“ Monggo Bu…ngunjuk rumiyin…” Sapa Imoeng sambil menyuguhkan teh hangat dan kue cincin di hadapan Bu Damang.
“ Saya sudah makan minum tadi…gak usah basa basi Mbak, apa sampeyan tahu juga kah, soal Pak Damang yang katanya punya wanita simpanan disini..” balas bu Damang dengan tidak ramah.
“ Tidak tahu sama sekali Bu…saya tidak pernah ikut campur urusan kantor bapaknya anak-anak, karena saya punya usaha sendiri yang harus saya urusi di rumah..!”
“ Sama-sama di Kalimantan mosok sampeyan gak tahu..”
“ Benar Bu..saya tidak tahu, apalagi sesuatu yang bukan urusan saya buat saya ngurus-ngurus “
“ Kalau Mas Sofian dapet-dapet hadiah dari Pak Damang …tahu kan ?”
“ Iya..bapaknya juga ngomong kalau itu didapat karena prestasi, mencapai target yang ditentukan Pak Damang , apa salah Bu…?”
“ Karena prestasi apa karena Mas Sofian pandai menyimpan rahasia bosnya yang mempunyai wanita lain di sini “ balas Bu Damang yang agak memerahkan telinga, namun Imoeng masih selalu bersabar. Bukan karena Bu Damang istri bos suaminya, namun Imoeng memahami hati perempuan yang luka, namun sayang Bu Damang kurang bijaksana menyampaikan luka akibat ulah suaminya kepada orang lain, yang tidak ada sangkut-pautnya.
Sementara Sofian agak menjauh mengurusi tukang-tukang yang besok mulai bekerja membangun rumahnya. Sofian malas menemui istri bossnya yang suka main tuduh saja. Tidak menghargai jerih payahnya sehingga usaha KSP suaminya bisa sebesar ini, menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit tiap bulannya. Hadiah-hadiah yang diberikan pada Sofian sebenarnya masih belum apa-apa dibanding kerja kerasnya, sehingga uang ratusan juta bisa mengalir sebagai keuntungan bersih KSP ‘Damai’.
Satu jam setengah kemudian Bos Damang sudah sampai di rumah Sofian, dan langsung menyapa Sofian bukan istrinya.
“ Sudah siap semua Mas…besok pagi ya…mulai nduduk pandemen-nya “