"Boleh gabung main?" tanyanya.
Andin mengangguk pelan. Berusaha untuk memikirkan cara kabur tanpa perlu terlihat dari pandangan mata pria itu. Karena dia berfirasat kalau pria ini, bukanlah pria baik-baik.
"Kamu tinggal dimana?" Tiba-tiba saja pria itu menanyakan tempat tinggal Andin.
"Di bumi," jawab Andin asal.
Pria itu tertawa mendengar jawaban absurd Andin.
Andin ketakutan, berdiri. Menunduk dalam, tak ingin menatap wajah pria itu. Sesaat setelah Andin berdiri, pria itu ikut berdiri. Menatap Andin dengan tatapan yang tidak seharusnya. Andin melangkah mundur. Berharap dia dapat kabur dari tempat ini. Namun, saat akan bersiap untuk lari, pria itu mencengkram tangan Andin kuat. Menyeretnya ke semak-semak yang jauh dari keramaian
"Hm, hm! Tolong!! Tolong!!"
Hari itu, Andin berharap dirinya mati saja. Karena sejak hari itu, Andin tau bahwa hidupnya sudah hancur lebur.
***
"Mas, Andin kemana ya? Nggak biasanya dia pulang telat gini. Ini udah tengah malam lho mas." Mama berjalan kesana kemari di depan pintu. Sesekali melihat pintu yang terbuka lebar, berharap anak gadisnya berada di depan rumah mereka dengan keadaan baik-baik saja.
"Tenang Mah, tenang. Andin pasti aman kok. Dia mungkin ada kerja kelompok di rumah temannya." Papa mencoba menenangkan Mama yang khawatir karena anaknya tak kunjung pulang.