b. Indikator Desentralisasi Fiskal
Dalam membahas mengenai indikator desentralisasi fiskal, Sun’an dan Senuk (2015:54) menjelaskan bahwa terdapat tiga variabel yang merupakan representasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Ketiga variabel tersebut ialah sebagai   berikut:
1. Desentralisasi Pengeluaran
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio pengeluaran total masing-masing kabupaten / kota (APBD) terhadap total pengeluaran  pemerintah (APBN) (Phillip dan Woller,1997 ; Zhang dan Zhou,1998). Hal ini menunjukkan ukuran relatif pengeluaran pemerintah antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Hasil studi dari Zhang dan Zhou (1998), menunjukkan bahwa variabel ini mempunyai pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mengimplikasikan bahwa desentralisasi  fiskal gagal mendorong perumbuhan ekonomi di Cina. Hal ini mungkin merefleksikan bahwa pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya untuk melakukan investasi disektor infrastruktur . Sementara studi yang dilakukan oleh Philip dan Woller (1997) juga menunjukkan efek negatif desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada Negara Maju. Dan mereka gagal menjelaskan efek desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara Berkembang.
2. Desentralisasi Pengeluaran Pembangunan
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio antara total pengeluaran pembangunan masing-masing kabupaten/kota (APBD) terhadap total pengeluaran pembangunan nasional (APBN) (Zhang dan Zhou,1998). Variabel ini menunjukkan besaran relatif pengeluaran  pemerintah dalam pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah. Dari rasio ini juga dapat diketahui apakah pemerintah daerah dalam posisi yang baik untuk melaksanakan investasi sektor publik atau tidak. Jika terdapat hubungan positif antara variable ini terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah lokal dalam posisi yang baik untuk melakukan investasi disektor publik.
3. Desentralisasi Penerimaan
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio antara total penerimaan masing-masing kabupaten/kota (APBD),  tidak termasuk subsidi terhadap total penerimaan pemerintah (Philip dan Woller,1997). Variabel ini mengekspresikan besaran relative antara pendapatan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
 c. Prinsip-Prinsip Desentralisasi Fiskal
Menurut Khusaini     (dalam Sun’an dan Senuk, 2015 :74) , ada beberapa prinsip-prinsip  utama desentralisasi fiskal yang harus diperhatikan agar berhasil, yaitu:
- Perencanaan Partisipatif
- Peningkatan alternatif sumber-sumber keuangan baru
- Penerapan prinsip keadilan dalam pembagian Dana Perimbangan
- Penentuan prinsip-prinsip pengeluaran
- Penerapan Good Governance
- Penerapan Standar Pelayanan Minimal
- Penerapan insentif dalam desain pembagian Dana Perimbangan
- Mengumumkan secara rutin kerja Pelayanan Pemerintah Daerah
Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan. Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah dalam mengembangkan wilayah menurut potensi daerah masing-masing. Menurut Saragih (dalam Badrudin, 2012:19), Mardiasmo (dalam Badrudin, 2012:19), dan Reksohadiprodjo (dalam Badrudin, 2012:19), otonomi daerah dan desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Menurut Susanti (dalam Badrudin, 2012:19), dengan adanya desentralisasi fiskal, daerah dituntut untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerahnya sehingga mampu bersaing dengan daerah lain melalui penghimpunan modal pemerintah daerah untuk kebutuhan investasi dan atau kemampuan berinteraksi dengan daerah lain.