yang terjadi pada dirinya saja, Andin jijik. Rasanya ingin pingsan di tempat saja.

"Elu bahkan melakukan kekerasan pada gua. Menggoreskan banyak luka dimana-mana dan mengancam untuk membunuh gua. Lu yang bejat. Elu laki-laki bejat!" pekik Andin sekuat tenaganya. Meluapkan segala emosi yang ada di dalam dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun