Aku menoleh melihat kiri kanan, kemuka - dikejauhan aku lihat kapal perang Kemayang bergerak menjauh
Kutoleh keadaan istana, sepi dan hening, hanya kulihat Nyau Gandhes yang masih tetap berdiri tegak teguh kokoh di depan undakan, melipat tangannya.
Melihat semua dengan tenang dan wajah sedikit diangkat.
Kuperhatikan, tanganku yang memegang Guntur Geni masih bergetar. Demikian juga tangan kiri yang memegang cambuk pecut kurasakan masih gemetar.
Sepihan kulit ketam berdarah-darah , berserakan bertebaran mengerikan
dimana-mana
Nafasku masih memburu, kuatur perlahan nafas ini, aku tertunduk
Tiba-tiba suatu sambaran dahsyat bagai palu gondam menghantam, aku terpental terpelanting jatuh berguling- guling.
Cepat aku bangun, tapi sambaran itu menghentakku lagi, lebih dahsyat lebih mengerikan, dan sebuah capit raksasa berbinar-binar siap menghajarku lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H