Keempat ponggawa itu datang lagi untuk mengemasi segala yang ada di meja.
“Dimana Nyai Gandhes dan Nini Sedah ?”
“Masih dikamar beliau Puteri.”
“Pangeran Biru dan kakang Narpati ?” tanya Kuning lagi
“Semua masih dikamarnya masing-masing.”
“Tidak ada kabar tentang pasukan Kemayang ?” tanya Puteri Kuning lagi
“Belum mendengar tentang pasukan Kemayang Puteri. Tetapi pasukan Galuga sudah siap sedia di depan istana semua. Bahkan para panglima dan senapati juga sudah ada disana.”
Sampai agak siang belum ada kabar berita tentang pergerakan atau tanda-tanda penyerangan Kemayang ke Galuga.
Kita bersantai, bercanda dan berandai-andai saja di kamar, tidak ingin keluar
Tiba-tiba pintu di ketuk dari luar, agak keras seolah tergesa.
Terdengar diketuk lagi” Saya Warsih Puteri, …” kita saling pandang
Puteri Kuning segera melompat dan membuka pintu
Warsih segera menyembah “Air laut mulai masuk kehalaman istana Puteri.”
“Dimana Nyai Gandhes dan keluarga istana yang lain ?”
“Semua sudah ada disana, angin juga amat kencang bertiup. Puteri. Seluruh panglima dan senapati juga sudah siaga. Prajurit dan ponggawa di perintahkan naik ke istana semua oleh Nyai Gandhes.”
Kemudian Warsih menghadap aku dan menyembah
“Nyai Gandhes mengharapkan Puteri Puspita membawa ketiga senjata Yogi Puteri. Rupanya Baginda Kelana yang akan memimpin sediri pasukannya sekarang.”
Segera kusiapkan ketiga senjata Yogi Puteri, kuselipkan di pinggangku, aku mengambil cambuk cemetiku dan pedang panjang yang biasa aku bawa.