"Buka, Mith", sergah Retha seraya memberi isyarat untuk terus membuka halaman demi halaman dari buku diary itu.
       Tangan Mitha secara perlahan membuka lembar demi lembar buku yangsudah kelihatan menguning tersebut.
"Retha, Mitha, sahabatku....Aku tidak pernah menyangka pertemuan kita saat aku pertama
kali ke sekolah, akan membawaku pada persahabatan sejatiku. Aku begitu kagum pada kalian berdua yang yang supel dan pintar. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku sayang kalian berdua, dan begitu posesif ingin menjadi sahabat terbaik kalian. Aku
sering marah, ketika kalian tidak menghiraukanku, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas angin, ketika kalian hanya diam di hadapanku... Aku pikir, aku si putrid jutek yang diinginkan banyak orang
.....
Ternyata aku keliru.... aku menyadarinya tepat sehari sebelum persahabatan kita pecah. Ketika
aku membanting hadiah jam tangan dari kalian.
Aku melihat mata kalian begitu terluka, ketika kalian berkata, "kenapa, Ritha? Kenapa kamu
mesti marah? Kami membeli itu untukmu, dan aku kami memilihkan khusus untukmu?"
Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapan kalian dengan sombongnya.