"Tak perlu. Ibu memperoleh bahan t-shirt ini gratis."
"Gratis?"
"Seminggu yang lalu tetangga Ibu ada yang tiba-tiba meninggal dunia. Jadi, Ibu diberi sekarung baju bekas Almarhum. Karena modelnya sudah ketinggalan zaman, Ibu permak saja. Cukup bagus kan hasilnya?" Jelas Bu Zahra bangga.
"HAH! Ja...jadi, t-shirt yang kupakai ini tadinya milik Almarhum?"
"Iya. Tapi Sandy tenang saja. Almarhum sakit jantung. Jadi, Sandy tak akan tertular penyakit apa pun melalui t-shirt ini. Ibu juga sudah mencuci dan menyetrika t-shirt itu. Anti kuman."
"Ta...tapi...Bagaimana jika aku dihantui, Bu?"
"Sandy rajin shalat, kan? Tak akan mungkin hantu mendekat. Pokoknya, Ibu senang sekali jika Sandy memakai t-shirt ini selama KKN. Nanti pemuda-pemuda lain di sini juga akan membeli t-shirt buatan Ibu jika melihat betapa kerennya Sandy, si pemuda kota."
Sandy gelagapan. Ia tak bisa mendebat Bu Zahra yang penuh percaya diri. Dengan pandangan memelas, ia pun melirik teman-teman kelompok KKN-nya. Ekspresi mereka ganjil karena menahan tawa. Sepertinya, KKN bersama Bu Zahra tak akan pernah monoton.
"Recycle t-shirt, San. Kau pelopor konsumen produk cinta lingkungan hidup," ujar Tia sembari cekikikan. Ia tahu Sandy itu sangat takut dengan segala hal yang berbau mistis dan hantu. Mau buang air kecil saat tengah malam saja pasti Sandy minta ditunggui Fero di luar kamar mandi. Apalagi memakai t-shirt orang yang baru saja meninggal dunia.
***
"PETOK! PETOK! Mengapa kau membunuhku, Zahra? Dulu setiap hari aku bertelur untukmu. Begitu aku tua dan jarang bertelur, kau langsung memerintahkan saudaramu untuk menyembelihku. Kau kejam, Zahra. Kau sungguh kejam. Dasar manusia tak tahu budi! Habis manis sepah dibuang!"
Setelah berceloteh panjang lebar, si ayam merah terbatuk-batuk. Dari paruhnya keluar darah segar yang terus mengalir hingga menganak sungai. Walaupun Bu Zahra menjerit histeris, tapi tak ada suara yang keluar dari bibirnya.