"Maksudnya?" tanya Endang penasaran.
"Aku akan menggantikan tugas Mbak Antik!" tuturku dengan bangga.
"O ... !" seru kedua adikku hampir bersamaan.
===
Hari Sabtu yang ceria kusambut dengan senyum. Sebelum pukul delapan pagi, aku sudah berpakaian rapi. Kiriman gaun dan sepatu kemarin sore tidak mengecewakan. Ukurannya sangat pas. Warna gaun, sepatu dan tas mungil sangat serasi. Aku menyukainya meskipun semuanya hanya barang pinjaman. Aku harus mengembalikan setelah acara pesta usai.
Pukul 08.30 sopir datang menjemputku. Bergegas aku panggil Dewi dan Endang untuk pergi bersama. Endang sudah izin tidak pergi ke tempat kerjanya sedangkan Dewi baru pukul dua siang masuk kerja.
Sebelum aku memutuskan mengajak kedua adikku pergi bersama, aku sudah meminta izin kepada nyonya yang punya hajatan. Ia sangat senang karena akan lebih menyemarakkan suasana. Bahkan ia mengizinkan jika ada lebih banyak wanita yang ingin ikut hadir. Resepsi pernikahan ini merupakan resepsi pernikahan anak perempuan pertama bagi keluarga itu. Â
Tiba di gedung Graha Pemuda, aku disambut langsung oleh ibu mempelai wanita. Aku beserta kedua adikku diminta beristirahat sebentar di sebuah kamar yang sudah disiapkan untuk kami. Kamarnya nomor 215, satu lantai dengan ruangan tempat resepsi.
Oleh ibu mempelai, aku diberi tahu bahwa acara baru akan dimulai pukul 10.00. Dengan begitu, aku dapat beristirahat sebentar dan  mempersiapkan segala sesuatunya. Dewi dan Endang begitu gembira karena dapat nonton TV di kamar sambil menunggu acara dimulai.
Ketika aku sedang membetulkan riasan di wajahku, ada pesan masuk di Hp-ku. Dewi aku minta untuk membaca pesan itu.
"Cit, kamu ke gedung Graha Pemuda sama siapa? Kalau belum ada tumpangan ikut mobilku saja. Suamiku sendiri yang nyetir."