Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[ Tantangan Menulis Novel 100 Hari FC ] Mendulang Asa di Bumi Borneo /8/

2 April 2016   21:15 Diperbarui: 2 April 2016   21:24 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="FC"][/caption]

 

 

Baca sebelumnya :Mendulang Asa di Bumi Borneo /7/

 

Pagi-pagi Imoeng dibantu oleh mertua dan para tetangganya sudah masak membuat Nasi Gudangan, lengkap dengan lauk pauknya, tahu, tempe goring, ikan teri asin kecil-kecil,telur rebus, perkedel kentang, perkedel jagung, dan tak lupa 3 buah ayam ingkung, sudah untuk di hidangkan.

Tikar digelar di tengah-tengah tanah yang hendak dibanguni rumah. Nasi gudangan, ayam ingkung semua sudah tertata di dalam tampah, yaitu wadah lebar bulat dari bambu.

Para tetangga kanan kiri yang diundang, para tukang, dan seluruh anggota keluarga sudah berkumpul duduk melingkari hidangan.  Dan beberapa piring bubur merah putih.

Jam 7 pagi Pak Ustad datang, untuk membacakan doa dan sedikit ceramah buat tuan rumah dan para tukang sebelum memulai bekerja .

Setelah pembacaan doa selesai dilanjutkan dengan acara makan bersama, semua dalam kebersamaan. Baik mereka yang asli dari Tabalong maupun yang pedatang dari Jawa. Baik yang punya kerja maupun para pekerja. Sofian juga mengundang teman-temannya di KSP ‘Damai’ Tabalong untuk ikut bancaan dan sarapan di tempatnya.

Penggalian tanah pertama untuk fondasi rumah dilakukan sendiri oleh Sofian, kemudian dilanjutkan oleh para tukang dan tetangga kiri-kanan yang rewang, sehingga dalam sehari semua lubang untuk menanam fondasi rumah sudah tergali.

Sementara di dapur Imoeng dengan dibantu oleh saudara dan tetangga memasak untuk makan siang dan membuat wadai/ kue untuk teman minum kopi sore hari setelah pekerjaan untuk hari itu selesai.

“Bikin wadai apa Buk..ae..hari ini “ Tanya tetangga yang ikut membantu di dapur.

“Banyak pisang itu Cil…bikin Sanggar  saja, ada petis juga itu…” Jawab Imoeng. Sanggar adalah pisang goreng tetapi  pisangnya dipilih yang agak mentah tapi sudah tua, diolesin tepung terus digoreng. Cara makannya dengan petis yang sudah diberi cabai sehingga agak pedas-pedas, gurih dan manis rasanya.

“Nyaman ae…”

“Dikupas semua itu Cil…biar banyak yang makan…”

 Ulun mau jua Cil…kadak cukup kalau sebuting..ha ha ha..”

“Makanya goreng saja sabarataan…”

“Siap Boss….” Gurau Mamak Fais yang sudah memgang pisau untuk mengupas pisang dengan cekatan, dibantu oleh Mamak –mamak yang lainnya.

Setelah asar tiba Sanggar satu tampah sudah siap dihidangkan beserta bumbu petisnya, yang  sungguh nikmat aromanya.

Karena kesibukan di rumah Sofian sampai lupa janji mau menemui bosnya di kantor KSP. Maka dia segera menelpon Bos Damang untuk meminta maaf karena sudah terlanjur sore.

“Assalamu’alaikum..Boss”

“Wa’alaikum salam Mas Sofian, maaf saya sudah di bandara Syamsudin Noor mau pulang Kudus dulu mengantar nyonya dulu Mas…besok-besok saja ya kita bicara kalau ketemu .”

“Oke…Boss…saya tadi mau minta maaf tidak bisa ketemu boss hari ini, karena sibuk jadi lupa…sudah sore begini baru ingat kalau sudah janji dengan Boss…”

“Tidak apa-apa Mas…saya tahu pasti hari Mas Sofian sibuk sekali, karena hari pertama mendirikan rumah, pasti banyak yang harus dikerjakan.”

“Iya..Boss…tapi syukurlah hari ini lancar dan cuaca juga cerah jadi taka da halangan apapun juga…”

“Iya..Mas, sudah diurusi dulu pekerjaannya …semoga rumahnya cepet selesai, mungkin saya baru minggu depan bisa ke Banjar lagi.”

“Iya ..Boss, semoga urusan dengan ibu bisa selesai dengan baik-baik….”

“Okey ..terima kasih Mas, maaf kalau kemarin ibu merepotkan ya…”

“Tidak apa-apa Boss…selamat  saja, Wa’alaikumsalam” Kata Sofian  mengakhir pembicaraan , sambil meletakkan Hp di meja kerjanya.

Sore itu para tukang dan keluarga yang datang dari Jawa, dan tetangga sedang berkumpul di beranda rumah sambil menikmati pisang sanggar bersama petis pedasnya, ketika tiba-tiba  Dwi anak Imoeng yang ke dua berlarian tergesa-gesa masuk rumah dengan diikuti oleh seorang gadis Banjar yang cukup cantik.

“Mas Dwi… ulun kada’ suka pian berjalanan sama Si Aluh, ulun kada bisa terima Mas..”

Dwi yang diikuti dari belakang diam saja, malah ikut duduk di beranda dan mencomot pisang sanggar yang masih terhidang di piring bersama dengan petis pedasnya. Dwi hanya tersenyum saja sambil menikmati pisang sanggar.

Sang gadis yang merasa tidak dianggap, tanpa malu-malu masih saja nerocos sambil berdiri bersandar pada tiang rumah.

“Mas…kenapa diam saja…ulun masih pacar pian kan…jawab Mas…”

Imoeng yang merasa risih anak laki-lakinya dikejar-kejar gadis, apalagi Dwi tampak cuek begitu langsung menegur anaknya.

“Eeeii…ada apa kalian…Dwi ! kenapa kamu cuek begitu diajak ngomong Aluh..?”

“Tanya Aluh Buk…kenapa dia ngejar-ngejar gitu,aku gak apa-apa kok “ dalih Dwi pada ibunya.

“Iya..tuh Buk..ae…anak piyan, semalam bilangnya cinta sama ulun, eeh tadi aku melihatnya berduaan sama Riska makan bakso , ulun kadak terima Buk..ae..”

“Sudah-sudah…sini duduk dulu…makan sanggar tuuh..”

“Kadak mau Buk…sebelum Mas Dwi memberi jawaban “

" Udah ulun bilang..kadadak..apa-apa Riska, sidin hanya minta traktir hanja…”

“Kadak percaya Mas…napa pian megang-megang tangan sidin jua..”

“ Kadak apa-apa hanya  pegang hanja..”

Imoeng meresa gak enak adegan itu dilihat banyak orang yang sedang duduk santai di beranda lalu menengahi.

“ Udah..sekarang kadadak pacar-pacaran semua…Dwi juga masih baru memulai buka bengkelnya belum apa-apa sudah main pacar-pacar…sudah-sudah, sini makan sanggar saja “

“ Ulun pulang aja Buk ae…awas pian Mas Dwi “

“ Kamu juga masih sekolah kadak boleh pacar-pacaran dulu…lebih baik belajar saja Aluh “

Tanpa menjawab apa-apa Aluh langsung berlalu pulang, tanpa permisi, tanpa mengucap salam.

“ Dwi…kamu nggak boleh mainin anak orang gitu…lagian belum waktunya pacar-pacaran, lebih baik urusin dulu tuuh bengkelmu..!”

“ Siapa jua yang main pacar-pacaran, sidin sendiri yang datangin ke bengkel…masih berseragam pula..”

“ Iya…tapi awas kamu kalau mainin anak gadis orang, bisa parang kamu sama abahnya.”

“ Iya…ya Buk…aku cuekin aja…kalau mereka pada singgah di bengkel..”

“ Bilang saja sedang sibuk, gak bisa diganggu “

“ Iya…Buk..”

“ Sudah mandi sana…lihat tuh..bajumu kotor oli…gitu..”

“ Iya ..Buk..” Balas Dwi sambil berjalan ke belakang sambil menyambar pisang  sanggar satu lagi.

Beberapa bulan di Tabalong pertumbuhan Dwi memang terasa begitu cepat, badannya yang dulu kurus tak terurus mulai bersini dan tambah tinggi, dengan kulit yang bersih dan wajah yang lumayan tampan Dwi memang menjadi bahan incaran gadis-gadis Mabuun. Tak terkecuali anak-anak sekolah SMA, karena memang bila sekolah Dwi masih kelas 3 SMK. Apalagi sekarang Dwi sudah mempunyai penghasilan sendiri dari bengkel radiatornya, senang mentraktir cewek-cewek pula, banyaklah gadis yang mendekatinya. Kalau dibiarkan bisa-bisa Dwi salah arah pergaulan dengan anak-anak muda di situ.

Malam harinya Sofian mengajak berembuk dengan Imoeng soal pengunduran dirinya dari KSP Damai milik bos Damang. Sofian ingin segera memulai usaha barunya, namun kalau dia sudah memulai usahanya berati akan sering meninggalkan Tabalong karena dia ingin mendirikan usaha KSP di Kaltim, padahal pembangunan rumah baru dimulai, apa nanti gak kacau. Siapa yang akan mengawasi pembangunan rumahnya.

“ Gimana ..Buk ya…sebaiknya segera cabut dari KSP Damai apa kita undur ya…sampai rumah setengah jadi dan kita bisa menempatinya..?”

“ Terserah Bapak ae…tapi memulai lebih cepat lebih baik, tooh omongan Bu Damang kemarin sungguh tidak mengenakkan, bukannya berterima kasih usaha suaminya dikerjakan sampai maju berkembang seperti ini,eeh malah ngatain yang bukan-bukan..”.

“ Makanya itu kita harus bisa membuktikan bahwa kita bisa usaha sendiri tanpa menggantungkan bantuan dari suaminya…” Balas Sofian.

“ Kalau begitu, minggu depan kalau bos Damang datang sampaikan saja surat pengunduran diri dan alasannya “

“ Iya Buk, sambil menunggu bos Damang datang, saya akan memastikan bank calon investor kita dan saya akan menghubungi kawan-kawan yang Samarinda untuk mencarikan tempat untuk pos  kantor sementara .”

“ Oh..ya kemarin ibu bilang kalau Adi akan lulusan SMA bulan depan, Bapak bisa mengajak Adi adik pian untuk membantu di Samarinda dulu, sementara Eko juga biar mengajukan pengunduran diri biar bergabung dengan Bapak saja.”

“ Oh..iya..ada Adi, dia adikku paling pintar sekolahnya, nanti tak bilang bapak ibu biar Adi setelah lulusan segera datang ke sini saja…”

“ Mumpung bapak ibu masih di sini , Bulan depan Adi sudah selesai ujian jadi tinggal nunggu pengumunan kelulusan dan ijazah saja, taka pa-apa kesini aja dulu, nanti kalau pas pengumunan mau balik lagi ke Jawa lagi sebentar, Adi mudah-mudah mudah diajari dan bisa dipercaya, karena selama ini dia anak baik-baik juga…”

“ Baiklah Buk…bila memang kita sudah siap begini aku akan segera menyelesaikan kewajibanku di KSP Damai dulu, akan aku siapan laporan-laporan dan serah terima kepada bos, nanti dikira kita pakai uangnya malah berabai,”  balas Sofian.

“ Tetapi sebaiknya Bapak jangan membocorkannya dulu sama teman-teman yang lain di KSP Damai karena nanti ada yangyang gak suka dan berbuat usil,”

“ Iya..Buk, setelah pamitan sama bos Damang saja saya baru pamitan sama teman-teman di kantor .”

“ Lusa saya akan ke Samarinda dulu, mumpung masih ada bapak yang bisa membantu mengawasi tukang-tukang, dan Lek Ni dan Lek No juga bisa kita percaya kok, jadi saya tinggah beberapa hari ke Kaltim sepertinya tidak apa-apa,”

“ Oh ya Pak…kalau Bapak mengundurkan diri sekarang, bapak juga harus segera mobil inventaris kantor looh, padahal kita butuh mobil untuk sarana transportasi kemana-mana “

“ Gak apa-apa Buk kana ada sepeda motor, saya biasa naik sepeda motor jarak jauh juga karena lebih cepat dan lebih hemat “

“ Baiklah Pak, apa besok ke Samarinda mau naik motor juga..?”

“ Tidaklah Buk…saya mau naik bis saja, toh di sana ada teman yang bisa saya pinjam motornya buang kesana-kemari mengurus perijinan KSP kita di sana,”

“ Iya ..Pak, lebih aman naik bis saja, terlalu jauh Tabalong – Samarinda “

Akhirnya Sofian dan istrinya memutuskan untuk segera mengundurkan diri dari KSP Damai, yang membuatnya bisa sampai ke bumi Borneo.

Sambil mengawasi dan memasak untuk para tukang, Imoeng masih tetap menjalankan bisnisnya menerima pesanan berbagai barang kebutuhan rumah tangga dan toko ‘serba ada’ di rumah juga masih jalan sebagaimana adanya.

Ayuk sudah kelas 4 SD dan  Ais juga bulan depan sudah masuk kelas 1 SD. Mereka sekolah di salah satu SD Islam  yang dikelola oleh Yayasan di bawah naungan salah satu perusahaan tambang yang ada di Tabalong. Kebanyakan anak-anak yang sekolah di sini juga anak-anak dari para karyawan tambang, yang berasal dari berbagai daerah. Karena sekolah ini dirasa lebih maju dibandingkan SD-SD lainnya.

Ayuk dan Ais lebih cepat menyesuaikan diri dengan teman-temannya, bahkan kedua anak itu sudah pandai bahasa Banjar untuk berinteraksi dengan teman- temannya. Bahkan Ayuk  terlalu sering menggunakan bahasa Banjar  jadi sudah agak tak lancar menggunakan bahasa Jawa.

Bagaimana kisah selanjutnya ikuti terus ya..

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun