Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Darah Biru yang Terluka ( 61 )

25 Februari 2015   23:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:30 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424853904576336975

“Warsih, dimana kita bisa melihat seluruh daerah sini, memantau seluruh wilayah ini, mungkin ada bukit atau daerah yang tinggi ?”

“Itu Puteri… “ dia menunjuk sebuah bukit yang cukup tinggi.
Kulihat panglima Wulung dan panglima Dargo sedang bincang dengan Puteri Kuning.

“Puteri Kuning, aku dan Warsih akan kebukit itu untuk memantau keadaan –kalian disini dahulu, aku segera kembali.”
Kataku dan segera berpacu dengan Warsih, kemudian kita mulai mendaki bukit yang lumayan menanjak.

Betul juga seperti dikatakan Warsih, Lurik memang hapal dengan daerah disini.
Cekatan sekali kuda itu memilih jalan yang cukup sulit dan mendaki menuju ke atas.

Gringsing hanya mengikuti saja jalan yang sudah dirintis oleh Lurik, aku membelai-belai surainya memberi semangat.
Sepertinya dia mengerti dan memacu dengan sekuat tenaganya mengejar Lurik yang begitu trengginas.

Dan disuatu dataran yang lumayan luas, Warsih berhenti dan turun dari kudanya.

“Dari sini Puteri, kita bisa memantau seluruh daerah ini.” dia menunjuk dan dibawah sana aku lihat rombongan kerajaan Galuga tadi .

Kulayangkan pandanganku keseluruh wilayah itu, keadaan sepi saja, bahkan terkesan terlalu sepi.

“Disebelah sana itu apa Warsih, itu bendungan Prapat ya ?”

“Betul Puteri, itu waduk Prapat, disebelah sana katanya ada istana air Parapat yang mengerikan.” Sepertinya Warsih agak bergidik
“Mengerikan ? … ada apa di sana ?”

“Jika malam-malam tertentu , disana seperti ada pesta, ramai meriah, seperti banyak nyala obor di sana-sini dan suara gamelan yang sayup. Tetapi jika didekati tidak ada apa-apa. Rakyat banyak yang takut dan segera menutup pintunya jika mendengar seperti itu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun