Mohon tunggu...
Siti Hartinah
Siti Hartinah Mohon Tunggu... Lainnya - Human

Seorang pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Kaca Spion

16 Mei 2023   09:40 Diperbarui: 16 Mei 2023   09:42 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku dan Dia berprofesi sebagai fotografer. Dia adalah bos ku di kantor. Perawakannya tinggi ideal khas lelaki Asia yang mempunyai kharisma tinggi.

Hasil cepretannya bagus dan mempunyai makna sendiri. Editannya pun tak kalah mengesankan untuk dipamerkan. Layout-nya tidak pernah membosankan. Tempat pemotretan selalu mengikuti tempat wisata hits anak masa kini. Semuanya dilakukannya seorang diri. Dia bos yang langsung turun tangan  agar hasilnya memuaskan.

Suatu perjalanan yang membawaku ke sebuah tempat di kabupaten Yogyakarta. Hembusan angin dan bau anyir garam menyapa. Letupan panas memanggang kulit siang itu. Kamera sudah menjadi beban leher. Baseball cap dan kacamata hitam sudah melindungi kepala dari serangan sang surya. Kami sedang meninjau lokasi untuk pemotretan.

Bunyi deburan air yang menabrak karang terdengar telinga. Ombak menggulung tidak terlalu tinggi. Menghampiri kaki berbalut sandal. Membasuhnya sebentar, lalu pergi lagi. Meninggalkan jejak basah. Namun, bisa membersihkan pasir halus yang menempel.

Mataku menjelajah. Surai sebatas punggung yang bergelombang, diikat menjadi satu bagian. Angin memainkan floppy hat-nya dengan riang gembira. Tangannya terus dipaksa untuk menahan agar tidak berjalan kemana-mana. Kacamata hitamnya sedikit disampirkan ke hidung kecilnya menatap air yang sedang bertengkar dengan karang. Kulit putihnya terkena percikan buih.

"Nih..."

Aku sedikit terperanjat. Menoleh ke samping kiri. Sodoran air mineral dingin menggantung di udara.

"Makasih, Bos."

Tutup segel berbunyi 'klek'. Dinginnya terasa di tangan. Aliran air masuk memenuhi tenggorokan yang kering. Pak Bos menyuruhku berjalan lebih dulu karena dia ingin mampir di kedai pinggir pantai.

Pasir putih pantai sudah masuk pada sandal yang dipakai. Mencari tempat teduh untuk beristirahat sejenak. Sebelum melanjutkan kegiatan saat jingga datang. Payung besar sewaan memberikan kami perlindungan. Matanya menikmati pantai yang banyak pengunjung meskipun matahari sedang terik-teriknya.

"Pantainya terlalu ramai," tuturnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun