Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengenal Jenis-jenis Akad pada Produk Keuangan Syariah

1 Desember 2021   13:14 Diperbarui: 1 Desember 2021   22:32 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: news.unair.ac.id

Pembaca Kompasiana, seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa mulai 1 Februari 2021 lalu, tiga bank syariah yakni BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah resmi merger menjadi satu yakni menjadi Bank Syariah Indonesia.

Bagi kita yang menjadi nasabah bank syariah, bisa jadi sudah akrab dengan istilah akad yang ada disana. Namun, boleh jadi juga, kita belum paham benar mengenai akad-akad yang umum digunakan di lembaga keuangan syariah lainnya.

Alhamdulillaah, melalui pembelajaran daring di Paytren Academy, saya mendapatkan ilmu dan wawasan baru mengenal jenis-jenis akad pada produk keuangan syariah.

Bersama Bareyn Mochaddin, konsultan perencanaan keuangan AAM dan Partners, beliau memaparkan tentang hal tersebut pada materi kuliah produk keuangan syariah. Berikut rangkumannya saya sajikan untuk pembaca.

***

Ilustrasi gambar:islam.nu.or.id
Ilustrasi gambar:islam.nu.or.id

Perbedaan antara transaksi konvensial dan syariah, yaitu pada Akad atau perjanjian yang mengikat kedua belah pihak.

Akad adalah berasal dari Bahasa Arab, yaitu Al 'Aqdu. yang artinya perjanjian yang menimbulkan perikatan. Pada Pasal 1313 KUH Perdata ada disebutkan pernjanjian yang dilakukan oleh satu orang atau lebih, yang menimbulkan perikatan.

Akad dan Wa'ad.

Keduanya sama-sama bentuk perjanjian, namun memiliki perbedaan pada tanggung jawab hukum di dalamnya.

Akad adalah perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum dan tanggung jawab hukum serta adanya saling berinteraksi antarkeduanya. 

Misalnya si A dan B melakukan perjanjian atau akad, lalu ada tanggung jawab yang diemban keduanya. Baik si A kepada B, maupun sebaliknya.

Dalam Wa'ad hanya perjanjian antara A dan B, yang mana tanggung jawab hukumnya hanya dilakukan A kepada B. Si B ini tidak memilili tangung jawab apapun secara hukum dalam perjanjian tersebut.

***

Secara umum, sebuah akad harus memenuhi rukun dan syaratnya.

Rukun-rukun akad ada 4:

  • Akid, orang yang berakad atau melakukan perjanjian
  • Benda-benda yang diakadkan
  • Tujuan pokok dalam melakukan akad
  • Ijab qabul

Syarat-syarat akad:

  • Kedua orang yang melakukan akad adalah cakap hukum, sudah aqil baligh dan tidak gila.
  • Diizinkan oleh syarak dan orang yang melakukannya adalah sesuai syarat pertama.
  • Ada tujuannya, tidak bertentangan dengan syariah
  • Ijabnya harus berjalan terus

Kapan akad berakhir atau putus?

Banyak hal yang mengakibatkan akad terputus, misalnya karena adanya rusak akad, tidak ada realisasi, atau telah jatuh tempo.

Bisa juga karena kematian dari salah satu pihak yang mengadakan akad. Atau bisa jadi karena tidak ada izin dari pihak lain.

Selain akad berakhir karena putus perikatan, bisa juga akad berakhir atau rusak karena ada kecacatannya sehingga membuat akad tidak sah.

Menurut Sayyid Sabiq (Ulama Fiqih, Dosen Universitas al-Azhar, Kairo dan Ummul Qura, Makkah), ada beberapa hal yang bisa menyebabkan akad menjadi cacat. 

Contoh, karena adanya bujukan yang menipu (khilabah). 

Misalkan, Anda membuat perjanjian dengan orang lain, yang mana orang tersebut menjanjikan adanya hasil transaksi yang cukup besar untuk Anda. Dengan berinvestasi kepadanya, dana Anda akan dikelola dan dijanjikan mendapatkan keuntungan 18 - 20 persen tiap bulannya.

Nah, hal itu tersebut menunjukkan adanya bujukan dari orang tersebut kepada Anda sebagai pemilik dana. Ternyata orang ini melakukan bujukan yang menipu kepada Anda. Maka, akad yang terjadi adalah cacat, sehingga Anda bisa membatalkan perjanjian tersebut.

Sebuah akad menjadi cacat, bisa terjadi karena adanya salah sangka (gharar). Misalnya, si A menjelaskan kepada si B tentang skema atau proses transaksi sebuah investasi dengan segala syaratnya. Namun si B sebagai pemegang dana memiliki persepsi dan pendapat yang berbeda dengan si A. Ada ketidaksinkronan pemahaman antara kedua belah pihak. Maka ada cacat pada akad tersebut, sehingga tidak sah, akad bisa dibatalkan karena kecacatan ini.

***

Ilustrasi gambar: www.hipwee.com
Ilustrasi gambar: www.hipwee.com

Berikut jenis-jenis akad yang biasanya digunakan oleh lembaga keuangan syariah yang patut kita kenali.

WADI'AH (TITIPAN)

Sebuah akad dimana adanya penitipan barang atau uang yang dilakukan antara pemilik barang sebagai muwadi dengan pihak yang menerima titipan atau diberi kepercayaan untuk menerima titipan tersebut (Mustauda). Barangnya bisa apa saja, tetapi karena di sini konteksnya berbicara tentang kegiatan transaksi di bank syariah, maka kita sebagai muwadi menitipkan uang kepada bank sebagai Mustauda.

Tugas dari Mustauda ini menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang yang dititipkan oleh si Muwadi. Maka Mustauda berkewajiban menjaganya sesuai akad agar titipan tersebut aman, dan Muwadi biasanya berkewajiban membayar uang jasa karena menitipkan kepada bank syariah.

Akad ini cukup berkembang dalam dunia perbankan syariah. Biasanya Muwadi akan mendapatkan pengembangan dari akad ini, yaitu Pengembangan Akad Muwadi.

Akad Wadi'ah terbagi menjadi dua:

Wadiah yad amanah, yaitu pihak bank tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang titipan.

Contohnya safe deposit box yang ada di Bank Syariah. Nah, kita hanya menitipkan uang, barang beharga, logam mulia, perhiasan, sertifikat rumah atau apapun yang kita anggap sebagai barang berharga lalu kita simpan disana. Karena akad inilah, maka Bank tidak diperkenankan menggunakan barang titipan tersebut.

Wadiah yad dhamanah, yaitu pihak bank diperkenankan menggunakan barang atau uang titipan dan sepenuhnya bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan dari barang titipan tersebut.

Contohnya: kita sebagai nasabah menitipkan uang ke bank syariah (menabung), maka uang tabungan kita dialokasikan oleh pihak bank untuk digunakan sebagai modal kepada pihak lain, dan kita mendapatkan bagi hasil.

Jadi ada 4 hal yang harus kita perhatikan baik-baik dalam akad Wadi'ah, yaitu ada pemilik barang (Muwadi), ada pihak penerima titipan (mustauda), akad Wadi'ah yad amanah (contoh safe deposit box) dan akad Wadi'ah yad dhamanah (contohnya tabungan).

MUDHARRABAH

Adalah akad yang dbuat antara pemilik modal dengan pengelola. Kalau kita pernah mendengar tentang CV (Commmanditaire Vennootschaap atau disebut dengan Perseroan Komanditer), di sana terdapat istilah sekutu aktif dan sekutu pasif. Nah, kurang lebih akad Mudharrabah ini sama dengan CV.

Jadi, ada orang yang menyetorkan uang (sekutu pasif) kepada orang lain yang mengelolanya (sekutu aktif).

Kembali kepada akad Mudharabah, pemilik modal disebut dengan Shahib Al Mal dan bank syariah sebagai pengelola modal disebut dengan Mudharrib.

Pembagian keuntungannya apakah 70:30, 60:40, atau 50:50, hal tersebut tergantung kesepakatan kedua belah pihak yang terlibat dengan akad ini, selama yang dibagihasilkan adalah keuntungan dari transaksi mudharrabah ini.

Sedangkan untuk resiko yang terjadi, selama kesalahan yang timbul bukan dari pihak pengelola, maka seluruhnya menjadi tanggung jawab si pemilik modal. Jadi harus diperhatikan baik-baik apabila kita akan menitipkan modal tersebut kepada orang lain atau pihak bank. Sehingga perhatikan akad yang jelas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh si pengelola.

Istilah penting yang diperhatikan pada akad mudharrabah, yaitu Shahib Al Mal, Mudharrib, dan Nisbah (bagi hasil).

MURABAHAH

Istilah ini memang belum terlalu populer, namun akad ini terdapat dalam perbankan syariah. Jadi, Murabahah ini adalah akad yang dilakukan dalam rangka pembiayaan oleh pemilik modal (pihak bank), yang mana pembiayaan berasal dari dana yang dihimpun dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.

Pemilikannya ini nanti berupa biaya talangan kepada nasabah untuk membeli barang dengan kewajiban mengembalikan seluruh dana talangan ditambah margin keuntungan antara selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah.

Jadi, pihak bank syariah akan membelikan sebuah barang untuk nasabah, sehubungan nasabah tidak memiliki cukup dana untuk langsung membeli barang tersebut sehingga mengajukan dana talangan ini.

Contoh yang biasa terjadi adalah pembelian unit rumah. Pada bank konvensional biasa disebut dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Nah, di bank syariah kepemilikan seperti ini biasa menggunakan akad Murabahah.

Sehubungan akad yang digunakan adalah akad murabahah jadi akadnya adalah jual beli. Bank syariah membelikan rumah tersebut sesuai harga dan boleh menambahkan margin di situ. Misalkan si Bank membeli rumah seharga 100 juta rupiah, kemudian menjual rumah tersebut kepada nasabah senilai 200 juta rupiah. Lalu harga 200 juta rupiah ini diperjanjikan antara nasabah dengan pihak bank (sebagai pemilik modal) yang akan dibayarkan dalam sekian tahun.

Nah, jika sudah diperjanjikan dengan harga 200 juta rupiah, dan mereka sepakat dengan jual beli tersebut dalam waktu 20 tahun masa cicilan, maka Bank tidak berhak lagi menambah biaya apapun kepada nasabah. Sehingga pembayaran per bulannya adalah hasil dari penghitungan 200 juta rupiah di bagi 20 tahun. 

Kurang lebih demikian skema dari akad murabahah pada bank syariah.

SALAM

Lebih dikenal dengan akad jual beli Salam, yaitu sebuah akad pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan oleh nasabah untuk pembelian suatu barang dengan pembayaran dimuka sebelum barang diantarkan atau terbentuk.

Pemilik modal akan membelikan sebuah barang talangan dan akan dibayar kemudian dengan cara mencicil oleh nasabah.

Tapi ada perbedaan antara akad Salam dan Murabahah. Pada akad jual beli Salam, orang yang mendapat talangan dana harus menyetorkan sejumlah uang muka, melakukan pemesanan atas barang yang akan dibeli olehnya dan barangnya harus jelas.

Sedangkan di penjelasan akad murabahah, biasanya, si pemilik modal sudah memiliki barang tersebut yang kemudian dijual kembali kepada nasabah.

Pada akad Salam, si nasabah ingin membeli barang, mengajukan dana talangan kepada bank untuk membelikan barang yang dimaksud, dengan cara membayar uang muka terlebih dahulu kepada pihak bank. Lalu bank memberikan dana talangan seusai sisa harga barang, lalu nasabah mencicil pembayarannya sesuai perjanjian.

Intinya, bank tidak memiliki barang tersebut sebelum akad jual beli dnegan nasabahnya, serta adanya pembayaran uang muka terlebih dahulu bagi nasabah untuk mendapatkan dana talangan. 

Kurang lebih demikian skema akad Salam.

Ilustrasi gambar: www.goriau.com
Ilustrasi gambar: www.goriau.com

IJARAH MUNTAKIAH BIN TAMLIK

Akad ini cukup unik dan masyarakat tidak menyadari bahwa mereka menggunakan akad ini di perbankan syariah. Akad Ijarah sebenarnya adalah akad sewa-menyewa antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Namun, pada Akad Ijarah Muntakiah Bin Tamlik adalah sewa menyewa kepemilikan barang yang berakhir dengan pengalihan kepemilikan atas barang tersebut.

Secara definisi, akad ini merupakan akad pembiayaan berupa talangan dana dari Shahib Al Mal (pemilik modal) yang dibutuhkan oleh  nasabah untuk memiliki barang atau jasa, dengan kewajiban membayar sejumlah biaya sewa abrang atau jasa tersebut dalam jangka watu tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Contoh yang umum terjadi adalah akad kredit mobil atau motor antara bank dengan nasabah. 

Nah, pada akad Ijarah Muntakiah Bin Tamlik ini, pihak Bank Syariah membeli motor tersebut terlebih dahulu, kemudian disewakan kepada nasabah. Lalu, pada akhir masa sewa, motor tersebut menjadi milik nasabah (ada pengalihan kepemilikan dari pemilik modal kepada sinpenyewa atau nasabah).

QARDH AL HASAN

Qardh artinya pinjaman. Qardh Al Hasan berarti pinjaman untuk kegiatan kebaikan. Jadi pinjaman ini diberikan kepada seseorang, yang mana peminjam cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja kepada pemberi pinjaman.

Seperti yang kita kethaui bahwa produk keuangan syariah, pinjaman yang dikembalikan tidak boleh ada tambahan (riba).

Berdasarkan fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulam Indonesia (MUI), dalam perbankan syariah, akad Qardh Al Hasan ini diberikan kepada pihak yang tidak memiliki modal tetapi mempunyai keahlian atau ketrampilan untuk menggunakan modal tersebut untuk dikembangkan menjadi usaha atau bisnis tertentu.

Pengembangan usaha tersebut untuk biaya hidup. Sehingga pada masa akhir akad, si peminjam cukup mengembalikan biaya modal yang dipinjamkannya saja tanpa tambahan.

Bank boleh saja memungut biaya adminitrasi yang timbul dari akad tersebut, namun tidak termasuk dalam jumlah peminjaman.

WAKALAH

Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal istilah wakil. Nah, Wakalah pun kurang lebih berarti demikian.

Akad ini memberikan kuasa kepada pihak yang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan atas nama nasabah untuk melakukan transaksi kepada pihak ketiga.

Jadi, ada tiga pihak yang terlibat dalam akad ini, yaitu Anda, pihak yang diberi kuasa, dan pihak ketiga.

Secara umum, contoh akad ini terdapat dalam produk keuangan syariah seperti asuransi syariah dan reasuransi syariah, sesuai fatwa DSN-MUI Nomer 3 dan Nomer 52 tahun 2006

Sebagaimana kita ketahui, dana asuransi yang dikelola oleh pihak asuransi syariah yang diperolehnya dari nasabah, akan disalurkan kepada pihak ketiga. Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran tersebut akan dberikan kepada nasabah.

Sehingga diperlukan akad Wakalah ini, dimana nasabah bisa memberi kuasa kepada pihak perusahaan asuransi syariah untuk mengelola dana mereka. Akad ini bisa juga terjadi pada produk reksadana syariah.

Reksadana adalah wadah investasi dimana para nasabah menyimpan dananya dan manajer investasi bertugas untuk menghimpun dana, untuk kemudian dikelola ke produk keuangan pihak ketiga, lalu keuntungan dikembalikan ke nasabah dalam bentuk nilai aktiva bersih yang terdapat dalam setiap unit reksadana yang dimiliki.

***

Akad-akad yang dijelaskan di atas, tidak hanya terbatas pada akad yang terjadi di lembaga keuangan seperti perbankan syariah. Akad tersebut bisa diterapkan pada perjanjian antara satu orang dengan orang lainnya, yang dipercaya untuk mengelola keuangan anda. Bisa dengan sahabat, rekan kerja, atau orang lain yang memiliki catatan riwayat pengelolaan keuangan dengan baik.

Tentu saja, hal ini bisa dilakukan sesuai rukun dan syarat dari akad itu sendiri dan tidak menyalahi aturan syariat lainnya.

Demikian, semoga rangkuman ini bermanfaat.

***

Sumber: Materi Keuangan Bebas Riba tentang Jenis-Jenis Akad Dalam Produk Keuangan Syariah - PayTren  Academy, bersama Bareyn Mochaddin.

***

#Tulisanke-283

#ArtikelJenisAkadProdukKeuanganSyariah

#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun