Mohon tunggu...
suciramadhani
suciramadhani Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demi Uang Panai Seorang Pria di Maros Mencuri Besi Senilai 200 juta

6 Januari 2025   21:11 Diperbarui: 6 Januari 2025   20:16 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang pria asal Sulawesi Selatan di kabupaten Maros bernama Nursalim. Pria yang berumur 32 tahun itu

nekat melakukan aksi pencurian besi dengan nilai mencapai Rp200 juta. Aksi kriminal ini dilakukan menjelang hari

pernikahannya dengan tujuan untuk mengumpulkan uang panai. Tindakannya yang nekat tersebut terungkap ketika

ia sedang melangsungkan akad nikah. Pihak kepolisian yang telah menyelidiki kasus pencurian tersebut berhasil

menangkap pelaku saat sedang melaksanakan akad nikah.

Aksi pencurian besi yang dilakukan oleh calon pengantin pria tersebut menjadi viral di media sosial.

Tindakannya yang sangat berani untuk mendapatkan uang panai dengan cara yang melanggar hukum ini menuai

kecaman dari banyak pihak. Penangkapan pelaku saat sedang melangsungkan akad nikah menjadi momen yang

ironis dan menyita perhatian publik. Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya mencari nafkah

dengan cara yang halal dan tidak merugikan orang lain

Hal yang melatarbelakangi pria tersebut ingin menikahi pujaan hatinya dan memberikan uang panai yang

sepantasnya. Namun, tekanan sosial dan ekspektasi keluarga besar seringkali membuat orang terdesak untuk

memenuhi jumlah yang tinggi, bahkan hingga melampaui batas kemampuannya. Dalam kasus ini, niat mulia dari

pria 32 tahun ini justru berujung pada tindakan melanggar hukum karena keterbatasan finansialnya. Keinginan

untuk membahagiakan pasangannya malah berubah menjadi keputusan yang salah dan membahayakan dirinya

sendiri.

Tingginya uang panai di Sulawesi khususnya dalam budaya Bugis-Makassar. Sebagai tradisi turun-temurun,

uang panai melambangkan penghargaan kepada calon mempelai perempuan dan kesiapan finansial calon

mempelai laki-laki. Dalam masyarakat, jumlah uang panai sering kali mencerminkan status sosial, sehingga keluarga

perempuan menetapkan nominal tinggi untuk menunjukkan martabat mereka. Selain itu, dalam budaya ini,

pernikahan bukan hanya soal menyatukan dua individu, tetapi juga menyangkut kehormatan dan hubungan

antar-keluarga besar. Oleh karena itu, semakin tinggi uang panai, semakin besar penghormatan yang diberikankepada keluarga mempelai perempuan

Tekanan ekonomi dan budaya yang menyelimuti tradisi uang panai mampu mendorong seseorang untuk

mengambil tindakan yang ekstrim, termasuk melakukan tindakan kejahatan. Kegagalan memenuhi jumlah uang

panai yang diharapkan tidak hanya membawa rasa malu, tetapi juga resiko dianggap tidak serius oleh keluarga

perempuan. Dalam situasi tersebut beberapa orang terpaksa mencari jalan pintas, termasuk melakukan tindakan

kriminal yang dilakukan oleh pria yang berusia 32 tahun itu.

Secara simbolis, uang panai mencerminkan penghormatan kepada keluarga perempuan dan kesiapan

calon mempelai laki-laki dalam berumah tangga. Besarnya uang panai sering kali disesuaikan dengan status sosial,

pendidikan, atau latar belakang dari keluarga mempelai perempuan. Dalam konteks ini, uang panai menjadi simbol

keseriusan yang memperkuat hubungan antar-keluarga.

Namun, di sisi lain, tingginya uang panai bisa menjadi beban ekonomi yang tidak wajar. Banyak keluarga

laki-laki harus berhutang atau bahkan menunda pernikahan karena tidak mampu memenuhi nominal yang

ditetapkan. Akibatnya, uang panai tidak lagi sekedar simbol, tetapi menjadi tuntutan ekonomi yang memberatkan.

Rendahnya tingkat pendidikan sering kali membuat seseorang kurang mampu memahami alternatif solusi

untuk memenuhi kewajiban adat seperti uang panai ini. Selain itu, kurangnya pendidikan juga membatasi

kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dan tekanan sosial. Sehingga mereka cenderung mencari jalan

pintas, termasuk melakukan tindak kriminal. Ketidaktahuan tentang dampak hukum atau etika dari keputusan ini

juga sering menjadi faktor yang memperburuk situasi.

Kegagalan memenuhi uang panai dapat dianggap sebagai ketidakseriusan atau ketidaklayakan seorang pria

untuk membangun rumah tangga, yang tidak hanya mempengaruhi dirinya, tetapi juga keluarganya. Tingginya uang

panai yang dipandang sebagai kebanggaan keluarga justru berubah menjadi beban yang berpotensi memunculkan

konsekuensi negatif. Hal ini menunjukkan pentingnya pendekatan budaya yang lebih fleksibel agar tradisi tetap

bermakna tanpa menjadi beban ekonomi yang mendorong tindakan kriminal.

Salah satu dampak tingginya uang panai adalah tekanan sosial yang ditanggung oleh calon pengantin

laki-laki dan keluarganya. Mereka yang tidak mampu memenuhi tuntutan uang panai yang tinggi sering kali merasa

malu atau dianggap tidak layak, yang dapat merusak reputasi mereka di mata masyarakat. Tekanan ini bisa

menimbulkan stres emosional, serta memperburuk hubungan antar-keluarga dan sosial.

Peran Keluarga sebagai pihak yang terlibat langsung dapat memberi pemahaman kepada anggota keluarga

mengenai dampak negatif dari uang panai yang terlalu tinggi, seperti membebani pihak pengantin pria. Mereka

bisa berperan dengan mendiskusikan dan menentukan besaran uang panai yang wajar dan sesuai dengan

kemampuan, sehingga tidak memberatkan salah satu pihak.

Tokoh adat berperan penting dalam menyarankan agar uang panai tidak menjadi beban, tetapi sebagai

simbol penghargaan dan bukan alasan untuk membatasi pernikahan. Tokoh adat juga dapat memperkenalkan

solusi atau alternatif untuk mengurangi jumlah uang panai, seperti melalui kesepakatan adat yang lebih bijak dan

mengutamakan prinsip gotong royong.

Uang panai di Sulawesi Selatan dianggap sakral karena memiliki makna budaya dan spiritual yang

mendalam dalam kehidupan masyarakat setempat, khususnya dalam tradisi Bugis dan Makassar. Uang panai

digunakan dalam berbagai acara adat, seperti pernikahan atau upacara keagamaan, sebagai simbol status,kehormatan, dan juga sebagai alat untuk menghormati leluhur.

Tindak kriminal yang berkaitan dengan uang panai sering kali terjadi karena adanya tekanan sosial atau

ekspektasi budaya yang berlebihan. Untuk mengatasi masalah ini, langkah pertama yang perlu diambil adalah

meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan dan mengurangi tekanan

terkait uang panai. Masyarakat perlu diajarkan bahwa hubungan yang sehat tidak seharusnya dibangun atas dasar

materi. Selain itu, dialog dan mediasi antara pihak keluarga dan masyarakat juga penting untuk mencari solusi yang

lebih adil, tanpa membebani salah satu pihak.

Budaya uang panai harus dijaga karena merupakan bagian penting dari tradisi dan identitas budaya suatu

daerah, khususnya di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Dengan menjaga budaya ini, kita membantu

melestarikan sejarah, memperkuat hubungan sosial, serta menjaga kebanggaan dan keberagaman budaya lokal.

Budaya tersebut harus dijaga masyarakat lokal, mereka adalah pihak yang paling berperan dalam menjaga

dan melestarikan budaya ini. Masyarakat harus terus mengenalkan, merayakan, dan meneruskan tradisi ini ke

generasi berikutnya. Pemerintah daerah juga memiliki peran penting dalam melindungi dan mempromosikan

budaya ini sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia melalui kebijakan dan program pelestarian budaya.

Keluarga yang terlibat dalam upacara pernikahan atau acara adat lainnya harus melibatkan anak-anak dan remaja

untuk memahami makna dan pentingnya tradisi ini.

Untuk menjaga agar budaya uang panai tetap eksis, pemerintah perlu melakukan edukasi dan sosialisasi

kepada masyarakat, terutama generasi muda. Hal ini penting agar mereka dapat memahami nilai-nilai sosial dan

budaya yang terkandung dalam tradisi uang panai. Pemerintah bisa bekerja sama dengan tokoh adat atau

komunitas lokal untuk memastikan bahwa praktik uang panai tetap dijalankan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang

ada, tanpa tergerus oleh perkembangan zaman. Selain itu, pemberdayaan ekonomi keluarga yang melaksanakan

tradisi ini dapat menjadi langkah penting, misalnya dengan memberikan bantuan atau insentif untuk meringankan

biaya yang terkait dengan prosesi tersebut. Dokumentasi dan pelestarian budaya uang panai juga penting, agar

warisan ini tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Dengan langkah-langkah tersebut,

budaya uang panai dapat terus eksis dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan

esensinya.

kebudayaan uang panai masih dilestarikan karena uang panai adalah tradisi adat dalam prosesi

pernikahan, di mana pihak laki-laki memberikan uang atau hadiah kepada pihak perempuan sebagai simbol

penghormatan dan sebagai bagian dari proses lamaran.

Tidak semua remaja tahu tentang budaya uang panai ini, karena pemahaman tentang tradisi ini sangat

tergantung pada daerah dan latar belakang budaya mereka. Uang panai adalah tradisi yang umumnya ditemukan di

suku Bugis, Makassar, dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan, yang terkait dengan prosesi pernikahan. Remaja

dari daerah selain Sulawesi Selatan mungkin belum familiar dengan tradisi ini, kecuali jika mereka memiliki koneksi keluarga atau pendidikan yang mengenalkan mereka pada budaya tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun