Mohon tunggu...
Syadira Putri Hamdani
Syadira Putri Hamdani Mohon Tunggu... Lainnya - hallo there !

a student majoring in civil engineering :)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sobat

8 Februari 2021   13:00 Diperbarui: 18 Februari 2021   07:38 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Aku seorang siswi di salah satu sekolah negeri favorit di kota ini. Usia ku masih 17 tahun. Keseharian ku seperti biasa, sekolah, praktikum, main dengan sahabat, dan sambat haha jangan dicontoh ya. Aku anak tunggal dari pasangan Pak Arif dan Ibu Nadia. Ayahku seorang dosen disalah satu universitas negeri di kota ini, ibuku seorang ibu rumah tangga. Aku bahagia dengan keluarga kecil ini. Karena aku anak tunggal, aku terbiasa dipenuhi apapun yang aku inginkan.

     Aku mempunyai lumayan banyak teman, karena aku ikut beberapa organisasi di sekolahku. Aku lumayan cerdas dan aktif hehe, bukan sombong tapi ini demi masa depan aku nanti, di universitas yang aku impikan. Aku terbiasa belajar di malam hari untuk mengulas pembelajaran, dan belajar lagi saat waktu fajar untuk materi kedepannya, bahkan materi untuk persiapan kuliah.

     Hari ini sesudah pulang sekolah aku dan kelompok biologi ku akan kerja kelompok untuk membuat praktek bab akhir yaitu bab bioteknologi.

"Sasha! Kita kerja kelompok yuk!" Ajak Alina saat menghampiri ku.

"Ayo! Kita kumpul dulu, pastikan semua anggota datang."

"Ok! Kita kumpul ditempat parkir aja ya." Aku mengangguk untuk merespon ajakannya.

     Kami lalu berkumpul ditempat parkir. Ada aku, Alina sahabat yang tadi mengobrol denganku, Rina, Mika, Eren, Hans, tak lupa juga Erwin dan Erik si kembar yang konyol.

"Mau kerja kelompok dimana, Sha?" Tanya Mika.

"Dirumah yang belum pernah kita kunjungin aja gimana? Biar kita tahu dimana kalo kapan-kapan mau main sekalian kerja kelompok juga kan?" Tanpa aku sadari Rina jadi menunduk mendengar ide ku.

"Hmm dirumah gue sama Erwin mah sering, dirumah Sasha apalagi, rumah seger serba hijau Mika juga sudah, Eren, Hans juga udah ya kan?" Kami serempak menganggukkan kepala tanda setuju.

"Ya sisa Rina, Rina kita belum pernah ke rumahmu kan?" Tanya Alina.

    Sementara Rina hanya tersenyum saja membalas pertanyaan Alina.

"Baiklah! Kita meluncur ke rumah Rina! Rina siapkan banyak cemilan yah! Hahahaha." Canda Erik.

"Tapi---" Rina berusaha menolak.

"Ayo Rina naik motorku!" Ajak Erik.

"Maaf teman-teman, kita tidak bisa kerja kelompok dirumah ku, maaf ya."

     Rina terlihat sungkan, dia tidak berani, dan seperti ada yang ditutupi. Tapi aku coba berbaik sangka saja padanya, karena berburuk sangka itu tidak baik kan kawan.

"Oh iya, tidak apa-apa Rina lain waktu saja iya kan teman-teman? Kita sekarang kerja kelompok dirumah ku saja yuk!"

     Teman-teman ku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu kami pun bersiap-siap mengendarai motor menuju rumah ku, di Perumahan Asri, jalan Raflesia nomor 18.
Setelah tiba, kami langsung mengerjakan tugas agar cepat selesai. Tak lupa, ibu menjamu teman-teman ku dengan brownie buatannya. Saat ibu keluar untuk mengambil sesuatu di garasi, ibu bilang sesuatu.

"Ya ampun, ini sepatu siapa, sudah robek ya? Ini pasti punya si Erik kan?' canda ibu di garasi.

"Bukan dong tante, sepatu aku yang sebelah kiri paling ujung." Sahut Erik.

"Loh, tante kira yang kamu."

Semua tugas sudah selesai, waktu juga menunjukkan pukul 17.23 sore. Dan waktunya teman-teman ku pulang.

"Makasih yah Sha! Dadahhh!"

"Iyah sama-sama, dahh! Hati-hati yaa!"

     Mereka pulang, semuanya ekspresif, kecuali Rina. Entah kenapa dia sangat pendiam dan sering terlihat murung. Dia hanya tersenyum merespon kata-kata perpisahan ku tadi.

"Sha! Kamu mandi dulu sana, udah sore banget ini."

"Iya Bu."

"Sha, yang tadi sepatunya robek itu punya siapa ya? Mama prihatin liatnya, pasti ga nyaman dipakai Sha, apalagi buat olahraga." Lanjut mama lagi sambil berlalu ke dapur. Aku jadi ikut berpikir juga, Rina, sebenarnya dia ini kenapa? Kenapa sepatunya bisa robek karena sudah lama? Kenapa dia enggan kerja kelompok dirumah nya? Banyak sekali pertanyaan yang hinggap di pikiranku, tapi aku berusaha rileks dan memikirkannya nanti, aku harus segera mandi, makan lalu belajar malam nanti.

"Berhenti disini, Rik!"

"Okay, Rin." Sahut Erik.

     Rina diturunkan di pinggir jalan, bukan didepan rumahnya.

"Ga sekalian aja didepan rumah kamu Rin? Ngga apa-apa turun disini? Aku anter sampai rumah deh." Tawar Erik.

"Makasih sebelumnya Erik, ga apa-apa kok, aku duluan ya!"

     Erik heran dengan tingkah Rina, mengapa dia selalu menolak tawaran dan ajakan teman-temannya, apakah dia tidak suka berteman dengan mereka? Apa mereka punya salah kepada Rina? Ah Erik pusing sekali, dia ingin pulang saja.


     Hari Minggu yang cerah sekali! Sinar matahari hangat menyelimuti kota ini. Aku dan keluargaku jalan-jalan sebentar untuk refreshing, sekaligus belanja bulanan ibu. Kebiasaan ku jika jalan-jalan aku akan fokus melihat sekeliling lewat jendela, rasanya asik sekali bisa mengamati kegiatan masyarakat, melihat pemandangan, melihat banyak gedung dan lainnya.

     Tibalah aku disebuah mall, kami berbelanja kebutuhan bulanan, lalu kesana, lalu kesini hingga kami lelah. Karena kalau sudah ke mall kita seringkali lapar mata bukan? Hingga kami terasa benar lapar, perut kami sudah keroncongan haha. Kami mencari restoran favorit keluarga di mall tersebut, akhirnya ketemu juga. Kami duduk, lalu memilih menu apa yang hendak kami santap siang ini. Lalu seorang pelayan datang menghampiri meja kami.

"Pesan apa ya pak? Bu?" Tanya pelayanan tersebut.

"Kami pesan---" Pembicaraan ayah terpotong olehku.

"Rina?!" Aku hampir berteriak memanggil namanya.

     Rina yang baru sadar itu adalah aku, dia pun sama terkejutnya melihatku.

"Sa-sha?" Tanya Rina tak percaya.

"Kamu kenapa disini? Kamu kerja paruh waktu?" Tanya ku heran.

"Iya Sha--- Emm jadi mau pesan apa?" Rina tidak menjawab apa alasan dia sampai harus bekerja paruh waktu, malah mengingatkan soal makanan yang akan kami pesan.

"Ah ini teman mu Sha? Kamu sudah makan siang? Ayo makan saja sama kami mau ya?" Rayu ayahku.

"Maaf pak, tapi mungkin lain waktu saja." Dan lagi-lagi Rina menolak. Aku rasa dia kurang sopan saja menolak tawaran dari ayahku-orang yang lebih tua dari dia. Aku sedikit kesal tadi, tapi ya sudahlah lain kali akan aku tanyakan langsung pada Rina.

     Lalu ayah memesan beberapa menu, ada menu favorit ku, ayah dan ibu. Setelah makan, kami pulang dan aku melihat Rina yang sedari tadi mondar-mandir mencatat pesanan pelanggan.


     Hari Minggu kemarin adalah hari yang paling tidak terduga sekaligus mengagetkan buatku. Bagai disambar petir di siang bolong, aku sangat terkejut melihat temanku bekerja paruh waktu disebuah restoran. Karena sebelumnya dia tidak pernah dan tidak ada sedikit niat pun untuk bekerja. Aku semakin penasaran apa yang terjadi dengannya, karena pasti ada sesuatu yang mengharuskan Rina bekerja paruh waktu. Mungkin mulai sekarang aku akan mengamatinya.

"Heh! Ngelamun mulu!"

"Aduh, Hans gila ya, kaget banget aku."

"Kenapa? Ada apa Sha? Galau yah gara-gara Erwin? Hihi." Usil Mika.

"Ga ada lah ya kayak gitu. Aku cuma heran aja, juga penasaran sih, apa yang terjadi ya sama Rina, dia kan sebelumnya baik-baik aja, biasa-biasa aja. Kok sekarang jadi pendiem, murung dan jarang main sama kita." Jelasku panjang.

"Ya mungkin dia males aja main sama kita Sha, gitu aja kok ribet." Celetuk Alina santai.

"Tapi dia emang agak aneh sih, kayak waktu kerja kelompok aja contohnya, dia gamau rumahnya jadi tempat buat kerja kelompok, emang kita beban buat dia? Kalau emang dia gamau rumahnya jadi tempat kerja kelompok yah sertain alasannya dong, jadi kita bisa mengerti gitu... Oh iya! Satu lagi waktu aku anter dia pulang sampai depan rumahnya aja, dia gamau, dia minta diturunin dipinggir jalan." Jelas Erik lebih panjang lebar.

"Iya juga ya, dia jadi bertingkah aneh gitu." Eren yang sedari tadi diam tertarik dengan pembahasan kita.

"Sebenarnya aku... Aku lihat Rina jadi pelayan kemarin di salah satu restoran di mall depan." Jujurku pada teman-teman. Mereka serempak mengatakan "Serius?!" tanda tak percaya sambil memelototi ku. Lalu aku jelaskan pada mereka kronologi hingga percakapan aku dengan dia dan ayahku. Lalu sempat hening setelah aku menyelesaikan cerita ku. Hingga akhirnya...

"Aku punya ide!" Ucap Erik mengejutkan kami semua.

"Jangan bercanda." Ucap Eren tak percaya bocah itu mendapat ide.

"Serius. Gini-gini..."

     Kami pun merapatkan badan kami untuk berunding mendengar ide dari Erik. Dan mulai besok ide tersebut dijalankan.

     Bel sekolah kami pukul 08.15 baru berbunyi, dan Rina baru datang, tepat satu menit sebelum bel berbunyi. Dengan terengah-engah dia berlari ke kelas, dan...

KRIIING!

     Bel tanda pelajaran sudah berbunyi, dan Rina tepat berada di pintu, tengah mengatur nafas dan berjalan gontai dengan pakaiannya yang agak berantakan.

"Kamu ngga apa-apa?" Tanya ku memastikan.

"I-iya Sha, ga apa-apa." Jawabnya sambil menunduk.

     Kami pun belajar biologi tentang bioteknologi, dan mengulas tentang hasil kerja kelompok kelas kami kemarin. Tak terasa bel pergantian pelajaran berbunyi, selalu ada jeda 10 menit di setiap pergantian pelajaran. Lalu kami pun mengucapkan terima kasih pada guru biologi karena sudah mengajar jam pertama hari ini.

"Rina! Besok ulang tahun mu kan? Dan kamu mengundang kami untuk kerumah mu ya? Ayo teman-teman besok kita ke rumah Rina!" Ucap Erik setengah berteriak agar satu kelas mendengar. Dan tak bisa dipercaya, Rina hanya menunduk dan diam tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Erik menghela nafas melihat itu, begitupun kami.

     Hari itu sangat canggung, Rina menjadi semakin jauh, dia bahkan tidak menjawab orang yang bertanya padanya. Kita menjadi semakin kesal, karena kenapa Rina menyembunyikan masalahnya, menyembunyikan perasaannya pada kita teman-temannya. Sudah seharusnya sebagai teman kita saling membantu dan selalu ada dalam suka maupun duka.


     Keesokan harinya, atau hari dimana Rina berulang tahun. Kami datang pagi-pagi sekali untuk menyambut Rina, menyanyikan lagu ulang tahun untuknya, membawakan kue ulang tahun sederhana, beberapa kado untuknya, kejutan kecil dari kami untuk dia. Tapi Rina tak kunjung datang. Rina tak menampakkan hidungnya didepan kami. Erik yang gemas dan tidak sabar akan datangnya Rina hampir marah-marah karenanya.

"Rina kemana sih?! Dari jam 6 pagi kita kesini dan siap-siap, sekarang sudah jam 8 dan lima belas menit lagi bel masuk dia belum datang juga." Protes Erik.

"Sabar Erik, mungkin masih dijalan, jalan kan macet tadi." Ucap Mika menenangkan Erik. Tapi bahkan setelah bel masuk pun Rina tak kunjung datang. Kami dengan sedikit kesal, bingung dan heran bercampur aduk saat itu, hanya bisa terdiam. Lalu Erik sang pemilik ide, memberi isyarat pada kami agar pulang sekolah memberi sedikit kejutan.

      Lalu saat pulang sekolah pun kami bergegas menuju rumah Rina, dengan membawa persiapan seperti tadi pagi. Saat kami telah sampai dirumahnya, ternyata pemiliknya bukan keluarga Rina lagi, melainkan keluarga lain. Lalu kami pun menanyakan dimana keluarga Rina sekarang tinggal.

