Aku teringat kembali bagaimana aku berkorban untuk Arya dengan menghabiskan waktuku di dalam penjara agar anakku itu dapat bebas meskipun aku tak bertemu dengannya selama empat tahun. Meskipun dunia di luar penjara sama berbahayanya, namun setidaknya ia masih dapat berlari jika ada orang yang mengganggunya.
Langit mulai gelap. Aku dan Yeni menanti malam. Tepat pukul sembilan belas kami telah berada di depan rumah bordil Diesye.
Aku mengucapkan doa sebelum memasuki tempat itu. Dentuman house music menggema di dalam ruangan yang berhiaskan lampu kerlap-kerlip, menyusup keluar berlomba dengan musik dari rumah bordil lainnya.
Belum terlalu banyak lelaki hidung belang yang datang. Hanya beberapa perempuan tengah duduk di sofa, siap menjajakan kemolekan dan keseksian tubuhnya. Waktu teramai adalah pukul sembilan hingga sebelas malam.
"Mba mau bertemu siapa?" tanya seorang perempuan muda dari balik meja kecil yang diatas terdapat tumpukan buku dan kartu-kartu. Kurasa ia adalah pegawai administrasi rumah bordil ini.
Aku berkata terbata-bata, "sebenarnya... sebenarnya saya ingin bertemu dengan Nadia dan bapaknya. Tapi...."
"Oh Bang Rambo, bapaknya Nadia?"
"Mba kenal?" tanyaku.
"Mereka ada di dalam, sedang mengobrol dengan tante Diesye."
Aku mengalihkan pandangan pada Yeni.
"Boleh kami bertemu dengan mereka? Maksud kami, Nadia dan bapaknya saja. Tolong katakan pada mereka, ada yang ingin bertemu," ucap Yeni.