Tok.Tok.Tok. Pintu kamarku diketuk dari luar. Perlahan-lahan aku melangkah menuju pintu. Daun pintu kubuka perlahan. Wajah adikku, Dewi, pertama-tama yang aku lihat. Di belakangnya, adik bungsu, Endang.
"Bagaimana kalau kita berangkat bertiga?" tutur Endang menyeruak masuk ke kamarku.
"Tapi saya jam dua piket. Kita berangkat agak pagi, ya!" ucap Dewi mengikuti kakaknya masuk ke kamarku.
"Jam dua aku baru pulang kerja. Sampai rumah ini jam setengah tiga," ucap Endang sambil berjalan menuju kasurku.
"E ... jangan duduk di kasur. Barusan aku rapikan!" ucapku melarang Endang.
"Uh, " keluh Endang sambil membalikkan badan. Ia beralih haluan menuju kursi dekat meja rias.
"Terus, Mbak Citra, bisa ke pengantin jam berapa?" tanya Dewi sambil melirik ke arahku.
Endang  menatapku yang sedang duduk santai di sudut ruangan dekat jendela. Tempat itu adalah tempat favoritku. Aku sering berlama-lama duduk di situ sambil memperhatikan orang-orang yang lalu lalang di jalan samping rumahku.
"Kalau aku mulai pagi sudah siap di TKP!" ucapku sambil memandang kedua adikku bergantian.
Kulihat keduanya agak bingung. Belum memahami apa yang baru saja aku ucapkan. Setelah tersenyum sebentar, aku berdiri kemudian melangkah menuju cermin.
"Besok aku akan menjadi salah satu pusat perhatian para tamu, selain kedua mempelai."