Mohon tunggu...
Siska Julianti
Siska Julianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Book

Teka-Teki Mora

21 Januari 2024   02:15 Diperbarui: 23 Januari 2024   23:53 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: Siska Julianti

Chapter 1

Angin menerpa rambut indah dari wanita cantik bernama Mora. Setiap pagi, aktivitasnya adalah pergi bekerja menjual bunga di toko yang ia rintis sendiri.

Sedari kecil Mora hanya tinggal berdua bersama Ibunya. Warga sekitar biasa menyebut Ibunya dengan sebutan Bu Tyas. Keduanya tinggal di lereng Gunung Arjuno yang merupakan salah satu desa penghasil bunga terbaik.

Sebenarnya Mora penasaran ke mana Ayahnya pergi, namun ia tidak ingin membuat Ibunya sedih dengan bertanya perihal Ayahnya.

Mora bukanlah gadis yang terpikir untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. 

Sedari dulu Mora amat sangat menyukai bunga, hal ini menjadi salah satu alasan ia membuat toko bunga. Alasan lainnya adalah ia ingin membantu Ibunya dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mora merasa harusnya Ibu berhenti bekerja karena usianya sudah tidak muda lagi. Kaki tuanya dirasa sudah tidak kuat untuk berjalan demi mencari kebutuhan sehari-hari. Namun apa mau dikata, Ibunya bersikukuh ingin bekerja dengan alasan bosan di rumah.

Adegan 1: Toko Bunga Mora-Pagi Hari

(Perbincangan antara Mora dan pelanggan yang memesan bunga).

"Menurut saya, kalo ibu mau bikin hadiah nikahan dari bunga lebih baik pake bunga mawar merah soalnya identik dengan rasa cinta bu," saran Mora.

"Boleh deh mba, saya mau pesan 70 tangkai dan saya mau langsung saya bayar sekarang," ucap Ibu pembeli.

"Oh iya mba, saya minta tolong anterin bunganya kerumah saya yaa. Alamatnya di Komplek Permai Indah No.58, deket sini ko mba."

"Iya bu siapp nanti langsung saya kirim yaa, " jawab Mora dengan ramah

Setelah Ibu tadi meninggalkan toko, ternyata Mora lupa menanyakan namanya. Namun, untungnya Mora telah mengetahui alamatnya.

Hari itu Mora memilih untuk menutup tokonya lebih dulu, karena memang tidak terlalu banyak pengunjung. Mora juga ingat bahwa ada pesanan yang harus ia antar hari itu juga.

Adegan 2: Rumah Bu Rosma-Siang Hari

(Mora mengantar bunga dan obrolan singkat bersama security rumah Bu Rosma)

Tidak terlalu sulit untuk mencari rumah yang harus ia tuju.

Sesampai di sana, Mora terperangah melihat bangunan yang amat sangat megah yang di hadapannya.

"Permisi pak, saya mau tanya ini benar rumah no.58," tanya Mora pada bapak-bapak yang ia rasa adalah security rumah itu.

"Iya mba betul, mbanya mau anter bunga ya?" tanya balik bapak itu sembari melihat keranjang sepeda Mora yang berisi bunga mawar merah.

"Ibu bilang langsung masuk ke dalam aja mba, nanti mba ketok aja ya pintunya."

Mora berjalan masuk dari gerbang menuju pintu rumah utama.

"Permisi mau antar bunga." Teriak Mora.

Adegan 3: Rumah Bu Rosma-Sore Hari

(Mora bertemu Bu Rosma dan ia diminta untuk sekalian merangkai bunga yang telah dipesan).

Ternyata yang membuka pintu adalah Ibu yang membeli bunga pada Mora.

"Ehh mba, kira saya bunganya bakal dianter besok., ayo mba masuk dulu."

"Ngga usah bu, saya mau langsung pulang aja," tolak Mora sembari memberikan bunganya.

"Saya mau sekalian minta tolong buat rangkai bunga, ternyata dirumah ini ngga ada yang bisa rangkai, nanti saya kasih bayaran lebih deh soalnya buat besok mba bunga," tawar Ibu yang belum Mora tahu siapa namanya.

"Oh iya, kenalin saya Rosma, panggil aja Bu Rosma,"

"Iya bu, kenalin juga nama saya Dyamora tapi ibu bisa panggil saya Mora."

"Nak Mora, saya minta tolong bentuk bungan jadi bucket aja ya. Ini bahan-bahan lainnya, kira-kira bisa selesai hari ini ngga ya?" tanya Bu Rosma sembari memberikan bahan lainnya kepada Mora.

"Bisa ko bu, bunganya juga ngga terlalu banyak jadi hari ini bisa Mora selesain."

Saat Mora merangkai bunga, ia disajikan banyak sekali makanan. Rasanya sungkan walau hanya ingin mengambil satu makanan saja.

Adegan 4: Rumah Bu Rosma: Sore Hari

(Bu Rosma memberikan uang tambahan dan bingkisan kepada Mora sebagai tanda terima kasih).

1 jam berlalu, akhirnya Mora menyelesaikan tugasnya dalam merangkai bunga.

Bu Rosma menghampiri Mora sambil membawa sebuah bingkisan yang cukup besar.

"Ini saya ada sedikit bingkisan buat kamu, untuk biaya tambahan sudah saya transfer dan terima kasih sudah mau bantu saya," ucap Bu Rosma sembari memberikan bingkisan yang cukup besar kepada Mora.

"Terima kasih banyak bu, semoga ibu suka sama hasilnya ya."

"Saya pamit bu, permisi," ucap Mora sembari berlalu meninggalkan rumah Bu Rosma.

Chapter 2

Adegan 5: Teras Rumah Mora-Malam Hari

(Tangis keras Bu Tyas akibat rumahnya telah dijual oleh Ayah Mora).

Sesampainya di depan rumah, Mora panik sekaligus bingung melihat Ibunya menangis histeris. Beberapa tetangga terlihat membantu menenangkan Ibunya namun tidak berhasil.

Saat Ibu melihat Mora, ia langsung berlari seakan mengadu atas sakit yang dirasakan.

"Mora rumah kita sayang rumah kita," isak Ibu Mora.

"Bu tenang dulu, kenapa rumah kita?" tanya Mora sembari menenangkan Ibunya.

"Ibu ngga tau tiba-tiba ada yang dateng kerumah dan bilang kalau rumah kita udah dijual. Padahal ngga kepikiran sama sekali buat jual rumah ini. Kamu tau kan gimana kerasnya Ibu buat dapetin rumah ini," ucap Ibu Mora dengan menahan tangisnya.

Adegan 6: Teras Rumah Mora-Malam Hari

(Salah satu tetangga memberi informasi terkait orang yang menjual rumah Mora).

Mora bingung dengan apa yang ia alami saat ini, ia sangat mengetahui betapa keras Ibunya bekerja untuk mendapatkan rumah yang mereka tinggali.

"Mora maaf, tadi bapak denger katanya orang-orang yang dateng itu suruhan atas nama Petra. Mungkin kamu atau Ibu kamu tau sama nama itu," ucap salah satu tetangga Mora.

Adegan 7: Teras Rumah Mora-Malam Hari

(Kemarahan Bu Tyas setelah mendengar nama Petra, lalu Bu Tyas memberi tahu bahwa Petra adalah Ayah Mora)

"Bu Petra siapa, Mora dikasih tau katanya orang yang dateng ke rumah kita suruhan atas nama Petra," tanya Mora.

Ibu terlihat marah ketika mendengar nama itu. Tangis pun semakin keras dikala orang-orang tadi datang dan memberikan sejumlah uang kepada Ibu.

Setelah orang-orang tadi pergi, barulah Ibu mau menjawab pertanyaan Mora.

"Sakit rasanya Nak kalau Ibu harus jelasin ke kamu. Lama sekali Ibu menyimpan ini, tapi Ibu rasa kamu harus tau," helaan nafas Ibu terasa keras sekali.

"Petra itu Ayah kamu...dia pergi dengan membawa seluruh harta yang kala itu Ibu punya. Bahkan saat itu Ayah kamu memaksa untuk membawa kamu."

Apa ini....

Sesaat Mora bergelut dengan pikirannya. Rasanya tidak mungkin jika Ayah sejahat itu.

Bertahun-tahun Mora menunggu kabarnya Ayahnya, tapi malah goresan luka yang harus Mora dapatkan.

Setelah lama berpikir, Mora memutuskan untuk menjadikan toko bunganya sebagai tempat tinggal sementara. Walau tidak terlalu besar, tapi cukup untuk ia dan Ibunya bernaung.

Adegan 8: Teras Rumah Mora-Malam Hari

(Mora memutuskan untuk tinggal sementara di toko bunganya).

"Bu kita tinggal di toko bunga Mora untuk sementara waktu dulu yu. Bawa barang yang sekiranya kita butuh aja," ucap Mora pada Ibunya.

Mora berpikir bahwa ia dan Ibunya harus mendapatkan kembali rumah itu. Punya hak apa Ayahnya untuk menjual rumah itu.

"Gimana caranya aku harus dapetin rumah itu, kasian Ibu pasti bakal sedih terus," batin Mora.

Setiap hari Mora menjaga toko sembari mencari tahu informasi di mana Ayahnya tinggal. Sedikit demi sedikit Ibunya mulai mau memberikan informasi mengenai Ayahnya.

Adegan 9: Gapura Desa Kemanisan-Pagi Hari

(Mora sampai di Desa Kemanisan tempat Ayahnya tinggal dan bertanya pada warga sekitar di mana rumah Ayahnya).

Hari ini adalah hari di mana Mora memilih untuk mendatangi langsung kediaman Ayahnya. Cukup jauh memang, tapi Mora harus tetap pergi demi mencari keadilan. Untung saja Ibunya memberi izin kepada Mora untuk menemui Ayahnya.

Jika sudah seperti ini apakah Mora masih pantas menyebutnya Ayah?

Beberapa jam berlalu, akhirnya Mora sampai di depan gapura dengan tulisan "Desa Kemanisan." Ia berangkat dengan menggunakan bus antar kota.

Beberapa pasang mata melihat heran pada Mora. Mora memberanikan diri untuk bertanya pada orang yang ia rasa dapat memberikan informasi.

Setelah dirasa sudah mendapat cukup banyak informasi, Mora mulai berjalan sesuai dengan arahan warga sekitar.

Sampailah Mora di depan gubuk yang terlihat akan roboh dengan dikelilingi beberapa tumpukan sampah. Mora bingung, benarkah ini rumah Ayahnya?

Adegan 10: Teras Rumah Pak Petra: Pagi Hari

(Kemarahan Mora ketika Pak Petra membenarkan ucapan Mora bahwa beliau adalah Ayahnya).

"Permisi, apa benar ini rumah Pak Petra?" teriak Mora.

Tiba-tiba keluar laki-laki dengan badan kurus dan pakaian yang cukup lusuh. Mata tuanya menatap Mora dengan bingung.

"Betul saya Petra mba, mba siapa ya dan ada keperluan apa?" tanyanya.

Mora menahan rasa marah ketika Pak Petra membenarkan pertanyaannya. Namun, Mora harus tetap menahan amarahnya.

"Saya Mora pak. Kebetulan saya kesini karena ada beberapa keperluan sama bapak." Ucap Mora.

"Boleh mba, tapi maaf paling ngobrolnya di sini soalnya rumah saya kotor kalau mba masuk ke dalam."

Mora langsung melontarkan pertanyaan pada Pak Petra.

"Bapak kenal sama ibu ini ngga?" tanya Mora sembari memberikan foto Ibunya.

Dengan terkejut Pak Petra berteriak histeris.

"Ini istri saya mba, mba dapet dari mana, mba siapa?" rentetan pertanyaan dilayangkan pada Mora.

"Pak...ini Ibu Mora," lirih Mora.

"Bapak kenapa jahat tinggalin Ibu. Bapak kenapa jahat ambil semua harta Ibu. Sekarang kenapa bapak datang lagi buat ambil rumah Ibu. Kenapa bapak jahat?" teriak Mora.

Chapter 3

Adegan 11: Teras Rumah Pak Petra-Pagi Hari

(Kepanikan Pak Petra ketika melihat Mora berteriak).

Pak Petra terlihat panik dengan teriakan Mora.

"Nak, masuk dulu yuu biar saya jelasin di dalem, ngga enak kita dilihat banyak orang," ucap Pak Petra.

Di dalam rumah Mora sedikit miris dengan keadaan di sana. Terlihat hanya ada satu kasur tipis dan meja yang di atasnya terdapat nasi yang sudah mengering. Mora dipersilakan untuk duduk di atas kasur tipis itu.

Adegan 12: Di dalam Rumah Pak Petra-Pagi Hari

(Kesaksian dan pemberian jawaban dari Pak Petra kepada Mora).

"Saya memang Petra suami dari orang yang ada difoto itu. Saya pergi atas dasar menyelamatkan kamu, Nak."

Mora semakin bingung dengan apa yang diucapkan Pak Petra.

"Saya dipaksa untuk meninggalkan kamu dan Ibu kamu. Saya dipaksa Nak,....dipaksa," tangis Pak Petra mulai mengiringi ucapannya saat ini.

"Nak,...kamu dan Ibumu tidak mengerti keadaan saat itu. Keluarga saya tidak pernah setuju dengan keputusan saya menikahi Ibu mu. Mereka memberi ancaman, jika saya tidak meninggalkan Ibumu maka kamu taruhannya," lirih Pak Petra.

Takdir apalagi ini...

Mora kembali berpikir, tak cukupkah segala luka  yang sudah ia lalui dalam hidupnya ini.

"Terserah kamu mau percaya atau ngga, kalaupun kamu mau benci saya juga ngga masalah, saya sudah terlalu lelah untuk menahan ini semua," ucap Pak Petra.

"Pak tapi Ibu bilang bapak ambil semua harta Ibu. Mora harus percaya siapa pak?" tangis Mora.

"Saya sudah bilang, saya ini tidak jahat, saya hanya ingin menjaga kamu dan Ibu kamu," jawab Pak Petra.

Adegan 13: Di Dalam Rumah Pak Petra-Siang Hari

(Kemarahan Pak Petra sekaligus memberi informasi siapa orang yang selam ini mengganggu kehidupan keluarganya).

"Kamu mau tahu siapa yang mengancam saya saat itu?" tanya Pak Petra.

Mora hanya terdiam sembari menatap Ayahnya.

"Kamu cari orang dengan nama Rosma. Sampai saat ini, orang itu selalu memantau keadaan kamu dan Ibumu, serta ia juga tetap memantau saya untuk tidak kembali ke sana," tegas Pak Petra.

Mora sedikit terkejut dengan ucapan Pak Petra, karena akhir-akhir ini ia baru saja bertemu dengan orang dengan nama Rosma.

Apakah itu orang yang sama dengan yang disebutkan Ayahnya?

"Dialah yang menyebabkan keluarga kita hancur, dialah yang menyebabkan bapak tidak bisa lagi bertemu kamu dan Ibumu, dan dialah yang menyebabkan bapak menderita saat itu."

"Jika kamu bertemu dengannya, sampaikan bahwa bapak sangat membencinya dan bapak benar-benar akan mengikuti ucapannya untuk pergi dari dunia ini."

"Sekarang kamu pergi dari rumah bapak, bapak tidak benci tapi bapak takut setelah ini kamu mendapatkan ancaman sama seperti bapak. Sampaikan juga salam bapak pada Ibumu," ucap Pak Petra sembari mendorong Mora keluar.

Kebingungan benar-benar menyelimuti Mora saat ini.

Siapa yang harus ia percaya? Apakah ia harus menemui Bu Rosma?

Adegan 14: Toko Bunga Mora-Sore Hari

(Mora mencari Ibunya karena tidak ada di toko).

Mora memilih pergi dari sana untuk segera kembali ke toko bunga yang kini ia jadikan rumah dan berpikir untuk segera menemui Bu Rosma demi memastikan semua teka-teki ini.

Sepulang dari Desa Kemanisan tempat Ayahnya tinggal, Mora kembali ke toko untuk menemui Ibunya. Sesampainya di sana, Mora tidak mendapati Ibunya. Awalnya Mora berpikir bahwa Ibunya hanya pergi sebentar.

Adegan 15: Teras Toko Bunga Mora-Sore Hari

(Salah satu tetangga Mora mengabarkan bahwa Ibunya meninggal saat berkunjung ke rumah yang dijual).

Namun, beberapa saat kemudian datanglah seorang bapak-bapak yang berteriak memanggil nama Mora dari luar toko.

"Nak, Mora Ibumu....Ibumu...meninggal," ucapnya.

Takdir apalagi Tuhan...

Mora berlari sekuat tenaga kembali ke rumahnya yang dulu. Ternyata Ibunya berada di rumah tetangga Mora. Terlihat sudah banyak warga yang mengerubungi tubuh Ibunya.

Mora segera masuk untuk menemui Ibunya.

Ibunya sudah kaku dengan wajah pucat. Tangis Mora mulai turun ketika melihat keadaan Ibunya.

"Bu...bangun ini Mora," lirih Mora.

Beberapa warga mulai menenangkan tangisan Mora. Namun, bukannya mereka, Mora malah semakin histeris dengan apa yang ia lalui. Pasalnya siapa lagi teman hidup Mora selain Ibunya. Tidak ada orang yang mengerti hidupnya selain Ibunya.

Sesak sekali...

Siapa yang akan mengingatkan hati-hati ketika berangkat bekerja?

Siapa yang akan menegurkan ketika harus banyak-banyak beristirahat?

Rasa sedih menemani hari-hari Mora. Sebenarnya, beberapa hari setelah Ibunya pergi, ia sempat menutup toko padahal pesanan sedang banyak. Namun, rasa sedih terlalu menyelimuti Mora kala itu.

Terbesit dalam pikiran Mora untuk kembali ke kediaman Ayahnya. Dengan tekad kuat Mora memilih kembali mengunjungi Ayahnya.

Adegan 16: Rumah Pak Petra Di Desa Kemanisan-Siang Hari

(Kesedihan semakin berlanjut ketika sampai di depan rumahnya Pak Petra).

Sesampainya Mora di Desa Kemanisan, Mora langsung menuju rumahnya Ayahnya.

Namun, di depan matanya sudah tidak ada lagi gubuk yang dikelilingi sampah tempat Ayahnya tinggal. Yang ia lihat hanyalah tanah kosong yang sepertinya akan dijadikan bangunan baru.

Dengan panik Mora segera bertanya ke mana Ayahnya pergi. Ternyata warga sekitar benar-benar tidak ada yang mengetahui ke mana Ayahnya.

Mora benar-benar bingung, terlebih lagi ia sama sekali tidak memiliki kontak Ayahnya.

Adegan 17: Rumah Bu Rosma-Malam Hari

(Mora menanyakan kepada security apakah ia dapat menemui Bu Rosma).

Dengan sisa uangnya, Mora kembali ke tokonya untuk sesegera mungkin menemui Bu Rosma. Mungkin saja dengan menemui Bu Rosma dapat menjawab semua teka-teki hidupnya.

Rumah megah itu masih berdiri tegah. Tidak ada yang berubah, masih sama seperti pertama kali ia datang.

Sesampainya di depan pos security, Mora meminta izin untuk menemui Bu Rosma.

"Pak maaf, bapak masih kenal saya kan. Saya yang waktu itu anter bunga kesini," ucap Mora.

"Oh mba, ingat saya mba. Mau cari siapa ya?" tanya beliau.

"Saya mau ketemu Bu Rosma bisa ngga ya pak?" tanya Mora.

"Waduh mba, Ibu udah ngga tinggal di sini. Saya disuruh beliau untuk jaga rumah ini, soalnya rumah ini mau dijual," jawabnya.

Adegan 18: Depan Gerbang Rumah Bu Rosma-Malam Hari

(Epilog: Puncak kesedihan Mora akibat dari apa yang telah ia lalui untuk mencari sebuah kebenaran namun berakhir membingungkan)

Mora terdiam kebingungan...

Ia berlalu pergi tanpa berkata sepatah kata pun.

Kehidupan macam apa ini?

Harapan terakhir untuk menjawab semuanya sudah tidak ada.

"Ke mana harus mencari teka-teki ini Tuhan," teriak dan tangis mengiringi ucapan Mora.

Siapa yang bertanggung jawab atas ini semua?

Apa salahnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun