Mulutku terbuka. Kemudian tertutup lagi. Ingin bertanya, tapi takut-takut.
Gadis itu melihatnya, lalu menggeleng. "Aku bukan dari keluarga broken home."
"Kasih sayangku terpenuhi,"
"Orang tuaku lengkap,"
"Mereka selalu ada di rumah." Semua kalimat itu dikatakannya dengan senyuman lurus ke depan menatap orang-orang yang lalu-lalang.
"Mungkin itu bentuk kasih sayangnya kepadaku," katanya lagi. Gadis itu menatapku. Matanya berkaca-kaca.
"Ya... mungkin," jawabku.
"Tapi percayalah... masih banyak orang yang melihat bukan melalui fisik. Namun, hati dan kelakuan baik yang mereka cari."
Aku merogoh saku kiri celana jeans-ku. Mengeluarkan selembar kain berbentuk persegi. Memperbaiki tananan letaknya. Menyerahkan sapu tangan itu padanya.
 "Usia akan menua. Kulit akan keriput. Tubuh tak lagi tegap. Namun, kelakuan baik akan selalu di ingat meskipun kau sudah bersatu dengan tanah," kataku lagi.Â
Gadis itu tersenyum. Berucap terima kasih.