Ayah Nadia tertawa terbahak-bahak. "Hanya tujuh ratus? Nadia bisa lebih sepuluh kali lipat dengan bekerja di Diesye. Aku yakin dia akan dapat langganan bos-bos dan pejabat. Penghasilannya bisa lebih dari satu juta sehari, dan kamu hanya akan bayar dia dengan tujuh ratus ribu."
Kukatakan bahwa untuk pelajar sepertinya dengan pekerjaan yang tidak terlalu berat di perpustakaan, gaji sejumlah itu sangat besar. Kuyakinkan ia bahwa pekerjaan di perpustakaan lebih mulia dan lebih menaikkan harga diri Nadia.
"Peduli setan dengan harga diri. Di sini semua orang berlomba menjual harga dirinya. Masih untung jika ada yang beli. Kami cuma butuh makan untuk hidup."
"Dan mabuk-mabukan," sindirku.
"Kamu pikir bisa membeli pendirianku?"
"Jika harus, karena kata-kata sudah tidak mempan lagi."
"Berikan sepuluh kali lipat dari itu, aku akan lepas Nadia. Serahkan pembayarannya langsung setiap bulan kepadaku."
"Ini pemerasan. Dua kali lipat. Saya pikir itu lebih dari cukup untuk makan Bapak sekeluarga. Bukankah Bapak juga punya penghasilan?"
"Aku tidak punya urusan dengan harga diri Nadia dan aku bisa dapat jauh lebih banyak dengan mempekerjakannya di Diesye."
"Mengapa Bapak tega sekali pada Nadia? Berikan sedikit belas kasihan padanya, jika bukan sebagai anak, setidaknya sebagai manusia. Perbuatan Bapak itu sangat kejam dan melanggar hukum segala hukum."
Tangan besar bang Rambo merengkuh bagian bawah wajahku dan menekannya. Aku menahan sakitku. "Bicara apa kamu? Jangan bicara omong kosong di tempat ini. Di sini tidak ada hukum Bahkan di negara ini tidak ada hukum."