"Di ujung gang itu ya adik-adik." Jawab pemilik rumah tersebut.

     Lalu kami bergegas menuju ke rumah yang dimaksud, yang merupakan rumah Rina sekarang. Kami turun dari motor dan membawa persiapan kejutan. Kami hanya melihat 3 rumah yang ada di lahan tersebut, belakangnya masih kebun dan banyak pepohonan. Lalu kami menanyakan kepada salah satu penghuni rumah yang ada disitu dimana letak rumah Rina Anggraini.

"Ini rumahnya dibelakang saya." Kami berterima kasih pada ibu itu dan berjalan menuju rumah Rina. Kami terkejut bukan main karena Rina sekarang tinggal di tempat seperti ini. Dulu dia tinggal dirumah yang cukup mewah, dan rumahnya hampir mirip dengan ku, beberapa fasilitas pun dia dapatkan. Tapi melihat sekarang rumah ini sedikit kusam, beberapa cat terlihat memudar dan terkelupas, tidak ada loteng maupun balkon, gentengnya pun sudah tidak karuan. Bagaikan bumi dan langit rumah Rina yang sekarang dan dulu.
Kami mengucapkan salam, tapi belum ada yang membuka pintu. Kami terdiam sebentar, lalu...

"Assalamualaikum, Rina! Apa kamu ada di dalam?" Tanya ku memastikan.

     Tak lama, pintu terbuka dan terlihat ibu Rina yang terduduk di kursi roda. Perih hati ku mengetahui bahwa Rina dan ibunya jadi seperti ini.

"Kalian teman-temannya Rina ya? Ibu kira Rina sudah pulang." Ucap ibunya Rina.

"Loh, emang Rina nya kemana Bu?" Tanya Eren penasaran.

"Rina pagi bilang akan kerja saja hari ini seharian dan tidak akan masuk sekolah, karena dia takut teman-temannya akan ke rumahnya karena hari ini dia ulang tahun." Ucap ibu Rina hingga menangis. Aku pun tak sanggup berkata apa-apa karena tenggorokan ku rasanya tercekat mendengar isi hati Rina dari ibunya. Bahkan Alina sudah menemani ibu Rina menangis bersama.

"Ibu merasa kasihan padanya, dia jadi harus bekerja dan jarang main dengan teman-temannya karena ibu sakit begini dan ayahnya meninggalkan kami tanpa uang sepeser pun." Aku sudah tidak tahan lagi, air mataku menetes dan Mika pun sama, kami sama-sama memeluk ibu Rina dengan hangat. Tak lama dari kejauhan datang seseorang. Yang tak lain dan tak bukan adalah Rina.

"Kalian?!" Ucap Rina terkejut melihat kami berdelapan, ditambah terkejut melihat ibunya yang sudah menangis. Rina langsung terdiam, dia melihat ke sepatunya, dia menunduk, dan lama kelamaan bahunya bergetar. Rina... menangis.

"Maafkan- aku teman-teman... Aku tidak ingin kalian tahu bagaimana aku sekarang, b-bukan karena aku malu. Tapi aku tidak ingin kalian khawatir dan memberatkan kalian. A-aku... Aku harus banting tulang untuk makan sehari-hari, ayah ku... Dia pergi dan lidah dengan ibuku... Karena ibu memiliki leukemia, A-aku merasa semangat ku hilang dan tak ingin melanjutkan sekolah, t-tapi ibu melarang ku. Dan terus menyemangati ku untuk tetap bersekolah... Aku.. harus bekerja keras untuk kesembuhan ibu, agar ibu bisa melihatku wisuda nanti..." Ucap Rina lalu menangis sambil menutupi wajahnya. Aku, Alina dan Mika pun memeluk Rina erat.

"Rin, sudah seharusnya kamu bercerita pada kita, kamu jangan khawatir kita akan terbebani oleh mu atau bagaimana, itu hanya pemikiran mu saja. Kami akan membantu Rin, itulah gunanya ada kami." Jelasku pada Rina. Disusul oleh anggukan semangat dari teman-teman.

"Sudah ya jangan bersedih lagi. Kita bawa sesuatu buat kamu." Kata Erwin mengeluarkan kue dengan lilin sudah menyala diangka 17, yang kemudian disambut oleh lagu selamat ulang tahun dari kami untuk Rina. Yang berhasil membuat Rina tersenyum dan menyapukan air matanya. Bersama ibunya ia tiup lilin tersebut. Sambil berharap esok dan seterusnya akan baik-baik saja dan akan kembali bahagia bersama kami semua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun