Mohon tunggu...
syahmardi yacob
syahmardi yacob Mohon Tunggu... Dosen - Guru Besar Manajemen Pemasaran Universitas Jambi

Prof. Dr. Syahmardi Yacob, Guru Besar Manajemen Pemasaran di Universitas Jambi, memiliki passion yang mendalam dalam dunia akademik dan penelitian, khususnya di bidang strategi pemasaran, pemasaran pariwisata, pemasaran ritel, politik pemasaran, serta pemasaran di sektor pendidikan tinggi. Selain itu, beliau juga seorang penulis aktif yang tertarik menyajikan wawasan pemasaran strategis melalui tulisan beberapa media online di grup jawa pos Kepribadian beliau yang penuh semangat dan dedikasi tercermin dalam hobinya yang beragam, seperti menulis, membaca, dan bermain tenis. Menulis menjadi sarana untuk menyampaikan ide-ide segar dan relevan di dunia pemasaran, baik dari perspektif teoritis maupun aplikatif. Gaya beliau yang fokus, informatif, dan tajam dalam menganalisis isu-isu pemasaran menjadikan tulisannya memiliki nilai tambah yang kuat, khususnya dalam memberikan pencerahan dan solusi praktis di ranah pemasaran Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

PPN 12%: Happy kah bagi Bisnis Indonesia?

19 November 2024   14:31 Diperbarui: 19 November 2024   16:46 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SHUTTERSTOCK/SUTTHIPHONG CHANDAENG via KOMPAS.com

Biaya Operasional yang Meningkat

Kenaikan PPN secara langsung akan berdampak pada biaya operasional perusahaan, terutama yang bergerak di sektor perdagangan dan jasa. Barang dan jasa yang dikenai PPN akan menjadi lebih mahal, sehingga dapat mengurangi daya beli konsumen. Perusahaan harus memilih antara menyerap kenaikan biaya ini atau menaikkan harga, yang keduanya berpotensi merugikan bisnis.

Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), kenaikan PPN menjadi 12% akan meningkatkan biaya produksi dan distribusi secara signifikan, terutama di sektor barang kebutuhan pokok dan barang setengah jadi. Hal ini dapat menekan margin keuntungan perusahaan, khususnya bagi UMKM yang memiliki struktur biaya lebih rapuh dibandingkan perusahaan besar.

Sebuah laporan oleh Bank Dunia juga mencatat bahwa sektor usaha di Indonesia, terutama UMKM yang menyumbang lebih dari 60% PDB nasional, lebih rentan terhadap kebijakan fiskal yang meningkatkan beban biaya operasional. Ketidakmampuan menyerap kenaikan pajak dapat memaksa pelaku usaha kecil untuk mengurangi jumlah produksi atau bahkan menutup usahanya.

Daya Beli Konsumen yang Melemah

Sebagai pajak konsumsi, PPN secara tidak langsung memengaruhi perilaku konsumen. Dengan kenaikan tarif, daya beli masyarakat bisa tergerus, terutama pada kelompok berpendapatan rendah. Hal ini berpotensi berdampak negatif pada sektor usaha yang sangat bergantung pada pasar domestik, seperti ritel, makanan, dan minuman.

Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengungkapkan bahwa kenaikan PPN dapat menambah beban pengeluaran rumah tangga masyarakat miskin hingga 4% dari total pendapatan mereka. Dampak ini akan semakin terasa bagi kelompok rentan yang sudah terdampak oleh inflasi akibat kenaikan harga bahan pokok. (Sumber: Ekonomi Bisnis)

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB Indonesia pada tahun 2022. Penurunan daya beli konsumen akibat kenaikan PPN dikhawatirkan akan menekan angka konsumsi domestik, yang menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional. (Sumber: BPS)

Persaingan yang Semakin Ketat

Dalam era globalisasi, bisnis lokal juga bersaing dengan produk impor. Jika kenaikan PPN tidak diimbangi dengan insentif atau dukungan lain, produk lokal berisiko kalah bersaing dengan barang impor yang lebih murah, terutama jika negara asal barang tersebut memiliki kebijakan pajak yang lebih rendah.

Data menunjukkan bahwa tarif PPN di Indonesia akan menjadi salah satu yang tertinggi di ASEAN, bersama dengan Filipina yang juga menetapkan tarif 12%. Sebagai perbandingan, negara-negara lain di kawasan ASEAN memiliki tarif yang lebih rendah, seperti Singapura dengan 9% dan Thailand dengan 7%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun