Perluasan tindakan harus dibatasi hanya sebagai tindakan penyelamatan jiwa (life saving) dan tidak boleh diperluas dengan operasi lain yang tidak berhubungan dengan penyelamatan jiwa. (Appelbaum, et al dalam Guwandi, 2006). Â Setelah dilakukan perluasan tindakan, segera dijelaskan kepada pasien atau keluarganya dan dimintakan persetujuan secara tertulis. (Pasal 11 dan 12)
Persetujuan pada Situasi Khusus
Yang dimaksudkan dengan situasi khusus dalam peraturan ini adalah situasi dimana akan dilakukan tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life support) pada pasien. Menurut Permenkes no 37/2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor yang dimaksudkan dengan:
- Penundaan terapi bantuan hidup (Withholding life support) adalah menunda pemberian terapi bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa menghentikan terapi bantuan hidup yang sedang berjalan,
- Penghentian terapi bantuan hidup (Withdrawing life support) adalah menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan pada pasien.6
Para dokter sudah dididk untuk selalu menolong jiwa pasien, namun pada keadaan tertentu dimana kondisi pasien tidak dapat disembuhkan akibat penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan kedokteran sudah sia-sia (futile), maka dokter harus memutuskan apakah boleh 'merelakan pasien untuk meninggal' (allowing the patient to die).
Peraturan memungkinkan pasien yang tidak sapat disembuhkan dan tindakan kedokteran sudah sia-sia sesuai kriteria yang sudah ditetapkan, dapat dilakukan penghentian atau penundaan terapi bantuan hidup. Keputusan penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup harus dilakukan oleh tim dokter yang menangani pasien, setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik. Jadi keputusan yang diambil semata-mata karena keputusan medis dan bukan keputusan emosioal.
Rencana tindakan penghentian/penundaan terapi bantuan hidup, harus diinformasikan dan dimintakan persetujuan tertulis dari keluarga /wakil keluarga pasien. (Permenkes PTK Pasal 14).
Yuen et al 2010 dalam Breault 2011 membuat beberapa ukuran untuk menentukan keputusan penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup:
- Dokter penanggungjawab pelayanan harus menentukan penyakit/kondisi pasien,
- Apa tujuan memutuskan penundaan terapi bantuan hidup atau penghentian terapi bantuan hidup, prognosa, potensi manfaat dan kerugiannya, apakah ada rekomendasi lain,
- Alasan pasien/keluarga dalam pengambilan keputusan,
- Didokumentasikan dalam berkas Rekam Medis.
Prosedur penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup, menurut Morrison et al (2010):
- Usulan penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup  disampaikan oleh dokter yang merawat dan diskusikan dengan tim dokter.
- Didiskusikan kepada keluarga yang berhak mengambil keputusan,
- Pasien/keluarganya dapat menerima dan  memahami informasi yang akurat tentang penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup, prognosa, potensi manfaat dan kerugiannya, rekomendasi lain,
- Pernyataan persetujuan tindakan penundaan terapi bantuan hidup dan/atau penghentian terapi bantuan hidup oleh keluarganya harus dibuat tertulis.
Apakah tindakan penundaan atau penghentian terapi bantuan hidup bisa dianggap sebagai euthanasia ? Â
Menurut Prof Leenen: tindakan penundaan atau penghentian terapi bantuan hidup, dinamakan Pseudo euthanasia, yaitu menghentikan tindakan perawatan medis yang tidak berguna lagi. Menurutnya: seharusnya ada perbandingan yang masuk akal antara tindakan medis dengan efek dari tindakan tersebut, jika tindakan medis yang dilakukan sama sekali tidak ada gunanya lagi, maka dokter tidak lagi berkompeten untuk melakukan perawatan medis, karena  sangat berhubungan dengan batas ilmu kedokteran. Bahkan apabila dokter tetap melakukan tindakan medis yang tidak ada gunanya, secara juridis dapat dianggap sebagai penganiayaan. (Fred Ameln, dikutip dari Leenen: Recheten van mensen in de gezondheids zorg, 1978 hal 239).
Leenen berkesimpulan: dokter seharusnya tidak memulai sesuatu terapi atau melanjutkan terapi, jika secara medis tidak dapat lagi diharapkan suatu hasil, walaupun hal itu mengakibatkan meninggalnya pasien. Ini bukan tindakan euthanasia (pasif), dan tidak ada perbuatan yang dapat dihukum dikarenakan dalam perawatan medis, dokter tidak lagi berkompeten untuk melakukan perawatan medis.Â