Dengan tenang, dia berbisik kepada keluarga,
"Ini epilepsi. Sebentar lagi dia akan kembali normal."
Tapi ucapannya malah membuat suasana semakin tegang. Mendengar kata 'epilepsi', seorang paman dari pihak keluarga mempelai pria tiba-tiba naik pitam.
"Epilepsi? Kamu bilang anak ini punya penyakit ayan? Kamu menghina keluarga kami di depan orang banyak?!"
Bimo kaget,
"Bukan begitu, Pak. Epilepsi itu kondisi medis, tidak ada hubungannya dengan penghinaan. Pasien ini, ..."
"Diam!" teriak paman itu sambil mendorong Bimo dengan kasar.
"Kami dipermalukan di sini, dan kau bilang ini ayan?!"
Seolah disulut oleh kemarahan paman itu, beberapa anggota keluarga lain ikut menyerbu. Pukulan demi pukulan menghantam tubuh Bimo. Perawat Amir yang berusaha melerai pun terkena pukulan, tetapi jumlah mereka terlalu banyak.
Bimo yang tadinya berdiri tegak, kini terhuyung-huyung lalu jatuh tersungkur. Darah mulai mengalir dari sudut bibirnya, napasnya sesak. Ada yang tega menginjak !.
"Cukup! Ini keterlaluan!" teriak Amir, mencoba menahan serangan yang terus datang.
Bimo sudah tidak kuat. Tubuhnya terhempas ke tanah, kesadarannya mulai memudar.
Terakhir kali yang dia ingat adalah teriakan-teriakan penuh amarah dari keluarga mempelai pria yang menuntut balas atas rasa malu mereka.