Akad ini cukup berkembang dalam dunia perbankan syariah. Biasanya Muwadi akan mendapatkan pengembangan dari akad ini, yaitu Pengembangan Akad Muwadi.
Akad Wadi'ah terbagi menjadi dua:
Wadiah yad amanah, yaitu pihak bank tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang titipan.
Contohnya safe deposit box yang ada di Bank Syariah. Nah, kita hanya menitipkan uang, barang beharga, logam mulia, perhiasan, sertifikat rumah atau apapun yang kita anggap sebagai barang berharga lalu kita simpan disana. Karena akad inilah, maka Bank tidak diperkenankan menggunakan barang titipan tersebut.
Wadiah yad dhamanah, yaitu pihak bank diperkenankan menggunakan barang atau uang titipan dan sepenuhnya bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan dari barang titipan tersebut.
Contohnya: kita sebagai nasabah menitipkan uang ke bank syariah (menabung), maka uang tabungan kita dialokasikan oleh pihak bank untuk digunakan sebagai modal kepada pihak lain, dan kita mendapatkan bagi hasil.
Jadi ada 4 hal yang harus kita perhatikan baik-baik dalam akad Wadi'ah, yaitu ada pemilik barang (Muwadi), ada pihak penerima titipan (mustauda), akad Wadi'ah yad amanah (contoh safe deposit box) dan akad Wadi'ah yad dhamanah (contohnya tabungan).
Adalah akad yang dbuat antara pemilik modal dengan pengelola. Kalau kita pernah mendengar tentang CV (Commmanditaire Vennootschaap atau disebut dengan Perseroan Komanditer), di sana terdapat istilah sekutu aktif dan sekutu pasif. Nah, kurang lebih akad Mudharrabah ini sama dengan CV.
Jadi, ada orang yang menyetorkan uang (sekutu pasif) kepada orang lain yang mengelolanya (sekutu aktif).
Kembali kepada akad Mudharabah, pemilik modal disebut dengan Shahib Al Mal dan bank syariah sebagai pengelola modal disebut dengan Mudharrib.
Pembagian keuntungannya apakah 70:30, 60:40, atau 50:50, hal tersebut tergantung kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat dengan akad ini, selama yang dibagihasilkan adalah keuntungan dari transaksi mudharrabah ini.