Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Semburat Memar Malam di Pulau Terpencil

19 September 2024   15:42 Diperbarui: 19 September 2024   15:42 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan tenang, dia berbisik kepada keluarga,
"Ini epilepsi. Sebentar lagi dia akan kembali normal."

Tapi ucapannya malah membuat suasana semakin tegang. Mendengar kata 'epilepsi', seorang paman dari pihak keluarga mempelai pria tiba-tiba naik pitam.

"Epilepsi? Kamu bilang anak ini punya penyakit ayan? Kamu menghina keluarga kami di depan orang banyak?!"

Bimo kaget,
"Bukan begitu, Pak. Epilepsi itu kondisi medis, tidak ada hubungannya dengan penghinaan. Pasien ini, ..."

"Diam!" teriak paman itu sambil mendorong Bimo dengan kasar.

"Kami dipermalukan di sini, dan kau bilang ini ayan?!"

Seolah disulut oleh kemarahan paman itu, beberapa anggota keluarga lain ikut menyerbu. Pukulan demi pukulan menghantam tubuh Bimo. Perawat Amir yang berusaha melerai pun terkena pukulan, tetapi jumlah mereka terlalu banyak.

Bimo yang tadinya berdiri tegak, kini terhuyung-huyung lalu jatuh tersungkur. Darah mulai mengalir dari sudut bibirnya, napasnya sesak. Ada yang tega menginjak !.

"Cukup! Ini keterlaluan!" teriak Amir, mencoba menahan serangan yang terus datang.

Bimo sudah tidak kuat. Tubuhnya terhempas ke tanah, kesadarannya mulai memudar.

Terakhir kali yang dia ingat adalah teriakan-teriakan penuh amarah dari keluarga mempelai pria yang menuntut balas atas rasa malu mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun